Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, di bawah ini
dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Abraham Sperling
(dalam Mangkunegara, 2002:93) mengemukakan bahwa motif didefinisikan sebagai
suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian
diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk me-muaskan motif. William J. Stanton
(dalam Mangkunegara, 2002:93) mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang
distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam niencapai rasa puas.
Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (dalam Mangku-negara, 2002:93)
bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang meng-gerakkan manusia ke arah suatu
tujuan tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu
dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menye-suaikan diri terhadap lingkungannya,
sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai
tujuan dari motifnya. Sedangkan motivasi dikatakan sebagai energi untuk
membangkitkan dorongan dalam diri (drive
arousal). Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest Mc Cormick
(dalam Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan
sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
1. Teori Kebutuhan (Maslow's Model)
Model Maslow Ini sering disebut dengan model hierarki
kebutuhan. Karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk
menunjukkan butuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut
termotivasi untuk kerja. Menurut Maslow, pada umumnya terdapat hicrarki
kebutuhan manusia, yaitu:
a.
Kebutuhan fisiologik (physiological
needs), misalnya makanan, minuman, istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah
yang merupa-kan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama
oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat
mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong
setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh
imbalan, baik berupa uang atau pun barang yang akan digunakan untuk memenuhi
kebuluhan utama ini.
b.
Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya
kepada diri sendiri. Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk reali-sasi
diri, atau aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan
individu unluk merealisasi poten-si yang ada pada dirinya, untuk mencapai
pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif.
2.
Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori Penguatan dapat diformulasikan sebagai berikut: M =
f (R & C). M = Motivasi, R = Reward (penghargaan) - primer/ sekunder, C = Consequens (Akibat) - positif/negatif.
Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment yang akan dialaminya nanti. Penguat-an
adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk meningkatkan atau
mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut teori ini, motivasi
seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan akibat dari
yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seorang di
masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya yang sekarang.
Jenis reinforcement
ada empat, yaitu: (a) positive reinforce-ment (penguatan positif), yaitu penguatan yang
dilakukan ke arah kinerja yang positif; (b) negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang
dilakukan karena mengurangi atau menghentikan keadaan yang tidak disukai.
Misalnya, berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan
menengar atasan mengomel terus-menerus; (c) extinction
(peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut
mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan untuk me-ngurangi perilaku
yang tidak diharapkan; (d) punishment,
yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku tertentu.
Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang
diberikan perusahaan atau jasa yang diberikan penghargaan, yang secara garis
besar terbagi dua kategori, yaitu: (a) gaji, keuntungan, liburan; (b) kenaikan
pangkat dan jabatan, bonus, promosi, simbol (bintang) dan penugasan yang
menarik. Sistem yang efektif untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para karyawan harus: (a) mcmenuhi
kebutuhan pegawai; (b) dibandingkan dengan reward
yang diberikan oleh perusahaan lain; (c) di distribusikan secara wajar dan
adil; (d) dapat diberikan dalam berbagai bentuk; (e) dikaitkan dengan prestasi.
3.
Teori Harapan (Expectacy Theory)
Teori ekspetansi menyatakan bahwa motivasi kerja
di-determinasi oleh keyakinan-keyakinan individual sehubungan dengan hubungan
upaya-kinerja, dan di dambakannya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan
dengan tingkat kinerja yang berbeda-beda. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa teori tersebut berlandaskan logika: Orang-orang akan melakukan apa yang
dapat mereka lakukan, apabiia mereka berkeinginan untuk melakukannya.
Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa
motivasi terhadap kerja merupakan hasil dari ekspektansi kali instrumentalitas,
kali valensi. Hubungan multiplikatif tersebut berarti bahwa daya tarik
motivasional jalur pekerjaan tertentu, sangat berkurang, apabila salah satu di
antara hal berikut: ekspektansi, instrumentalilas, atau valensi mendekati nol.
Sebalik-nya agar imbalan tertentu memiliki sebuah dampak motivasional tinggi
serta positif, sebagai hasil kerja, maka ekspektasi, instrumentalitas, dan
valensi yang berkaitan dengan imbalan tersebut harus tinggi serta positif.
Motivasi - Ekspektansi x Instrumen x Valensi (M = E x I x
V) Hubungan antara motivasi seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja
yang akan diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil
kerjanya (kinerjanya) baik. Motivasi dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan
pribadi seperti rasa tertarik atau memperoleh harapan. Istilah-istilah
Ekspektansi dipandang dari sudut Perspektif Manajerial Selain teori ekspektansi
di atas, terdapat teori motivasi dengan model lain yang dirumuskan sebagai
berikut: M = {(E - P)} {(P - O) V}. Penjelasarmya adalah: M = Motivasi, E = Pengharapan (Expectation), P = Prestasi (Performance), O = Hasil (Outcome) dan V = Penilaian (Value).
Secara sederhana, dalam teori ini, motivasi merupakan
inter-aksi antara harapan setelah dikurangi prestasi, dengan kontribusi
penilaian yang dikaitkan dengan prestasi dikurangi hasil. Karena kebutuhan di
atas merupakan generalisasi karena kenyataannya kebutuhan orang tidak sama,
maka dikenai The Expectacy Model yang menyatakan. "Motivasi adalah fungsi
dari berapa banyak yang diinginkan dan berapa besar kemungkinan
pencapaiannya"
Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk
meningkatkan motivasi, maka seorang seorang manajer harus:
a.
Mengakui bahwa setiap karyawan memiliki kebutuhan yang
berbeda dan preferensi yang berbeda pula. Tidak ada dua orang yang benar-benar
memiliki kebutuhan yang sama.
b.
Mencoba memahami kebutuhan utama seorang karyawan.
c.
Memahami apa yang dibutuhkan apalagi kebutuhan utama
karyawan, merupakan perilaku atasan yang dicintai bawahan.
d.
Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai
kebutuhannya melalui prestasi. Hal ini tidak sulit jika dilakukan dengan
ketulusan, bukan pamrih.
4.
Teori Penetapan Tujuan Locke
Suprihanto, dkk (2003:52-53) menyatakan bahwa teori pene-tapan
tujuan (goal-setting theory) ini
merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa tujuan-tujuan yang sifatnya
spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan
melalui usaha partisipasi. Meskipun demikian pencapaian tujuan belum tentu
dilakukan oleh banyak orang. Dalam pencapaian tujuan yang partisipatif mempunyai
dampak positif bcrupa timbulnya penerimaan (acceptance),
artinya sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan
dijalankan dengan baik. Sementara itu, dalam pencapaian tujuan yang
partisipatif dapat pula berdampak negatif yaitu timbul-nya superioritas pada
orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori Penetapan Tujuan Locke mengatakan bahwa tujuan dan
maksud individu yang disadari adalah determinan utama perilaku. Perilaku orang
akan terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai tingkat prfstasi yang lebih
tinggi. Menurut teori ini, prestasi akan tergantung pada tingkat kesukaran
tujuan, kerincian tujuan, dan komitmen seseorang terhadap tujuan. Tujuan yang lebih sukar akan membuat orang
frustrasi sehingga prestasinya juga rendah. Kerincian tujuan akan mempengaruhi
pemahaman se-seorang terhadap tujuan di mana seseorang lebih menyadari dan memahami
tujuannya akan berprestasi lebih baik. Sedangkan variabel komitmen terhadap
tujuan menyangkut keterlibatan seseorang terhadap tujuan. Seseorang yang
memiliki komitmen tinggi bisa diharapkan akan berprestasi lebih baik.
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah
kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan
dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar
yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang
melakukan pekerjaannya.
Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang men-dorongnya
akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa
dihargai/diakui, hal ini terjadi karena pekerjaan-nya itu betul-betul berharga
bagi orang yang termotivasi, schingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal
ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target
yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan
dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya
akan tinggi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar