Jumat, 09 Maret 2012

Kecamatan Menurut Undang-Undang


Keberadaan  UU  Nomor  22  Tahun  1999  sebagai  “kontra-konsep” terhadap UU sebelumnya (UU 5 Tahun 1974) dilatarbelakangi adanya perbedaan filosofi serta paradigma yang mendasarinya. Mengapa menunjuk pada UU Nomor 22  Tahun  1999?  Karena  berdasarkan  UU  tersebut,  kedudukan  kecamatan termasuk  tupoksi  dan  hubungan  kerja  dengan  unit  organisasi  pemerintahan  di bawahnya  (desa  dan  kelurahan)  berubah  secara  drastis  yang  ditandai  dengan beberapa hal sebagai berikut :
a.     Dari  filosofi  “keseragaman”  berubah  menjadi  filosofi  “keanekaragaman” dalam  kesatuan. Berdasarkan  filosofi  ini, Daerah  diberi  kebebasan  yang  luas untuk  mengatur  dan  mengurus  kepentingan  masyarakat  setempat,  termasuk kebebasan mengatur organisasi kecamatannya.
b.     Dari  paradigma  administratif  yang  mengutamakan  dayaguna  dan  hasilguna pemerintahan menjadi  paradigma  demokratisasi,  partisipasi masyarakat  serta pelayanan. 
c.      Tugas utama pemerintah daerah yang  semula sebagai promotor pembangunan berubah  menjadi  pelayan  masyarakat,  sehingga  unit-unit  pemerintahan  yang berhadapan  dan  memberikan  pelayanan  langsung  kepada  masyarakat  perlu diperkuat.
d.     Dari dominasi eksekutif (executive heavy) berubah ke arah dominasi  legislatif (legislative heavy).
e.     Pola  otonomi  yang  digunakan  adalah  a-simetris, menggantikan  pola  otonomi simetris.
f.      Pengaturan  terhadap Desa  yang  terbatas, menggantikan pengaturan  yang  luas dan seragam secara nasional.
g.     Penggunaan pendekatan “besaran dan isi otonomi” (size and content approach) dalam pembagian daerah otonom, menggantikan pendekatan berjenjang  (level approach).
Perubahan  paradigma  tersebut  secara  signifikan  mengubah  pula kedudukan  kecamatan  dengan  berbagai  implikasinya. Pada UU Nomor  5 Tahun 1974,  kecamatan  merupakan  “wilayah  administrasi  pemerintahan”  sebagai konsekuensi  penggunaan  “Fused  Model”  (B.  C.  Smith),  sedangkan  menurut Undang-undang  22  Tahun  1999  kecamatan  merupakan  “wilayah  kerja  camat sebagai  perangkat  daerah  Kabupaten  dan  Daerah  Kota”.  Camat  menerima pelimpahan  sebagian  wewenang  Bupati/Walikota  dalam  bidang  desentralisasi. Kewenangan yang dijalankan camat hanya bersifat delegasi dari Bupati/Walikota.
Sementara  menurut  Undang-undang  32  Tahun  2004,  Kecamatan  merupakan “wilayah kerja camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten/Kota” (Pasal 126 ayat (1)) dan Camat menerima pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota untuk menangani  sebagian urusan otonomi daerah  (kewenangan delegatif). Camat  juga melaksanakan  tugas umum pemerintahan  (kewenangan atributif)  (Pasal 126 ayat (1) dan (2) UU 32/2004).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, dalam pasal 1 disebutkan bahwa Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota. Sedangkan Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.
Perubahan  mendasar  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  kecamatan sebagaimana  diatur  di  dalam UU Nomor  22 Tahun  1999,  kemudian  dilanjutkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004. Perubahannya mencakup mengenai kedudukan kecamatan  menjadi  perangkat  daerah  kabupaten/kota,  dan  camat  menjadi pelaksana  sebagian  urusan  pemerintahan  yang  menjadi  wewenang  Bupati/Walikota. Di  dalam  Pasal  120  ayat  (2) UU  Nomor  32  Tahun  2004  dinyatakan bahwa,  “Perangkat  daerah  kabupaten/kota  terdiri  atas  sekretariat  daerah, sekretariat  DPRD,  dinas  daerah,  lembaga  teknis  daerah,  kecamatan,  dan Kelurahan”.  Pasal  tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu:
a.    Kecamatan bukan  lagi wilayah administrasi pemerintahan dan dipersepsikan merupakan wilayah  kekuasaan  camat. Dengan  paradigma  baru, Kecamatan merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat Camat bekerja.
b.    Camat adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dan bukan  lagi kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan lagi penguasa  tunggal  yang  berfungsi  sebagai  administrator  pemerintahan, pembangunan  dan  kemasyarakatan,  akan  tetapi  merupakan  pelaksana sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota.
Perubahan  kedudukan  kecamatan  dan  kedudukan  camat,  membawa dampak  pada  kewenangan  yang  harus  dijalankan  oleh  camat. Namun  demikian ada  karakter  yang  berbeda  antara  status  perangkat  daerah  yang  ada  pada kecamatan  dengan  instansi/lembaga  teknis  daerah.  Bila  ditelaah  lebih  lanjut, kewenangan  camat  justru  lebih  bersifat  umum  dan menyangkut  berbagai  aspek dalam  pemerintahan  dan  pembangunan  serta  kemasyarakatan.  Hal  ini  berbeda dengan  dengan  instansi  dengan  lembaga  dinas  daerah  ataupun  lembaga  teknis daerah yang bersifat spesifik.
Dalam hierarki penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kecamatan adalah organisasi pemerintahan daerah yang berada di bawah Bupati/Walikota yang menangani sejumlah urusan atau kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota sesuai perundang-undangan. 
Kecamatan merupakan wilayah kerja perangkat daerah yang mencakup desa (kampung) dan atau kelurahan yang dipimpin oleh camat dengan melaksanakan sejumlah kewenangan atau urusan sesuai karakteristik dan fasilitasi pemerintahan. Sehingga atas kewenangan tersebut camat berperan untuk melakukan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan unit-unit kerja lainnya yang ada di kecamatan, baik Instansi Vertikal, Instansi Dekonsentrasi, Dinas-dinas Daerah, Kepala Desa/Lura dan Lembaga Pemerintah non Departemen, seperti BUMD (Badan Usaha Miliki Daerah).
Kecamatan hanya melaksanakan tugas-tugas teknis administrasi kewilayahan bukan tugas teknis operasional sektoral. Dan oleh karena itu pemerintah kecamatan disebut sebagai perangkat daerah yang memiliki tugas yang sama sebagaimana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya yang berada di daerah kabupaten/kota, akan tetapi yang membedakan ruang lingkup kerja camat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah bahwa camat memiliki wilayah kerja.
Kecamatan disebut sebagai midden-personen Tusschen de Districtbeambten  en Desa hoofden (artinya sebagai orang-orang perantara antara para pejabat kabupaten dan para Kepala Desa sedangkan sebagai penengah adalah hubungan antara camat dengan masyarakat desa setempat).
Kecamatan merupakan organisasi pemerintahan daerah yang melaksanakan kewenangan negara. Robbins (1994:6) mendefisikan organisasi sebagai suatu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja, terdiri dari dua orang atau lebih yang berfungsi pada suatu basis yang relatif bersinambung untuk mencapai tujuan atau serangkaian tujuan. Pada hakekatnya organisasi itu ada adalah untuk mencapai sesuatu. “Sesuatu” itu merupakan tujuan dari organisasi, dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri, melainkan akan lebih efektif dan efisien apabila dilakukan melalui usaha kelompok.
Definisi Robbins mengenai organisasi, diakui ada kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Melihat hal tersebut maka dalam organisasi diperlukan suatu struktur dan sistem yang jelas. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme penyelenggaran kegiatan-kegiatan yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Struktur organisasi mempunyai tiga komponen yaitu, kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Kompleksitas mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi. Termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan di dalam hierarki organisasi, serta tingkat sejauhmana unit-unit organisasi tersebar secara geografis.
Hal tersebut diperlukan pengaturan untuk mem-formulasi terhadap seluruh kegiatan organisasi yang mencakup seluruh unit-unit kerja di kecamatan. Kegiatan formulasi berhubungan dengan kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan. Formulasi adalah tingkat sejauhmana  sebuah organisasi  menyandarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk mengatur perilaku dari para pegawainya dan pekerjaannya. Beberapa organisasi beroperasi dengan pedoman yang telah distandarkan secara minimum. Organisasi yang berukuran kecil pun, mempunyai segala macam peraturan yang memerintahkan kepada pegawainya mengenai apa yang dapat dan tidak dapat mereka lakukan.
Selain itu, organisasi Kecamatan juga merupakan organisasi formal yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, Siagian (1995:34) yang menyatakan bahwa organisasi formal terdiri dari beberapa unsur penting yang merupakan bagian dalam sebuah sistem yaitu (1) adanya sekelompok orang (2) adanya kesepakatan untuk bekerja sama dan (3) adanya kepentingan bersama. Oleh karena itu sekelompok orang yang bersepakat itu terdiri dari indvidu-individu yang mempunyai tujuan sendiri dan cita-cita sendiri dalam organisasi seperti kecamatan. Oleh karena itu, organisasi kecamatan sebagai sekelompok unit kerja yang memiliki orang (pegawai) untuk melaksanakan kebijakan menyangkut tugas, fungsi, kewajiban dan tanggung jawab kewenangan   penyelenggaraan pemerintahan.
Pengaturan kedudukan dan wewenang kecamatan seperti yang diuraikan di atas, mempertegas bahwa dalam lingkup kecamatan adanya kelompok orang yang bekerja dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda begitu pula dengan tujuannya. Sehingga perlu adanya kesepakatan dan kesatuan untuk bekerjasama untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan dalam menciptakan kepentingan bersama yang efisien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...