Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang paling
meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam
moral, spiritual dan sosial. Dalam lingkungan keluarga masalah keteladanan
menjadi faktor penting dalam hal baik dan buruknya anak. Hal ini karena orang
tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak adalah contoh terbaik dalam
pandangan anak, yang akan ditirunya dalam segala tindak tanduknya dan sopan
santunnya disadari maupun tidak. Bahkan jiwa dan perasaaan seseorang anak
sering menjadi suatu gambaran kepribadian orang tuanya, baik dalam ucapan
maupun perbuatan.
Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya.
Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan
belum terbentuk. Orang tuanya merupakan arsitek atau pengukir kepribadian
anaknya. Sebelum mendidik orang lain, sebaiknya orang tua harus mendidik
pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung. Segala
informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran
dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak
tersebut. Apalagi anak yang berumur sekitar 3-6 tahun, ia senantiasa melakukan
imitasi terhadap orang yang ia kagumi (ayah dan ibunya).
Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat
orang tua harus ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan
anak-anaknya. Sekali orang tua ketahuan berbuat salah dihadapan anak, jangan
berharap anak akan menurut apa yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya
bagi orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra
putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi
anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak
dalam membentuk pribadinya.
Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan,
menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak. Sedangkan
ayah mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan kepribadian,
menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak
tambah berani dalam menghadapi kehidupan.
Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6
tahun) akan berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa mendatang. Sebab
kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk pengembangan di masa
dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus sebanyak mungkin memberikan
keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan anak untuk menirunya.
Sebab keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku anak. Apa yang
dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi tradisi bagi anak.
Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan
menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu:
a. Keteladanan dalam ibadah.
a.
Keteladanan bermurah hati.
b.
Keteladanan kerendahan hati.
c.
Keteladanan kesantunan.
d.
Keteladanan keberanian.
e.
Keteladanan memegang akidah
Karena obyeknya anak (kanak-kanak) tentunya bagi orang tua
dalam memberikan teladan harus sesuai dengan perkembangannya sehingga anak
mudah mencerna apa yang disampaikan oleh bapak ibunya. Sebagai contoh agar anak
membiasakan diri dengan ucapan “salam”, maka senantiasa orang tua
harus memberikan ajaran tersebut setiap hari yaitu hendak pergi dan pulang ke
rumah (keteladanan kerendahan hati). Yang penting bagi orang tua tampil
dihadapan anak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya semua itu akan
ditirunya.
Dalam sistem pendidikan Islam tahapan-tahapan perkembangan
manusia menyangkut perkembangan fisik dan psikis yang kemudian dituangkan dalam
bentuk prilaku oleh anak didik itu belum cukup tetapi perlu ada realisasi
edukatif yang dilaksanakan oleh pendidik. Ini sebagaimana pemahaman dari anak
didik bahwa mereka berharap apa yang telah diajarkan oleh pendidik
direalisasikan dalam bentuk perbuatan. Hal ini tidak akan mungkin terjadi jika
anak didik tidak melihat pendidik sendiri melaksanakannya. Tindakan dan prilaku
yang konkrit sangat dibutuhkan.
Kecenderungan untuk meniru merupakan salah satu karakter
dasar manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berkembang manjadi lebih
baik dan dinamis melalui proses interaksi sosial. Potensi meniru sering muncul
terutama ketika manusia mengalami kebimbangan, kegalauan dan berbagai macam
krisis lainnya. Keadaan demikian menghantarkan untuk mencari panutan untuk
mencari pegangan dan peneguhan sikapnya. Biasanya seseorang akan meniru
orang-orang yang dekat dengannya. Dalam keluarga anak akan meniru kepada orang
tuanya, di sekolah mereka akan meniru pendidiknya dalam hal ini gurunya dan
dalam masyarakat mereka akan senang meniru teman-teman sebayanya.
Keteladanan sebagai salah satu metode pendidikan Islam yang
sangat penting dalam proses pendidikan anak. Pada masa anak proses peniruan
individu sangat kuat. Karena itu proses pemberian contoh lebih mudah diterima oleh
anak daripada pemberian nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk.
Ikhwan Shofa (1997:71) menyatakan bahwa metode pemberian
contoh sangat dibutuhkan dalam pengajaran. Anak akan mudah menerima pelajaran
dengan contoh karena pengenalan hal-hal yang konkrit lebih banyak menolong
mereka memahami sesuatu. Terhadap yang ruwet sekalipun bisa dijelaskan dengan
menggunakan contoh-contoh. Ahli sosial menyatakan bahwa banyak tingkah laku
belajar manusia melibatkan tiruan. Di berbagai situasi seseorang mengerjakan
sesuatu bukan dengan melalui respon tetapi mengerjakan apa yang dilihat dari
orang lain. Ini harus diperhatikan oleh para pendidik bahwa dalam proses
pendidikan anak, keteladanan merupakan metode yang paling efektif karena anak
akan mudah menerima pesan yang disampaikan.
Dengan keteladanan maka pesan yang disampaikan oleh pendidik
akan difahami dengan jelas oleh peserta didik. Karena bagaimanapun anak tidak
mudah memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Ketika pendidik mengajarkan agar
anak selalu bersih, rapi, dan menjaga kesehatan maka seorang anak pun tidak
akan hidup demikian jika melihat pendidik masih dalam kesemerawutan.
Pendidikan dengan keteladanan merupakan metode yang
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam membentuk kepribadian anak.
Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak.
Teladan yang baik sangat berpengaruh pada jiwa, memberikan bekas yang baik
dalam membentuk kepribadian anak, mendidik dan mempersiapkannya.
Rasulullah memberikan keteladanan terhadap akhlak mulia,
kerendahan hati, berpolitik, keteguhan memegang prinsip, dan jasmani. Dalam
pendidikan jasmani Rasululah memberikan keteladanan kepada juara gulat Rukanah
dan orang-orang yang mempunyai kekuatan. Sesungguhnya, kebutuhan manusia akan
teladan yang baik tumbuh dari naluri dalam jiwa seluruh manusia. Teladan
merupakan keinginan alami dalam diri anak untuk meniru dan meneladani apa yang
membuat apa yang membuat dirinya takjub, entah dari mana pembicaraan, cara
bergaul, maupun adat istiadat.
Teladan yang baik sangat berpengaruh pada jiwa, meninggalkan
bekas yang baik dalam kepribadian anak, mendidik dan mempersiapkannya. Betapa
pentingnya peranan pendidik menjadi teladan. Karena sebagai seorang anak akan
meniru bagaimana ia rileks, makan sehat, dan kehidupan lainnya yang tidak
menyimpang dari aturan-aturan kesehatan. Keteladanan mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam proses pendidikan anak. Dengan keteladanan seorang anak akan
mempunyai pegangan yang kuat dalam menjalankan kehidupannya dalam mencapai
kedewasaan dan kesempurnaan hidup.
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang
berpengaruh dan terbukti dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral,
spiritual dan etika sosial anak. Mengingat orang tua (pendidik) adalah seorang
figure terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya,
disadari atau tidak akan ditiru oleh anak -anaknya. Bahkan bentuk perkataan,
perbuatan dan tindak tanduknya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.
Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting
dalam membentuk baik buruknya anak. Jika orang tua jujur, dapat dipercaya,
berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk
dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika orang tua (pendidik)
adalah seorang pembohong, penghianat, orang yang kikir, penakut dan hina, maka
sianak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.
Dilihat
dari segi sifatnya dapat dibedakan dua macam keteladanan, yaitu sengaja dan
tidak sengaja. Keteladanan yang disengaja adalah keadaan yang sengaja diadakan
oleh pendidik agar diikuti atau ditiru oleh peserta didik, seperti memberikan
contoh membaca yang baik dan mengerjakan salat dengan benar. Keteladanan ini
disertai penjelasan atau perintah agar diikuti. Keteladanan yang tidak
disengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan
sebagainya. Dalam pendidikan Islam, kedua macam keteladanan tersebut sama
pentingnya. Keteladanan yang tidak disengaja dilakukan secara informal,
sedangkan yang disengaja dilakukan dengan formal. Keteladanan yang dilakukan
secara informal itu kadang-kadang lebih efektif daripada yang formal.
Keteladanan
merupakan teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Hal itu berlaku terutama
bagi anak-anak usia sekolah. Kondisi tersebut disebabkan oleh ketertarikan dan
kesenangan anak. Anak-anak pada masa usia sekolah tertarik dan senang dengan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa
dalam lingkungan mereka.
Pendidikan
akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi pekerti
yang mulia (akhlaq karimah). Proses tersebut tidak terlepas dari pembinaan
kehidupan beragama peserta didik secara totalitas. Keteladanan yang baik sangat
penting dalam pembinaan akhlak. Dengan kecenderungan senang menirunya, anak
mudah mereduplikasi apa saja yang dilihatnya, bukan hanya yang baik, melainkan
juga yang jelek. Sehubungan dengan ini, pendidik harus memanfaatkan peluang,
baik dengan penampilan pribadinya maupun dengan mengkondisikan lingkungan
sekitar anak.
Bila
anak sering melihat orang tuanya saling menolong dan bergaul dengan baik, maka
anak dengan mudah berprilaku seperti itu pula. Ucapan yang sering didengar anak
sangat mudah ditirunya. Setelah sering meniru, apa yang ditiru akan menjadi
kebiasaan dalam kehidupan anak. Kebiasaan merupakan hal sulit ditinggalkan
begitu saja.
Sebagai
bukti tentang urgensi keteladanan dapat dilihat dalam kenyataan. Dalam kelompok
anak yang sering berbicara kasar dan tidak sopan, sulit ditemukan anak yang
lemah lembut dan sopan. Kondisi rumah tangga yang tidak harmonis dan selalu
diwarnai oleh pertengkaran berpeluang besar untuk melahirkan anak yang kasar.
Bila
orang tua mendambakan anaknya menjadi seorang yang dermawan, maka ia harus
memperlihatkan perilaku suka memberi kepada anaknya. Ingat! Bila anak melihat
orang tuanya mengusir pengemis, maka kelah ia akan seperti itu pula. Bahkan
mungkin lebih kasar lagi. Oleh sebab itu, orang tua perlu hati-hati dalam
bertindak karena tindakannya yang diketahui oleh anak sangat besar pengaruhnya.
Upaya menumbuhkan-kembangkan akhlakul
karimah merupakan taggung jawab bersama, yakni keluarga, sekolah, pemerintah,
dan masyarakat. Keempat institusi tersebut memiliki tanggung jawab bersama
untuk mendarah-dagingkan akhlakul karimah, terutama di kalangan generasi muda.
Hampir setiap hari melalui media masa kita disuguhi munculnya fenomena amukan
massa di beberapa kota besar yang ditandai dengan pembakaran pusat pertokoan,
penghancuran tempat ibadah, bahkan perusakan kantor polisi maupun berbagai
kalangan. Untuk menghindari terulangnya serangkaian peristiwa amukan tersebut,
di samping perlu dicari akar masalahnya dan diselesaikan, fenomena tersebut
hendaknya dijadikan pemicu gerakan pendidikan moralitas bangsa, dengan
menjadikan akhlakul karimah sebagai acuan utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar