Teori
harapan (expectancy theory) yang
dikemukakan Victor H. Vroom dalam Gibson (1991:147), menjelaskan bahwa
“orang-orang atau pegawai akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal
tertentu, jika mereka yakin bahwa dan presentasinya itu mereka akan dapat
mengharapkana imbalan yang besar. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa “Motivation as a
process governing choices among alternative form of Voluntary activity, in his
view, most behaviors are under the voluntary Activily. ln his view, most
behaviors are under the voluntary control of the person and are consequently
motivated”. Motivasi
sebagai proses pengaturan pilihan di antara sejumlah altematif aktivitas kerja,
perilaku berada dalam kendali individu dan melalui hal tersebut individu
dimotivasi. Ditegaskan lebih lanjut oleh Greenberg
(1995: 159) bahwa:
Theory expectancy asserts that people are motivated to work when
they expect that they will be able to achieve the things they want from their
jobs. Expectancy theory characterizes people as rational beings who think about
what they have to do in rewarded and how much the reward means to them before
they perform their jobs
Menurut pendapat Greenberg, teori
harapan menegaskan bahwa individu termotivasi untuk bekerja jika punya harapan
untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dan pekerjaannya. Individu mempertirnbangkan pekerjaan yang
akan dilakukan dengan melihat berbagai kemungkinan ganjaran dan pekerjaan
tersebut. Motivasi kerja pegawai dalam organisasi tergantung pada harapannya.
Seseorang mungkin melihat kernungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan
gaji, kenaikan pangkat, jika seseorang bekerja dengan giat. Kenaikan pangkat
atau gaji inilah menjadi perangsang (stimulus) seseorang dalarn bekerja giat.
Dengan demikian seseorang memilih cara bertingkah laku diantara alternatif
tindakan, berdasarkan harapan yang bagaimana akan diperoleh dan setiap tindakan
yang akan dilakukan.
David
Nadler dan Edward Lawler dalam Stoner (1998: 448) menguraikan empat macam
asumsi mengenai tingkah laku pegawai dalam organisasi yang menjadi dasar
pendekatan harapan yaitu:
1.
Behavior
is determined by a combinatoin off actors in the individual and in the
environment,
2.
Individuals
make conscious decisions about their behavior in the organization;
3.
Individuals
have dfferent needs, desires, and goals; and
4.
Individuals
decide between alternative behaviors an the basis of their expectations that a
given behavior will lead to a desired outcome.
Tingkah
laku individu dalam organisasi ditentukan oleh bagaiman perpaduan antara
faktor-faktor dalam diri dan faktor dan lingkungan kerja, berapa besar
keyakinannya organisasi akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai
imbalan atas usaha yang dilakukannya itu, kekuatan yang memotivasi seseorang
untuk bekerja giat dalam mengerjiakan pekerjaannya berbeda-beda tergantung dan
hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan butuhkan dan hasil
pekerjaan itu, dan keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh
kepuasannya, maka seseorang akan bekerja keras, dan sebaliknya.
Rumusan teori harapan (expectancy theory) V. H Vroom
dikemukakan dalam Robins (1996:215):
“Teori
harapan berargumen bahwa kekuata suatu kecenderungan untuk bertindak dalam
suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan
itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran
tersebut bagi individu itu. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan
mengatakan bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya
yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian
kinerja yang baik; suatu penilaian yang
baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti suatu bonus,
kenaikan gaji, atau suatu promosi dan ganjaran-ganjaran itu akan memuaskan
tujuan-tujuan pribadi karyawan itu. Oleh karena itu, teori itu memfokuskan pada
tiga hubungan yaitu:
1. Hubungan
upaya – kinerja: Prioritas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan
sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja
2.
Hubungan kinerja – ganjaran: Derajat
sejauhmana individu itu meyakin bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu
akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3.
Hubungan ganjaran – tujuan pribadi:
Derajat sejahmana ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi tujuan-tujuan atau
kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial
tersebut untuk individu itu”.
Inti teori harapan adalah kuatnya
kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada
kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran
tertentu dan daya tarik dan keluaran tersebut bagi individu. Teori ini berfokus
pada tiga hubungan yaitu: hubungan upaya kinerja, adaiah berkenaan dengan
harapan kemungkinan individu mencapai apa yang diinginkan dengan melakukan
upaya tertentu. Hubungan kinerja-ganjaran, yaitu indeks yang merupakan tolak
ukur berapa besarnya organisasi akan memberikan penghargaan atas hasil usahanya
untuk pemuasan kebutuhannya; dan hubungan ganjaran-tujuan pribadi, adalah suatu
intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan preferensi basil
yang dapat dilihat oleh setiap individu. Greenberg (1993:159) selanjutnya
menambahkan: “Expectancy theorists agree
that motivation is the result of three diferent types of beliefs that people
have. These are as follows Expectancy Instrumentality Valence”.
Menurut
teori harapan, motivasi adalah hasil dan tiga macam perasaan yaitu harapan,
instrumental dan valensi. Harapan (expectancy)
adalah keyakinan individu bahwa suatu, perilaku tertentu (effort) akan diikuti oleh tertentu (perfonmance) Instrumentalitas (instrumentality)
adalah kenyakinan individu bahwa kerjanya yang sukses (Performance). Menjadikan ia menerima imbalan (reward) dan valensi imbalan (valence
of reward) adalah imbalan atau hasil yang paling dibutuhkan seseorang yang
menjadi kekuatan dan pilihan seseorang terhadap suatu hasil tertentu. Teori
juga mengakui bahwa motivasi salah satu dan sejumlah faktor lain yang ikut
membentuk prestasi kerja. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa
formula yang digunakan mengukur motivasi kerja pegawai berdasarkan teori
harapan adalah: Motivasi = Valensi x Harapan x Instrumen. Untuk menjelaskan
teori harapan, perlu diuraikan beberapa istilah penting dalam teori tersebut.
1. Valensi
Valensi
yang dimaksudkan dan teori harapan, mengacu pada pendapat Davis and Newstrom (1993:148) yakni, valance refert to strength of a person’s preference for receiving a
reward. It is an expression of the amaunt of one’s desire of the goal.
Valensi mengacu pada kekuatan preverensi seseorang terhadap perolehan imbalan.
Ini merupakan ungkapan kadar keinginan
dan kebutuhan seseorang yang paling dibutuhkan, dan valensi setiap pegawai
berbeda-beda yang dikondisikan oleh pengalaman masing-masing individu. Individu yang memiliki preferensi positif
atau negatif terhadap suatu hasil akan berakibat pada valensi yang positif atau
negatif.
Selanjutnya Gibson (1996:355)
menambahkan bahwa “valensi merupakan nilai yang diletakkan oleh seseorang pada
berbagai hasil hasil (pengharapan atau hukuman)”. Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang pegawai untuk mencapai
tujuan kerja. Valensi lebih menguatkan pilihan seorang pegawai untuk suatu
hasil jika seorang pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan suatu
valensi dikatakan nihil, jika seorang pegawai tidak peduli akan pencapaian
tujuan tertentu, dan valensi negatif adalah jika seorang pegawai lebih suka
untuk tidak mencapai tujuan tertentu, akibatnya tidak ada motivasi kerja
Sebaiknya valensi dikatakan positif, jika pegawai dapat memilih dan lebih
menyenangi pencapaian tertentu.
Valensi
lebih menguatkan pilihan seorang pegawai untuk mencapai tujuan kerja, jika
seorang pegawai mempunyai hasrat yang kuat untuk mencapai prestasi kerja, maka
berarti valensi pegawai tersebut tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Valensi tersebut timbul dan dalam diri
pegawai yang dikondisikan melalui pengalaman. Artinya jika seorang pegawai
mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka dinilai positif jika
ia berhasil, jika tidak dinilai negatif, dan jika hasilnya berbeda dinilai nol.
2. Harapan (Expectancy)
Harapan (Expectancy) merupakan kemungkinan
pegawai organisasi mencapai apa yang diinginkannya dngari melakukan upaya
tertentu. Gibson et al. (1996:355) mengemukakan sebagai berikut:
“Bahwa
individu termotivasi pada pekerjaan untuk membuat pilihan di antara perilaku
yang berbeda, contohnya tingginya upah kerja. Seseorang mungkin memilih untuk
bekerja pada suatu tingkat rata-rata atau tingkat yang dipercepat. Pilihan
ditentukan oleh individu tersebut. Jika seseorang percaya bahwa upaya
bekerjanya akan cukup dihargai, akan terdapat upaya yang termotivasi; sebuah
pilihan akan dibuat untuk bekerja sehingga imbalan yang diinginkan akan
diterima. Logikanya motivasi pengharapan adalah bahwa individu mengerahkan
upaya kerja mereka untuk mencapai kinerja yang menghasilkan imbalan yang
dinginkan”.
Harapan
ditujukan pada keyakinan seseorang berkaitan dengan kemungkinan bahwa suatu
perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu. Harapan, adalah suatu kesempatan yang
diberikan akan terjadi karena suatu perilaku Harapan mempunyai nilai berkisar
antara nol sampai positif satu. Harapan nol menunjukan bahwa tidak kemungkinan
sesuatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu dilakukan.
Harapan positif satu menjukan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul
mengikuti suatu tindakan atau perilaku yang telah dilakukan Harapan ini
dinyatakan dalam kemungkinan (probabilitas).
Harapan merupakan kemungkinan pegawai mencapai apa yang diinginkannya dengan
melakukan upaya tertentu. Harapan pegawai
berhubungan dengan keyakinan pegawai pada suatu perilaku tertentu yang
memungkinkannya mencapai hasil yang diharapkan. Suatu harapan dikatakan nihil,
menunjukan tidak adanya kemungkinan bahwa suatu hasil akan muncul sesudah
tindakan dilakukan.
Setiap individu dalam lingkungañ kerja
mempunyai suatu harapan usaha prestasi (effort-prformance).
Harapan ini menunjukan persepsi individu mengenai beratnya mencapai perilaku
tertentu, dan mengenai probabilitas dan tercapainya perilaku tersebut.
Disamping hal ini, ada juga harapan tentang prestasi perolehan (performance-outcome), artinya dalam
setiap pikiran individu dan perilaku dihubungkan dengan perolehan (imbalan atau
hukuman).
3. Instrumentalitas
Instrumentalitas
merupakan gambaran keyakinan pegawai bahwa suatu imbalan atau hadiah akan
diterima apabila tugas diselesaikan dengan baik. Keyakinan individu tersebut
dikaitkan pula bahwa apa diperoleh sebagai hasil langsung dan prestasi kerja
(hasil tingkat prtama) akan berhubungan dengan perolehan pada hasil tingkat
kedua. Gibson et al. (1996:355) mengemukakan bahwa “instrumentalis adalah
keyakinan bahwa perilaku tertentu akan atau tidak akan membawa keberhasilan.
Hal ini merupakan kemungkinan subyektif”.
Sedangkan menurut Davis & Newstrom
(1985:91) menyatakan bahwa:
“Instrumentalitas
menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan memperoleh suatu imbalan apabila
tugas dapt diselesaikan. Di sini pegawai melakukan kata putus (judgement)
subyektif lainnya tentang kemungkinan bahwa organisasi menghargai prestasi itu
dan akan memberikan imbalan jasa atas dasar kemungkinan”.
Instrumentalitas
adalah konsep dimana seseorang menganggap bahwa ada hubungan antara hasil
tingkat pertama dan hasil tingkat kedua. Nilai instrumentalitas negatif jika
seseorang berpersepsi hasil tingkat kedua dapat tercapai tanpa hasil tingkat
pertama. Dan positif jika menunjukan bahwa hasil tingkat pertama itu perlu agar
hasil tingkat kedua dapat tercapai. Hasil tingkat pertama berkaitan dengan
kinerja, yaitu berkenaan dengan tingkat perbandingan antara kinerja dan hasil
yang selayaknya langsung diperoleh nilai perolehan imbalan seseorang langsung
dikaitkan pula dengan harapan pencapaian hasil yang lebih tinggi (hasil tingkat
kedua) untuk mencapal rasa kepuasan. Hubungan hasil tingkat kedua dengan
keinginan, erat kaitannya dengan prestasi kerja yang dicapai pada hasil tingkat
pertama, dimana seseorang nantinya menerima imbalan yang lebih baik tergantung
apa yang telah dicapai pada usaha kerja keras seseorang.
Kekuatan
yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaan
tergantung dan hubungan (Bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan
diperoleh) antara apa yang diinginkan dan butuhan dengan hasil dan pekerjaan tersebut
(effort-expended). Individu
mengharapkan (expectancy) konsekuensi
tertentu dan pekerjaannya, harapan ini nantinya akan mempengaruhi keputusan
cara bekerja (level of peformance).
Nilai tertentu dari imbalan yang diharapkan individu mengenai upaya yang
dilibatkan untuk memperoleh imbalan tersebut dan kemungkinan pencapaiannya,
untuk menghasilkan upaya ke arah tingkat prestasi tertentu (high productivity). Tingkat prestasi yang dihasilkan ini menyebabkan imbalan yang
inheren dalam pelaksanaan tugas (first-level
outcomes) Individu mempunyai persepsi (intrumentality)
mengenai kepantasan seluruh perangkat imbalan yang telah diterima, apabila
diukur dengan imbalan yang sesungguhnya akan diterima berüpa ganjaran
organisasional (second level outcomes)
berupa: penghargaan, promosi, kenaikan gaji, kesetiakawanan dan dan lain-lain,
dan ganjaran tersebut akan mernuaskan tujuan individu. Bila keyakinan yang
diharapkan untuk memperoleh kepuasannya maka pegawai akan bekerja keras pula.