Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai
organ pemerintahan di tingkat lokal mengemban harapan rakyat untuk ikut
menggulirkan proses reformasi politik dan ekonomi. Agenda reformasi ini mencakup dua isue sentral,
yakni desentralisasi dan pengembangan otonomi daerah. Keduanya bermuara pada
keinginan untuk mendekatkan jalannya pemerintahan pada rakyatnya, sehingga mendekatkan simpul-simpul pembuatan kebijakan
kepada mereka yang akan terkena kebijakan, dan bersamaan dengan hal itu
mendekatkan pelayanan publik kepada penggunanya.
Salah satu prinsip dasar otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran
dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislasi, pengawasan maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini menunjukan
bahwa DPRD dalam konteks UU Nomor 32 Tahun 2004 diberdayakan sedemikian rupa
melalui pemberian tugas, hak dan wewenang yang cukup luas sehingga benar-benar
dapat melakukan fungsinya serta sungguh-sungguh berperan sebagai penyalur
aspirasi masyarakat dalam rangka pengembangan demokrasi lokal.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, DPRD mempunyai peran
yang sangat besar dalam mewarnai jalannya pemerintahan daerah otonom. Dengan
peran yang demikian itu, aspek responsibilitas dalam pelaksanaan tugas menjadi
salah satu faktor penentu dalam memaknai dan memberikan manfaat terhadap
jalannya pemerintahan di daerah guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan
berdaulat. Pemahaman ini sekaligus menyajikan pandangan bahwa lembaga
legislatif perlu terus mengembangkan dirinya, yang tentunya tidak bisa terlepas
dari dinamika kualitas infrastruktur politik, hubungan dengan lembaga lainnya
dalam bingkai nilai-nilai pemerintahan nasional.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara garis besar memegang
tiga peran. Pertama, sebagai agen
perumus agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga yang mengemban misi
pengelolaan konflik dalam masyarakatnya dan ketiga, DPRD adalah mengembang peran integratif
dalam masyarakatnya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah (UU No. 32 Tahun
2004 pasal 40 dan UU No. 22 Tahun 2003, pasal 60 dan pasal 70) mempunyai fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan (UU No. 32 Tahun 2004, pasal 41 dan UU No.
22 Tahun 2003 pasal 61 pasal 77, dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 pasal 343).
Dalam kaitannya dengan fungsi legislasi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki fungsi
untuk membuat peraturan daerah. Hal ini ditegaskan pada pasal 42, UU No. 32 Tahun
2004 yang menyatakan bahwa: 1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk
peraturan daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan
bersama. 2) DPRD
membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama dengan
Kepala Daerah.
Melalui fungsi legislasi ini sesungguhnya
menempatkan DPRD pada posisi yang sangat strategis dan terhormat karena DPRD ikut menentukan kelangsungan dan masa depan
daerah. Hal ini juga harus dimaknai sebagai amanah untuk memperjuangkan dan
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Fungsi
ini
juga untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan para pihak (stakeholder)
untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh karena
itu fungsi ini dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan
daerah sebagai produknya. Di samping itu, sebagai produk hukum daerah, maka
peraturan daerah merupakan komitmen bersama stakeholder
daerah yang mempunyai kekuatan paksa (coercive).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai organisasi publik, senantiasa
mengalami dinamika dan perubahan yang diakibatkan oleh adanya perubahan
lingkungan, sehingga dalam organisasi perlu menyesuaikan dengan perubahan
tersebut agar lebih efektif, efisien, kompetitif, adaptif dan responsibility dalam pencapaian tujuan. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh
lembaga legislatif tersebut,
anggota DPRD harus memiliki kompetensi yang baik untuk
meningkatkan output, guna pencapaian tujuan dari keberadaan lembaga ini. Kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, kecakapan atau kapabilitas
yang dimiliki
seseorang. Kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak pada sebuah tugas atau pekerjaan.
Kompetensi anggota DPRD sangat penting dalam menjalankan fungsi
legislasi, karena itu
optimalisasi kompetensi anggota DPRD sangat dibutuhkan. Hal ini bukan saja karena DPRD merupakan
tempat lahirnya semua peraturan yang menjadi landasan bagi setiap kebijakan
publik yang diterapkan di daerah, tetapi karena posisinya yang menentukan dalam
proses pengawasan pemerintahan dalam menjalankan peraturan daerah yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, penguatan posisi lembaga DPRD di era otonomi daerah ini
merupakan kebutuhan yang harus diupayakan jalan keluarnya, agar dapat
melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya secara efektif sebagai lembaga
legislatif daerah. Optimalisasi peran ini sangat dipengaruhi, baik faktor
internal maupun eksternal lembaga ini.
Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menjadi acuan saat ini menjadi salah
satu isue tentang perlunya kompetensi anggota DPRD, hal ini antara lain
dikarenakan didalamnya mengatur tentang perlunya tim pakar atau tenaga ahli
sebagai alat kelengkapan dewan.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dilatarbelakangi suatu harapan untuk dapat mewujudkan penguatan
dan pengefektifkan kelembagaan DPRD serta hubungan DPRD dengan
pemerintah daerah, agar berjalan secara serasi dan tidak saling mendominasi satu sama
lain, sehingga pola keseimbangan pengelolaan pemerintahan daerah yang dilakukan
memberikan manfaat secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di
daerah, yang akhirnya secara agregatif akan berkontribusi terhadap pembangunan
nasional dan fundamental integrasi bangsa secara keseluruhan.
Namun di sisi lain, lahirnya UU No. 27 Tahun 2009 juga mensyaratkan untuk menyediakan
keberadaan sistem pendukung yang menunjang fungsi serta tugas dan wewenang
DPRD.
Selain itu, dalam undang-undang tersebut, dalam rangka meningkatkan kinerja
DPRD sangat diperlukan sistem dukungan yang kuat, tidak
terbatas pada dukungan sarana, prasarana, dan anggaran, tetapi juga pada
dukungan keahlian. Pada Pasal 397 dan Pasal 399 UU No. 27 Tahun 2009 antara lain menyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, dibentuk
kelompok pakar atau tim ahli. Kelompok pakar atau tim ahli tersebut diangkat
dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan
kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah. Kelompok pakar atau tim ahli
bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, pada
pasal penjelasan mempertegas bahwa yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau
tim ahli” adalah sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu
tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam pelaksanaan fungsi serta tugas
dan wewenang DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Kelompok pakar
atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan menganalisis berbagai masalah
yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Penugasan
kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Implikasi
dari keberadaan pasal tersebut adalah terhadap
pengelolaan keuangan daerah. Permasalahan yang terkait langsung dengan pengelolaan keuangan daerah
adalah seberapa besar anggaran APBD yang harus disediakan untuk kelompok pakar
atau tim ahli tersebut. Apakah sudah ada regulasi yang mengatur,
atau cukup dengan regulasi yang sudah ada? Sebab hal ini
terkait dengan makna “Penugasan kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota” pada pasal
penjelasan tersebut.
Sejak disahkannya
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 telah banyak menuai kontroversi yang disampaikan sebagian kalangan. Undang-Undang Susunan dan Kedudukan atau disebut Susduk tersebut, dianggap tidak memberikan keadilan bagi beberapa lembaga tinggi
negara. Sebagian kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merasa tugas DPRD hanya terbatas sebagai pembuat peraturan daerah,
menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, tetapi tidak memiliki fungsi
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan eksekutif seperti Peraturan Bupati/Walikota ataupun Keputusan Bupati/Walikota. Asumsi tersebut didasarkan atas UU Nomor 27
Tahun 2009 Pasal 344 ayat 1 huruf C yang berbunyi “DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota”. Dengan demikian, maka UU
27 Tahun 2009 membatasi kontrol terhadap kebijakan-kebijakan eksekutif sehingga akan berakibat lemahnya kontrol dan cenderung
merugikan masyarakat diakibatkan lemahnya wewenang
DPRD.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang direpresentasi oleh anggota dewan dari berbagai
partai politik sudah saatnya menjadi institusi yang berwibawa, pro terhadap
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kewibawaan lembaga legislatif sangat
ditentukan oleh kompetensi dan profesionalitas anggota dewan dalam setiap
inisiatif keputusan. Meski DPRD terdiri dari bermacam-macam partai
politik, namun setelah duduk menjadi anggota dewan jelas menjadi pejuang dan
penyambung lidah rakyat.
Kompetensi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 dengan
lahirnya Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 ini sangat
menarik untuk teliti, mengingat dinamika yang ada dalam masyarakat sangat tinggi dan
beragam. Hal ini terlihat dengan banyaknya aspirasi masyarakat dari yang
langsung disampaikan kepada DPRD Kabupaten Kaimana yang merefleksikan peran
lembaga legislatif ibarat dokter ahli, yang harus dapat segera menyembuhkan
berbagai macam penyakit pasien. Tingginya ekspektasi rakyat tersebut tentu
harus diimbangi dengan kinerja dan kompetensi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten
Kaimana Periode
2009-2014.
Dalam konteks sebagai lembaga legislasi daerah, keberadaan DPRD
Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 dapat dilihat pada
produktivitas pembuatan Peraturan Daerah atau Keputusan DPRD. Namun, sampai saat
ini produktivitas DPRD Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 masih rendah di bidang legislasi. Dari produk hukum
yang ada sebagian besar merupakan inisiatif pemerintah daerah. Padahal
sejatinya anggota legislatif yang baik adalah dilihat dari banyaknya usulan UU
yang diajukan. Selain rendahnya inisiatif anggota dewan dalam hal pengajuan
produk hukum, permasalahan lainnya adalah kenyataan bahwa terkadang
pemerintah daerah bisa menghalangi sebuah Rancangan Peraturan Daerah.
Selain itu
banyak juga kualitas Peraturan Daerah yang
dihasilkan lemah. Ini terjadi karena tak jarang produk hukum yang akan dikeluarkan
hanya didiskusikan dalam waktu yang singkat saja. Tidak ada
debat-debat yang ilmiah juga tidak dilengkapi dengan survei atau ujicoba
sebelumnya sehingga tak jarang sebuah produk hukum ketika dikeluarkan akan
mendapat banyak tantangan dari para ahli, akademisi, maupun masyarakat
kebanyakan. Anggota DPRD Kabupaten Kaimana periode 2009-2014 seharusnya bisa
memperbaiki sejumlah hal yang menjadi kendala anggota dewan sebelumnya.
Banyaknya muka baru seharusnya membuat kinerja anggota Dewan lebih segar dan
bertenaga.
Kondisi faktual menunjukkan bahwa maraknya penilaian terhadap kompetensi DPRD merupakan hal yang wajar,
karena masyarakat luas dalam iklim kebebasan di masa reformasi ini dapat
melihat dengan jelas sepak terjang DPRD, dan hal tersebut juga telah menjadi
sasaran tembak eksekutif dalam kritik balasannya terhadap Dewan. Hal ini tentu
membutuhkan pemikiran baru yang bersifat terobosan (breakthrough) dan progresif, sehingga dapat menjadi dampak bagi
peningkatan kompetensi DPRD Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan dan kompetensi DPRD
Kabupaten Kaimana yang dituangkan dalam Tesis dengan judul: Implementasi
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Terhadap Peningkatan
Kompetensi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 dalam Menjalankan Fungsi Legislatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar