Kamis, 29 September 2011

Fungsi Legislasi DPR

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai organ pemerintahan di tingkat lokal mengemban harapan rakyat untuk ikut menggulirkan proses reformasi politik dan ekonomi. Agenda reformasi ini mencakup dua isue sentral, yakni desentralisasi dan pengembangan otonomi daerah. Keduanya bermuara pada keinginan untuk mendekatkan jalannya pemerintahan pada rakyatnya, sehingga mendekatkan simpul-simpul pembuatan kebijakan kepada mereka yang akan terkena kebijakan, dan bersamaan dengan hal itu mendekatkan pelayanan publik kepada penggunanya.
Salah satu prinsip dasar otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislasi, pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini menunjukan bahwa DPRD dalam konteks UU Nomor 32 Tahun 2004 diberdayakan sedemikian rupa melalui pemberian tugas, hak dan wewenang yang cukup luas sehingga benar-benar dapat melakukan fungsinya serta sungguh-sungguh berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat dalam rangka pengembangan demokrasi lokal.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, DPRD mempunyai peran yang sangat besar dalam mewarnai jalannya pemerintahan daerah otonom. Dengan peran yang demikian itu, aspek responsibilitas dalam pelaksanaan tugas menjadi salah satu faktor penentu dalam memaknai dan memberikan manfaat terhadap jalannya pemerintahan di daerah guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berdaulat. Pemahaman ini sekaligus menyajikan pandangan bahwa lembaga legislatif perlu terus mengembangkan dirinya, yang tentunya tidak bisa terlepas dari dinamika kualitas infrastruktur politik, hubungan dengan lembaga lainnya dalam bingkai nilai-nilai pemerintahan nasional.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara garis besar memegang tiga peran. Pertama, sebagai agen perumus agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga yang mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakatnya dan ketiga, DPRD adalah mengembang peran integratif dalam masyarakatnya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 40 dan UU No. 22 Tahun 2003, pasal 60 dan pasal 70) mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan (UU No. 32 Tahun 2004, pasal 41 dan UU No. 22 Tahun 2003 pasal 61 pasal 77, dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 pasal 343).
Dalam kaitannya dengan fungsi legislasi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki fungsi untuk membuat peraturan daerah. Hal ini ditegaskan pada pasal 42, UU No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa: 1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. 2) DPRD membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah.
Melalui fungsi legislasi ini sesungguhnya menempatkan DPRD pada posisi yang sangat strategis dan terhormat karena DPRD ikut menentukan kelangsungan dan masa depan daerah. Hal ini juga harus dimaknai sebagai amanah untuk memperjuangkan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Fungsi ini juga untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak (stakeholder) untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh karena itu fungsi ini dapat mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan daerah sebagai produknya. Di samping itu, sebagai produk hukum daerah, maka peraturan daerah merupakan komitmen bersama stakeholder daerah yang mempunyai kekuatan paksa (coercive).  
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai organisasi publik, senantiasa mengalami dinamika dan perubahan yang diakibatkan oleh adanya perubahan lingkungan, sehingga dalam organisasi perlu menyesuaikan dengan perubahan tersebut agar lebih efektif, efisien, kompetitif, adaptif dan responsibility dalam pencapaian tujuan. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh lembaga legislatif tersebut, anggota DPRD harus memiliki kompetensi yang baik untuk meningkatkan output, guna pencapaian tujuan dari keberadaan lembaga ini. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, kecakapan atau kapabilitas yang dimiliki seseorang. Kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak pada sebuah tugas atau pekerjaan.
Kompetensi anggota DPRD sangat penting dalam menjalankan fungsi legislasi, karena itu optimalisasi kompetensi anggota DPRD sangat dibutuhkan. Hal ini bukan saja karena DPRD merupakan tempat lahirnya semua peraturan yang menjadi landasan bagi setiap kebijakan publik yang diterapkan di daerah, tetapi karena posisinya yang menentukan dalam proses pengawasan pemerintahan dalam menjalankan peraturan daerah yang telah ditetapkan. Dengan demikian, penguatan posisi lembaga DPRD di era otonomi daerah ini merupakan kebutuhan yang harus diupayakan jalan keluarnya, agar dapat melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya secara efektif sebagai lembaga legislatif daerah. Optimalisasi peran ini sangat dipengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal lembaga ini.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menjadi acuan saat ini menjadi salah satu isue tentang perlunya kompetensi anggota DPRD, hal ini antara lain dikarenakan didalamnya mengatur tentang perlunya tim pakar atau tenaga ahli sebagai alat kelengkapan dewan.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dilatarbelakangi suatu harapan untuk dapat mewujudkan penguatan dan pengefektifkan kelembagaan DPRD serta hubungan DPRD dengan pemerintah daerah, agar berjalan secara serasi dan tidak saling mendominasi satu sama lain, sehingga pola keseimbangan pengelolaan pemerintahan daerah yang dilakukan memberikan manfaat secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah, yang akhirnya secara agregatif akan berkontribusi terhadap pembangunan nasional dan fundamental integrasi bangsa secara keseluruhan.
Namun di sisi lain, lahirnya UU No. 27 Tahun 2009 juga mensyaratkan untuk menyediakan keberadaan sistem pendukung yang menunjang fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. Selain itu, dalam undang-undang tersebut, dalam rangka meningkatkan kinerja DPRD sangat diperlukan sistem dukungan yang kuat, tidak terbatas pada dukungan sarana, prasarana, dan anggaran, tetapi juga pada dukungan keahlian. Pada Pasal 397 dan Pasal 399 UU No. 27 Tahun 2009 antara lain menyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli. Kelompok pakar atau tim ahli tersebut diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah. Kelompok pakar atau tim ahli bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, pada pasal penjelasan mempertegas bahwa yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Kelompok pakar atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Penugasan kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Implikasi dari keberadaan pasal tersebut adalah terhadap pengelolaan keuangan daerah. Permasalahan yang terkait langsung dengan pengelolaan keuangan daerah adalah seberapa besar anggaran APBD yang harus disediakan untuk kelompok pakar atau tim ahli tersebut. Apakah sudah ada regulasi yang mengatur, atau cukup dengan regulasi yang sudah ada? Sebab hal ini terkait dengan makna “Penugasan kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota” pada pasal penjelasan tersebut.
Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 telah banyak menuai kontroversi yang disampaikan sebagian kalangan. Undang-Undang Susunan dan Kedudukan atau disebut Susduk tersebut, dianggap tidak memberikan keadilan bagi beberapa lembaga tinggi negara. Sebagian kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merasa tugas DPRD hanya terbatas sebagai pembuat peraturan daerah, menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, tetapi tidak memiliki fungsi pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan eksekutif seperti Peraturan Bupati/Walikota ataupun Keputusan Bupati/Walikota. Asumsi tersebut didasarkan atas UU Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 344 ayat 1 huruf C yang berbunyi “DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, maka UU 27 Tahun 2009 membatasi kontrol terhadap kebijakan-kebijakan eksekutif sehingga akan berakibat lemahnya kontrol dan cenderung merugikan masyarakat diakibatkan lemahnya wewenang DPRD.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang direpresentasi oleh anggota dewan dari berbagai partai politik sudah saatnya menjadi institusi yang berwibawa, pro terhadap kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kewibawaan lembaga legislatif sangat ditentukan oleh kompetensi dan profesionalitas anggota dewan dalam setiap inisiatif keputusan.  Meski DPRD terdiri dari bermacam-macam partai politik, namun setelah duduk menjadi anggota dewan jelas menjadi pejuang dan penyambung lidah rakyat.
Kompetensi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 dengan lahirnya Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 ini sangat menarik untuk teliti, mengingat dinamika yang ada dalam masyarakat sangat tinggi dan beragam. Hal ini terlihat dengan banyaknya aspirasi masyarakat dari yang langsung disampaikan kepada DPRD Kabupaten Kaimana yang merefleksikan peran lembaga legislatif ibarat dokter ahli, yang harus dapat segera menyembuhkan berbagai macam penyakit pasien. Tingginya ekspektasi rakyat tersebut tentu harus diimbangi dengan kinerja dan kompetensi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014.
Dalam konteks sebagai lembaga legislasi daerah, keberadaan DPRD Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 dapat dilihat pada produktivitas pembuatan Peraturan Daerah atau Keputusan DPRD. Namun, sampai saat ini produktivitas DPRD Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 masih rendah di bidang legislasi. Dari produk hukum yang ada sebagian besar merupakan inisiatif pemerintah daerah. Padahal sejatinya anggota legislatif yang baik adalah dilihat dari banyaknya usulan UU yang diajukan. Selain rendahnya inisiatif anggota dewan dalam hal pengajuan produk hukum, permasalahan lainnya adalah kenyataan bahwa terkadang pemerintah daerah bisa menghalangi sebuah Rancangan Peraturan Daerah.
Selain itu banyak juga kualitas Peraturan Daerah yang dihasilkan lemah. Ini terjadi karena tak jarang produk hukum yang akan dikeluarkan hanya didiskusikan dalam waktu yang singkat saja. Tidak ada debat-debat yang ilmiah juga tidak dilengkapi dengan survei atau ujicoba sebelumnya sehingga tak jarang sebuah produk hukum ketika dikeluarkan akan mendapat banyak tantangan dari para ahli, akademisi, maupun masyarakat kebanyakan. Anggota DPRD Kabupaten Kaimana periode 2009-2014 seharusnya bisa memperbaiki sejumlah hal yang menjadi kendala anggota dewan sebelumnya. Banyaknya muka baru seharusnya membuat kinerja anggota Dewan lebih segar dan bertenaga.
Kondisi faktual menunjukkan bahwa maraknya penilaian terhadap kompetensi DPRD merupakan hal yang wajar, karena masyarakat luas dalam iklim kebebasan di masa reformasi ini dapat melihat dengan jelas sepak terjang DPRD, dan hal tersebut juga telah menjadi sasaran tembak eksekutif dalam kritik balasannya terhadap Dewan. Hal ini tentu membutuhkan pemikiran baru yang bersifat terobosan (breakthrough) dan progresif, sehingga dapat menjadi dampak bagi peningkatan kompetensi DPRD Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan dan kompetensi DPRD Kabupaten Kaimana yang dituangkan dalam Tesis dengan judul: Implementasi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Terhadap Peningkatan Kompetensi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kaimana Periode 2009-2014 dalam Menjalankan Fungsi Legislatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...