Kamis, 29 September 2011

Multikultural dan Filsafat Pendidikan Islam


Pendidikan selalu berkaitan dengan tujuan terwujudnya keserasian hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam sekitarnya. Makin tinggi keserasian hubungan tersebut, maka makin dekat pula terwujudnya tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan alat yang penting untuk mengembangkan potensi kehidupan manusia dalam rangka menumbuhkan dan memajukan peradaban manusia.
Aktivitas pendidikan harus sesuai dengan roda perkembangan zaman, di mana kita sekarang berada pada era modern sehingga pendidikan dituntut untuk memberikan kontribusi pemikiran, sikap dan tindakan guna menumbuhkembang-kan potensi peradaban manusia menuju keserasian hidup yang dikehendaki agama, bangsa dan negara.
Sistem pendidikan Islam merupakan satu metode dan sistem yang khas, baik dari segi alat maupun tujuannya, sehingga dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi interaksi yang luas antara Islam dengan berbagai sistem pendidikan dan sistem kehidupan. Dalam pemikiran atas pendidikan Islam, tidak dikenal adanya pengkotakan dalam sistem pendidikan. Kalau dikatakan penggolongan dalam sistem pendidikan, maka Islam itu sendiri adalah sistem pendidikan yang utuh. Namun dalam kenyataan seringkali ada perbedaan pandangan dalam sistem pendidikan Islam. Akibatnya, sasaran pembinaan peserta didik yang berorientasi vertikal menjadi tumpul dan mandul, sedangkan orientasi horizontal yaitu pada segi pemanfaatan keilmuwan menjadi dangkal.
Proses pendidikan Islam harus mengacu kepada keutuhan orientasi disiplin pendidikan yang memandang manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan selain itu juga berpegang kepada kefitrahan manusia. Sistem pendidikan Islam yang selama ini masih kurang integratif atau terpadu dan ekslusif perlu dibenahi dan ditata kembali sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang digariskan ajaran Islam
Fenomena yang terjadi saat ini adalah maraknya pola pendidikan agama yang berwawasan multikultural. Wacana pendidikan multikultural salah satu isu yang mencuat kepermukan di era globalisasi yang mengandaikan bahwa pendidikan sebagai ruang tranformasi budaya hendaknya selalu mengedepankan wawasan multikultural, bukan monokultural. Untuk memperbaiki kekurangan dan kegagalan, serta memebongkar praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Sebagaimana yang masih kita ketahui peranginya dalam dunia pendidikan nasional kita, bahkan hingga saat ini.
Dalam konteks ini, pendidikan multikultural merupakan pendekatan progresif, pendekatan ini sejalan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan yang termaktub dalam Undang-Undang dan Sistem Pendidikan (SISDIKNAS) Tahun 2003 pasal 4 ayat 1, yang berbunyi bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskrinminatif dengan menjunjung tinggi hak asai manusia (HAM), nilai agama, nilai kultur, dan kemajemukan bangsa”.[1]
Pendidikan multikultural juga didasarkan pada keadilan sosial dan persamaan hak dalam pendidikan. Dalam doktrin Islam, ada ajaran kita tidak boleh membeda-beda etnis, ras dan lain sebagainya. Manusia sama, yang membedakan adalah ketaqwaan kepada Allah SWT. Dalam kaitanya dengan pendidikan multikultural hal ini mencerminkan bagaimana tingginya penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak ada pembedaan dan pembatasan di antara manusia dalam haknya untuk menuntut atau memperoleh ilmu pengetahuan.
Dengan menggunakan berbagai macam cara dan strategi pendidikan serta mengimplementasikanya yang mempunyai visi dan misi yang selalu menegakan dan mennghargai pluralisme, demokrasi dan humanisme, diharapkan para generasi penerus menjadi ”Generasi Multikultural” yang menghargai perbedaan, selalu menegakan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan yang akan datang.
Pendidikan dan masyarakat multikultural memiliki hubungan timbal balik. Artinya, bila pada satu sisi pendidikan memiliki peran signifikan guna membangun masyarakat multikultural, disisi lain masyarakat multikultural dengan segala karakternya memiliki potensi signifikan untuk mensukseskan fungsi dan peran pendidikan. Ini berarti, penguatan disatu sisi, langsung atau tidak langsung, akan memberi penguatan pada sisi lain.
Penguatan terhadap pendidikan, misalnya dengan memperbaiki sistem dan mengefektifkan kegiatan belajar, akan menambah keberhasilan dalam membangun masyarakat multikultural. Di sisi lain, penguatan pada masyarakat multikultural, yaitu dengan mengelola potensi yang dimiliki secara benar, akan menambah keberhasilan fungsi dan peran pendidikan umumnya. Implikasinya, dilakukannya penguatan pada kedua sisi secara simultan akan memberi hasil yang optimal, baik dari sisi peran pendidikan maupun pembangunan masyarakat multikultural sendiri.
Sebagai suatu pandangan, hendaknya pluralitas agama tidak boleh dipandang hanya sebatas kognitif semata bukan hanya sekedar menghafal nama-nama Tuhan, malaikat, dan nabi atau rasul serta nama atau tempat-tempat ibadah saja melainkan dan lebih penting lagi bahwa ini merupakan masukan yang akan melahirkan sikap apresiatif yang akan melandasi suatu perbuatan, karena inti dari Pendidikan Agama Islam ialah selain dari menumbuhkan budaya kritis dan kreatif dan juga bukan hanya meningkatkan kemampuan ritual dan keyakinan tauhid semata, melainkan juga meningkatkan akhlak sosial dan kemanusiaan. Oleh sebab itu, dalam perkembangan masyarakat yang pluraritas ini, realitas kemajemukan agama merupakan tantangan bagi pendidikan agama Islam.
Karena itu, selain dari religius study (studi agama) yang dibenahi, pada level pendidikan pun layak kiranya dikembangkan sebuah pendidikan berparadigma multikultularisme. Mengapa pada level pendidikan? Hal ini dikarenakan pendidikan di Indonesia seringkali mengabaikan persoalan ini, padahal kita menyadari betul bahwa pendidikan merupakan lading persemaian kesadaran multikulturalisme.
Corak pendidikan yang berkembang saat ini cenderung monokultur, hanya mengadopsi dan mempelajari budaya sendiri, bahkan budaya sendiri dianggap seperti ideologi yang harus diikuti. Kalau terus-terusan seperti ini selalu bersifat monokultur maka tidak heran kalau banyak dari masyarakat yang tidak menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini sangat beraneka ragam (multikultur), yang mana dalam kehidupan ini mereka harus bergaul antara yang satu dengan yang lainnya dengan cara sopan santun dan berakhlak mulia. Bukan dengan cara bertikai atau membuat kerusuhan sehingga banyak memakan korban jiwa, harta, keluarga dan yang lainnya.
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka di era globalisasi dan informasi yang sarat dengan pluralisme dan multikulturalisme seperti sekarang ini, Pendidikan Islam sedang mendapat tantangan karena ketidakmampuannya dalam membebaskan peserta didik keluar dari eksklusivitas beragama.  
Di sekolah-sekolah Islam dari levelnya yang paling rendah (Madrasah Ibtidaiyah) bahkan dari Taman Kanak-Kanak (TK) dan sampai ke Perguruan Tinggi (PT), fenomena ini tumbuh subur. Paradigma pendidikan Islam yang eksklusif. Doktrin ini telah menciptakan kesadaran umatnya untuk memandang agama lain secara amat berbeda, bahkan bermusuhan. Kondisi inilah yang menjadikan Pendidikan Islam sangat eksklusif dan tidak toleran. Padahal di era pluralisme dan multikuluralisme dewasa ini, pendidikan Islam mesti melakukan reorientasi filosofis paradigmatik tentang bagaimana membentuk kesadaran peserta didiknya berwajah inklusif dan toleran. Inilah tantangan serius dalam mengembangkan pendidikan Islam di tanah air Indonesia. Sementara itu, sejatinya pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bersifat integratif untuk sepenuhnya berorientasi pada tujuan Islam. Keterpaduan ini akan menghapuskan ambivalensi orientasi dan adanya dikotomi serta menghidupkan kembali sistem pendidikan menurut pandangan Islam yang berorientasi masa depan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk mengkajinya dalam suatu skripsi dengan judul “Pendidikan Multikultural ditinjau dari Perspektif Filsafat Pendidikan Islam” yang menurut penulis tentang permasalahan tersebut sangat urgen dan menarik untuk diteliti secara lebih mendalam. Karena hal ini mempunyai implikasi yang sangat luas terhadap kehidupan keberagaman di Indonesia yang erat dengan pluralisme dan multi-kulturalisme.


[1]  UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, 2003, hal.5

1 komentar:

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...