Ruang lingkup
pelayanan publik dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 5 ayat (3) Pelayanan
barang publik meliputi:
a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang
dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang
dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pem-biayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendirian-nya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Pasal 5 ayat (4) pelayanan atas jasa
publik meliputi:
a. penyediaan jasa
publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
b. penyediaan jasa
publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya ver-sumber
dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. penyediaan jasa
publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaan-nya menjadi misi negara
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 5 ayat (7) pelayanan administratif meliputi:
a. tindakan
administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda.
b. tindakan
administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan
perjanjian dengan penerima pelayanan.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, bahwa yang dimaksud
dengan pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sarundajang (2002:211)
menyebutkan bahwa dalam era reformasi, organisasi pemerintah daerah sebagai
regulator dan fasilitator semakin dituntut untuk mem-berikan pelayanan kepada
masyarakat dengan lebih cepat (faster),
lebih baik (better) dan lebih murah (cheaper). Hal ini dipertegas oleh
pendapat Gaspersz (2008:37) bahwa pada umumnya pelanggan menginginkan produk
yang memiliki karakteristik lebih cepat (faster),
lebih murah (cheaper) dan lebih baik
(better).
Berkaitan dengan pelayanan
yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat, pelayanan untuk
masyarakat tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal usul
timbulnya pelayanan umum tersebut. Dengan kata lain, terdapat korelasi antara
kepentingan umum dengan pelayanan umum. Namun sebelum berbicara mengenai
pelayanan umum, perlu kiranya klarifikasi tentang pengertian “umum” itu
sendiri. Dari berbagai studi telaahan, istilah umum dimaksudkan sebagai
terjemahan dari kata public yang pengertiannya cukup luas.
Pelayanan yang dilakukan
pemerintah sering juga disebut sebagai pelayanan umum sebagaimana dikemuka-kan
oleh Wasistiono (2003:43) bahwa pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau
kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang dapat memberikan pelayanan umum
kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah-melainkan juga pihak
swasta. Pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial
dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara.
Sedangkan pelayanan umum oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari
keuntungan.
Menurut Saefullah (1999:5) pelayanan
umum (public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi penduduk
negara yang bersangkutan. Sementara pengertian pelayanan umum menurut Lukman
(1999:6) adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik
dan menyediakan kepuasan pelanggan.
Soebijanto (1992:200)
menyebutkan pelayanan umum adalah perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah mengurus hal-hal yang diperlukan khalayak ramai. Hal tersebut
meliputi masalah-masalah perizinan, keamanan, kebersihan dan kebutuhan
kehidupan yang lebih baik.
Supriatna (2000:144) mengemukakan pelayanan umum dalam
operasionalnya yang diberikan oleh peme-rintah kepada masyarakat dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu:
1.
Pelayanan umum yang diberikan tanpa memperhatikan
perorangan, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam hal ini adalah
pelayanan dalam menyediakan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan
pusat-pusat kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, perlindungan
keamanan dan pelayanan lainnya.
2.
Pelayanan yang diberikan secara perorangan,
pelayanan ini meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaan
kesehatan, memasuki lembaga pendidikan, memperoleh Kartu Tanda Penduduk,
kutipan Akta Kelahiran dan surat lainnya ataupun pembelian tiket perjalanan dan
sebagainya.
Plato (dalam Supriatna,
2000:140) mengatakan bahwa pelayanan umum merupakan proses politik dan
pemerintah yang mengandung unsur tranformasi nilai budaya guna menumbuhkan
kesadaran bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan yang dilandasi kearifan
dan kebijakan dari setiap manusia.
Aparat yang bersahabat dengan
empati yang tinggi merupakan bagian dari proses pelayanan yang seharusnya, sehingga
dengan sikap dan kepedulian pemerintah dalam melayani akan melahirkan respek
masyarakat terhadap pemerintah (Rasyid, 1997:76).
Menurut Wasistiono (2003:41-42) menyebutkan bahwa ada
beberapa alasan mengapa perhatian pemerintah terhadap arti pentingnya manajemen
pelayanan umum masih relatif terbatas. Alasan tersebut antara lain:
a)
Instansi
pemerintah pada umumnya menyelenggarakan kegiatan yang bersifat monopoli
sehingga tidak terdapat iklim kompetisi di dalamnya. Padahal tanpa kompetisi tidak
akan tercipta efisiensi dan peningkatan kualitas;
b) Dalam menjalankan kegiatannya, aparatur pemerintah
lebih mengandalkan kewenangan dari pada kekuatan pasar ataupun kebutuhan
konsumen;
c)
Belum
atau tidak diadakan akuntabilitas terhadap kegiatan suatu instansi pemerintah,
baik akuntabilitas vertikal ke bawah, ke samping maupun ke atas. Hal ini
disebabkan karena belum adanya tolok ukur kinerja setiap instansi pemerintah
yang dibakukan secara nasional berdasarkan standar yang dapat diterima secara
umum.
d) Dalam aktivitasnya, aparat pemerintah seringkali
ter-jebak pada pandangan “etic”,
yakni mengutamakan pandangan dan keinginan mereka sendiri (birokrasi), daripada
pandangan “emic”, yakni pandangan
dari mereka yang menerima jasa layanan pemerintah.
e)
Kesadaran
anggota masyarakat akan hak dan kewajiban-nya sebagai warga negara maupun
sebagai konsumen masih relatif rendah, sehingga mereka cenderung menerima
begitu saja layanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Terlebih lagi,
apabila layanan yang diberikan bersifat cuma-cuma.
f)
Penyelenggaraan
pemerintah yang tidak demokratis dan cenderung refresif seperti yang selama ini
dipraktekkan, selalu berupaya menekan adanya kontrol sosial dari masyarakat.
Wasistiono (2004:9) menjelaskan bahwa dengan
melihat kelemahan tersebut, maka perlu diikuti dengan pembaharuan manajemen
pelayanan umum melalui berbagai strategi, sebagai berikut:
a)
Mewajibkan
semua aparatur pemerintah memahami filosofi, strategi dan teknis pemberian
pelayanan umum yang baik.
b) Menyusun standar pelayanan minimal (SPM) untuk
semua jenis pelayanan umum yang diberikan oleh pemerintah daerah.
c)
Memperkuat
unit-unit organisasi yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat (business unit) seperti dinas daerah,
dengan memberi kewenangan yang lebih luas, fasilitas yang lebih memadai,
mempermudah akses pada pengambilan keputusan di tingkat puncak.
d) Mengembangkan iklim kompetisi di antara unit-unit
pemberi layanan umum, dengan memberi imbalan memadai bagi yang berprestasi.
e)
Secara
periodik mengadakan survey kepuasan konsumen untuk memperbaiki kinerja unit
pemberi pelayanan umum.
f)
Membuka
kotak pengaduan atau kotak saran untuk menampung keluhan masyarakat konsumen.
g)
Memberikan penyaluran kepada masyarakat mengenai
hak dan kewajibannya sebagai konsumen.
Keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
proses pelayanan masyarakat, pemerintah bertugas sebagai pelayan masyarakat
sedangkan yang dilayani adalah masyarakat. Oleh karena itu jelas bahwa misi pemerintah dalam memberikan pelayanan
bukan profit oriented (mencari
untung), melainkan sebagai kewajiban yang harus diberikan pemerintah kepada
rakyatnya. Pemerintah harus tetap memperlakukan setiap orang dengan adil dan
tanpa memandang status sosial. Setiap organisasi publik terutama yang langsung
berhadapan dengan masyarakat diharapkan untuk dapat meningkatkan kinerjanya
kepada masyarakat dan selalu berfokus kepada pencapaian layanan, sehingga
pelayanan yang diberikan diharapkan dapat memenuhi keinginan serta kepuasan
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar