Supervisi
sering didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan
organisasi dan manajemen dapat tercapai (Kertonegoro, 1994:157). Pengertian ini
menunjukkan adanya hubungan antara perencanaan dan pengawasan. Dalam kenyataan,
langkah awal proses pengawasan adalah perencanaan, penetapan tujuan, standar
atau sasaran suatu kegiatan.
Fungsi
pengawasan manajemen juga berhubungan erat dengan fungsi-fungsi manajerial
lainnya. Pengawasan adalah pengukuran, dan koreksi atas pelaksanaan kerja
dengan maksud untuk mewujudkan kenyataan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan
organisasi dan rencana yang disusun dapat atau telah dilaksanakan dengan baik.
Manajemen supervisi
adalah proses seorang manager yakin bahwa kegiatannya sesuai dengan kegiatan
yang direncanakan. Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang
sistem informasi unpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan,
serta mangambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan-tujuan (Mockler, 1972:2).
Supervisi banyak
diterapkan di instansi atau lembaga kependidikan untuk meningkatkan mutu
pengajaran. Pengertian supervisi pendidikan secara sederhana adalah supervision in an administratif process with
an educational purpose (Williamson, 1986:36). Pandangan ini
menekankan bahwa supervisi merupakan proses yang melibatkan fungsi-fungsi yang
berhubungan dengan administrasi pengajaran. Lebih spesifik pengertian supervisi
dilihat sebagai upaya memberi bantuan dalam membangun situasi mengajar yang
semakin baik yang mana peran supervisor menjadi pemberi semangat, penolong dan
saling berbagi (sharing) dari pada
pengatur atau pemerintah (directing).
Sergiovanni
mengemukakan bahwa (1) supervisi lebih bersifat proses dari pada peranan, (2)
supervisi adalah suatu proses yang digunakan oleh pegawai (personalia) sekolah
yang bertanggungjawab terhadap aspek-aspek tujuan sekolah dan yang bergantung
secara langsung kepada pegawai (personalia) yang lain untuk menolong mereka
menyelesaikan tujuan sekolah itu (Pidarta, 1999:2).
Pernyataan
tersebut memandang supervisi sebagai suatu proses yang terjadi antara individu
tertentu untuk mendorong para pegawai lainnya dalam usaha mencari dan menyelesaikan
tujuan-tujuan pendidikan. Kepala sekolah dan guru saling bergantung untuk
bekerja sama mencapai tujuan pendidikan.
Para
peneliti pendidikan sepakat bahwa kegiatan supervisi mengubah pengajaran
menjadi menjadi lebih meningkat. Neagley dan Evans (1980:1) mengatakan bahwa supervision
is conceived as service to teachers, both as individuals and in groups. Supervision is a jeans of offering to teachers specialized help in
improving instruction”. Supervisi yang dilakukan hanya alat alat yang
ditawarkan kepada guru khususnya dalam membantu meningkatkan pembelajaran.
Supervisi hadir karena satu alasan
yang menurut Sutisna (1982:74) adalah:
untuk memperbaiki mengajar dan belajar serta untuk membimbing
pertumbuhan kemampuan dan kecakapan profesional guru. Supervisi mendorong guru
menjadi lebih berdaya, dan situasi pembelajaran menjadi lebih baik dan efektif,
guru menjadi lebih puas dalam melaksanakan tugasnya. Ini berarti kedudukan
supervisi merupakan komponen strategis dalam administrasi pendidikan.
Carrie dan Miller dalam Suhardan
(2006:32) menjelaskan bahwa bila tidak ada unsur supervisi, sistem pendidikan
secara keseluruhan tidak akan berjalan dengan efektif dalam usaha mencapai
tujuannya. Dengan demikian sistem pendidikan dapat berfungsi sebagaimana mestinya
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Sesuai dengan konsep ”core business” sekolah, Satori
(2001:4-5) menyatakan bahwa:
Untuk memenuhi fungsi quality
assurance, sasaran pengawasan pendidikan di sekolah harus diarahkan pada
pengamanan mutu layanan belajar mengajar (apa yang terjadi di kelas,
laboratorium atau di tempat praktek) dan mutu kinerja manajemen
sekolah/madrasah. Dalam tingkat analisis terhadap pengamanan mutu
layanan belajar-mengajar faktor guru paling dominan, sehingga pengawasan
pendidikan di sekolah menaruh perhatian pada akuntabilitas profesional guru.
Dalam analisis pengawasan mutu manajemen sekolah adalah kinerja manajemen
kepala sekolah.
Sasaran pengawasan pendidikan yang sifatnya tidak
langsung adalah kinerja para administrator pendidikan baik di lingkungan
Kemendiknas maupun di lingkungan
Kemenag untuk
memfasilitasi sekolah atau madrasah, menyelenggarakan manajemen sekolah atau madrasah
yang sehat dan berlangsungnya proses belajar mengajar yang bermutu. Artinya,
kegiatan pengawasan pendidikan di sekolah harus pula peduli pada tindakan
manajemen para praktisi pendidikan di tingkat struktural atau birokrat.
Pemberdayaan akuntabilitas
profesional guru dan kepemimpinan/ manajemen sekolah hanya akan berkembang
apabila didukung oleh penciptaan iklim dan budaya sekolah sebagai organisasi
belajar (learning organization),
yaitu suatu kondisi institusi di mana para
anggotanya menunjukkan kepekaan terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan yang dihadapi dan berupaya unuk menentukan posisi strategis bagi
pengembangan lembaganya. Mereka tidak hanya sekedar menjalan tugas pokok dan
fungsinya semata, tetapi juga memiliki sikap untuk selalu meningkatkan mutu
pekerjaannya, sehingga mereka harus mempelajari cara-cara yang paling baik (learning professional).
Sasaran pengawasan pendidikan menurut Satori (2001:7)
adalah menjadikan kepala sekolah, guru dan staf lainnya sebagai learning
professionals, yaitu para profesional yang menciptakan budaya belajar dan
mereka mau belajar terus menyempurnakan pekerjaannya. Budaya ini memungkinkan
terjadinya peluang inovasi dari bawah bottom
up changes/inovation dalam proses pembelajaran dan manajemen sekolah.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa sasaran utama pengawasan pendidikan di sekolah ada tiga
aspek: (1) Peningkatan mutu pembelajaran melalui peningkatan kemampuan dan
kinerja profesional guru, (2) Peningkatan mutu manajemen kepala sekolah dalam
rangka penciptaan organisasi sekolah yang kondusif dan iklim budaya belajar,
(3) Kinerja para administrator pendidikan, yakni tindakan manajerial para
personil pendidikan di tingkat birokrat (struktural).
Pembinaan
kemampuan profesional pengawas satuan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi pengawas baik kompetensi kepribadian, sosial, supervisi akademik dan
manajerial, profesional, maupun kompetensi penelitian dan pengembangan diri.
Dengan meningkatnya kompetensi pengawas diharapkan terjadi peningkatan
kinerjanya sehingga berdampak terhadap mutu pendidikan pada satuan pendidikan
yang dibinanya. Pembinaan diberikan kepada para pengawas satuan pendidikan
untuk semua kategori jabatan pengawas yakni pengawas pratama, pengawas muda,
pengawas madya dan pengawas utama.
Untuk dapat melaksanakan peran dan tugasnya seorang
pengawas akademik menurut Hassan (1997:23-24) minimal harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki
atau menguasai pengetahuan di bidang mata pelajaran yang diawasi pada tingkat
yang lebih tinggi dari pada yang dimiliki oleh guru yang hendak dibimbing dan
dinilai.
2. Memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai berbagai metode dan strategi pembelajaran khususnya mata
pelajaran yang bersangkutan serta pengalaman dalam mengajarkannya.
3. Memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai indikator keberhasilan maupun kegagalan dalam
mengajar.
4. Memiliki
kemampuan yang cukup dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan.
5. Memiliki
pengetahuan yang cukup dalam hal manajemen mutu pendidikan ditingkat sekolah,
khususnya tentang program pengendalian mutu (quality assurance)
6. Memiliki
kemampuan mempengaruhi, meyakinkan, serta memotivasi orang lain. Termasuk di sini
kemampuan dalam mengembangkan hubungan internasional.
7. Memilki
tingkat kemampuan intelektual yang memadai untuk dapat menemukan pokok masalah,
menganalisanya serta mengambil keputusan dari hasil analisis tersebut.
8. Memiliki
pengetahuan yang memadai dalam hal pengumpulan data secara sistematis serta
analisis terhadap data tersebut.
9. Memiliki
tingkat kematangan pribadi yang memadai, khususnya di bidang kematangan emosi.
Kriteria minimal untuk menjadi pengawas sekolah sesuai
pasal 39 PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, meliputi:
a. Berstatus
sebagai guru minimal 8 tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 tahun
pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi
b. Memilki
sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuaan pendidikan
c. Lulus
seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan (Lekdis, 2005:35). Dan bagi pengawas
SLTA minimal berkualifikasi pendidikan strata dua (S2) bidang pengawasan, serta
minimal berusia 50 tahun.
Pengawas
adalah sekelompok jabatan fungsional yang bertugas memonitoring, membimbing dan
membina kehidupan lembaga persekolan. Oleh karena itu para pengawas harus
tumbuh dan berkembang serta memiliki kompetensi profesional dalam melaksanakan
tugasnya, agar kinerja lembaga pendidikan dapat berjalan dan berkembang dengan
benar sesuai tuntutan kebutuhan. Selain itu dapat melahirkan kebijakan-kebijakan baru dalam memecahkan
masalah yang timbul dalam pelaksanaan tugasnya. Jadi Pengawas dapat berperan
sebagai seorang analis kebijakan dan memahami rumusan kebijakan. Apa,
bagaimana, siapa sasaran kebijakan, dan dampak dari kebijakan itu. Kalau
perumusan kebijakan pelatihan guru misalnya dapat dilaksanakan, maka pengawas
dapat mengamati dampak pelatihan itu melalui monitoring lapangan terhadap
kinerja guru paska pelatihan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar