Selasa, 31 Januari 2012

Hakikat Pelayanan Publik


Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan dan penampilan atau manfaat yang ditawarkan oleh setiap pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan terhadap sarana yang menghasilkan pelayanan tersebut (Kotler, 1997:45).
Wujud pelayanan, biasanya dapat dilihat dari keramahtamahan, pengetahuan produk, kesigapan dalam membantu, dan antusiasme para pegawai dalam menangani suatu persoalan. Masalah pelayanan pun sering dikaitkan dengan lokasi, jumlah produk jasa yang ditawarkan, serta keuntungan yang akan didapat oleh pelanggan.
Menurut Sumaryadi (2008:30) pelayanan diartikan sebagai proses dengan output layanan dan sebagai produk dengan output hasil pelayanan. Pelayanan pemerintahan diartikan sebagai administrasi (administration) berasal dari bahasa latin yang diartikan sama dengan to serve (melayani). Definisi pelayanan menurut beberapa pakar dalam Sumaryadi (2008:20) dapat dilihat sebagai berikut:
1.   Pelayanan (service) meliputi jasa dan pelayanan. Jasa adalah komoditi sedangkan layanan pemerintah kepada masyarakat terkait dengan suatu hak dan lepas dari persoalan apakah pemegang hak itu dibebani suatu kewajiban atau tidak. Dalam hubungan ini dikenal adanya hak bawaan sebagai manusia dan hak pemberian. Hak bawaan itu selalu bersifat individual dan pribadi, sedangkan hak berian meliputi hak sosial politik dan hak tersebut adalah pemerintah, kegiatan pemerintah untuk memenuhi hak bawaan dan hak berian inilah yang disebut pelayanan pemerintah kepada masyarakat (Ndraha, 1997:14).
2.   Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata atau tidak dapat diraba yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan (Gronroos dalam Ratminto dan Atik, 2008:2).
3.   Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata atau tidak dapat diraba yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan (Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby, 1997).
Kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak, ia melekat pada setiap orang baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi) dan dilakukan secara universal.
Rasyid (1997:46) mengemukakan bahwa dilihat dari sisi pemerintah, maka pelayanan adalah proses kegiatan memenuhi kebutuhan masyarakat berkenaan dengan hak-hak dasar dan hak pemberian, yang wujudnya dapat berupa jasa layanan. Bagi pemerintah masalah pelayanan menjadi semakin menarik untuk dibicarakan karena menyangkut salah satu dari tiga fungsi hakiki pemerintah, di samping fungsi pemberdayaan dan pembangunan.
Kata publik dalam pelayanan publik itu sendiri oleh Ndraha (2003:44) mengatakan bahwa kata publik berasal dari public, berarti masyarakat secara keseluruhan. Public (dalam public relations) juga berarti masyarakat, tetapi public service tidak diterjemahkan menjadi pelayanan (oleh) masyarakat, melainkan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Kurniawan (dalam Sinambela; 2008:5) pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sinambela (2007:5) sendiri mendefinisikan bahwa pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.
Dilihat dari prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi pelayanan. Dalam hal umum atau pelayanan publik, pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sebagaimana tertera pada Bab I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan:
a.    Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pe-layanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
b.   Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah:
a.    terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
b.   terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
c.    terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
d.   terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu; dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.


Ruang Lingkup Pelayanan Publik


Ruang lingkup pelayanan publik dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 5 ayat (3) Pelayanan barang publik meliputi:
a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pem-biayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendirian-nya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Pasal 5 ayat (4) pelayanan atas jasa publik meliputi:
a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b.  penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya ver-sumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c.  penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaan-nya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 5 ayat (7) pelayanan administratif meliputi:
a.  tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda.
b.  tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, bahwa yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sarundajang (2002:211) menyebutkan bahwa dalam era reformasi, organisasi pemerintah daerah sebagai regulator dan fasilitator semakin dituntut untuk mem-berikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih cepat (faster), lebih baik (better) dan lebih murah (cheaper). Hal ini dipertegas oleh pendapat Gaspersz (2008:37) bahwa pada umumnya pelanggan menginginkan produk yang memiliki karakteristik lebih cepat (faster), lebih murah (cheaper) dan lebih baik (better).
Berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat, pelayanan untuk masyarakat tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal usul timbulnya pelayanan umum tersebut. Dengan kata lain, terdapat korelasi antara kepentingan umum dengan pelayanan umum. Namun sebelum berbicara mengenai pelayanan umum, perlu kiranya klarifikasi tentang pengertian “umum” itu sendiri. Dari berbagai studi telaahan, istilah umum dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata public yang pengertiannya cukup luas.
Pelayanan yang dilakukan pemerintah sering juga disebut sebagai pelayanan umum sebagaimana dikemuka-kan oleh Wasistiono (2003:43) bahwa pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang dapat memberikan pelayanan umum kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah-melainkan juga pihak swasta. Pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara. Sedangkan pelayanan umum oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan.
Menurut Saefullah (1999:5) pelayanan umum (public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Sementara pengertian pelayanan umum menurut Lukman (1999:6) adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan.
Soebijanto (1992:200) menyebutkan pelayanan umum adalah perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah mengurus hal-hal yang diperlukan khalayak ramai. Hal tersebut meliputi masalah-masalah perizinan, keamanan, kebersihan dan kebutuhan kehidupan yang lebih baik.
Supriatna (2000:144) mengemukakan pelayanan umum dalam operasionalnya yang diberikan oleh peme-rintah kepada masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu:
1.   Pelayanan umum yang diberikan tanpa memperhatikan perorangan, tetapi keperluan masyarakat secara umum. Dalam hal ini adalah pelayanan dalam menyediakan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan pusat-pusat kesehatan, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, perlindungan keamanan dan pelayanan lainnya.
2.   Pelayanan yang diberikan secara perorangan, pelayanan ini meliputi kemudahan-kemudahan dalam memperoleh pemeriksaan kesehatan, memasuki lembaga pendidikan, memperoleh Kartu Tanda Penduduk, kutipan Akta Kelahiran dan surat lainnya ataupun pembelian tiket perjalanan dan sebagainya.
Plato (dalam Supriatna, 2000:140) mengatakan bahwa pelayanan umum merupakan proses politik dan pemerintah yang mengandung unsur tranformasi nilai budaya guna menumbuhkan kesadaran bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan yang dilandasi kearifan dan kebijakan dari setiap manusia.
Aparat yang bersahabat dengan empati yang tinggi merupakan bagian dari proses pelayanan yang seharusnya, sehingga dengan sikap dan kepedulian pemerintah dalam melayani akan melahirkan respek masyarakat terhadap pemerintah (Rasyid, 1997:76).
Menurut Wasistiono (2003:41-42) menyebutkan bahwa ada beberapa alasan mengapa perhatian pemerintah terhadap arti pentingnya manajemen pelayanan umum masih relatif terbatas. Alasan tersebut antara lain:
a)   Instansi pemerintah pada umumnya menyelenggarakan kegiatan yang bersifat monopoli sehingga tidak terdapat iklim kompetisi di dalamnya. Padahal tanpa kompetisi tidak akan tercipta efisiensi dan peningkatan kualitas;
b)  Dalam menjalankan kegiatannya, aparatur pemerintah lebih mengandalkan kewenangan dari pada kekuatan pasar ataupun kebutuhan konsumen;
c)   Belum atau tidak diadakan akuntabilitas terhadap kegiatan suatu instansi pemerintah, baik akuntabilitas vertikal ke bawah, ke samping maupun ke atas. Hal ini disebabkan karena belum adanya tolok ukur kinerja setiap instansi pemerintah yang dibakukan secara nasional berdasarkan standar yang dapat diterima secara umum.
d)  Dalam aktivitasnya, aparat pemerintah seringkali ter-jebak pada pandangan “etic”, yakni mengutamakan pandangan dan keinginan mereka sendiri (birokrasi), daripada pandangan “emic”, yakni pandangan dari mereka yang menerima jasa layanan pemerintah.
e)   Kesadaran anggota masyarakat akan hak dan kewajiban-nya sebagai warga negara maupun sebagai konsumen masih relatif rendah, sehingga mereka cenderung menerima begitu saja layanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Terlebih lagi, apabila layanan yang diberikan bersifat cuma-cuma.
f)    Penyelenggaraan pemerintah yang tidak demokratis dan cenderung refresif seperti yang selama ini dipraktekkan, selalu berupaya menekan adanya kontrol sosial dari masyarakat.
Wasistiono (2004:9) menjelaskan bahwa dengan melihat kelemahan tersebut, maka perlu diikuti dengan pembaharuan manajemen pelayanan umum melalui berbagai strategi, sebagai berikut:
a)   Mewajibkan semua aparatur pemerintah memahami filosofi, strategi dan teknis pemberian pelayanan umum yang baik.
b)  Menyusun standar pelayanan minimal (SPM) untuk semua jenis pelayanan umum yang diberikan oleh pemerintah daerah.
c)   Memperkuat unit-unit organisasi yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat (business unit) seperti dinas daerah, dengan memberi kewenangan yang lebih luas, fasilitas yang lebih memadai, mempermudah akses pada pengambilan keputusan di tingkat puncak.
d)  Mengembangkan iklim kompetisi di antara unit-unit pemberi layanan umum, dengan memberi imbalan memadai bagi yang berprestasi.
e)   Secara periodik mengadakan survey kepuasan konsumen untuk memperbaiki kinerja unit pemberi pelayanan umum.
f)    Membuka kotak pengaduan atau kotak saran untuk menampung keluhan masyarakat konsumen.
g)   Memberikan penyaluran kepada masyarakat mengenai hak dan kewajibannya sebagai konsumen.
Keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pelayanan masyarakat, pemerintah bertugas sebagai pelayan masyarakat sedangkan yang dilayani adalah masyarakat. Oleh karena itu jelas bahwa misi pemerintah dalam memberikan pelayanan bukan profit oriented (mencari untung), melainkan sebagai kewajiban yang harus diberikan pemerintah kepada rakyatnya. Pemerintah harus tetap memperlakukan setiap orang dengan adil dan tanpa memandang status sosial. Setiap organisasi publik terutama yang langsung berhadapan dengan masyarakat diharapkan untuk dapat meningkatkan kinerjanya kepada masyarakat dan selalu berfokus kepada pencapaian layanan, sehingga pelayanan yang diberikan diharapkan dapat memenuhi keinginan serta kepuasan masyarakat.

Kamis, 26 Januari 2012

Memperluas Model Pengajaran


Memperluas Model Pengajaran
MMMMModel yang diperluas menunjukkan bahwa pemilihan teknik evaluasi, termasuk item tes, adalah proses yang berkesinambungan. Konsep perencanaan untuk evaluasi berbeda dari praktek banyak guru yang menunggu sampai akhir instruksi, kemudian menyiapkan dan mengelola tes. Teknik evaluasi harus menuliskan satu hal dari lima tahap yang ditunjukkan dalam model yang dikeluarkan. Tiga tahap ini adalah sebelum instruksi, mid-instruksi, dan post-instruksi.

Tiga Fase Penilaian
Para guru harus mampu menunjukkan keahlian dalam tiga tahap penilaian:
-          Pra Penilaian
-          Penilaian formatif
-          Penilaian Sumatif
Istilah-istilah tersebut adalah kata-kata teknis berkonotasi evaluasi yang terjadi sebelum pengajaran, selama pengajaran dan setelah pengajaran.
Pra penilaian, memiliki sifat ganda. Walter Dick dan Lou Carey menjelaskan dua jenis tes yang mendahului pengajaran. Kedua tipe ini tes entry - perilaku dan pretest. Test entry test perilaku adalah tes kriteria yang direferensikan atau dirancang untuk mengukur keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting untuk pengajaran pada tahap awal. Jenis pra penilaian dilakukan untuk menentukan apakah siswa memiliki prasyarat pengetahuan yang akan memungkinkan mereka untuk melanjutkan pembelajaran yang baru. Pretest adalah kriteria-direferensikan untuk merancang pengajaran. Test Entry-perilaku (atau keterampilan) meliputi tes sebelumnya atau prasyarat pembelajaran, sedangkan pretest mencakup materi pelajaran yang harus dipelajari.
Penilaian Formatif; evaluasi formatif terdiri dari teknik formal dan informal, termasuk pengujian, yang digunakan selama periode pengajaran. Kemajuan tes adalah ilustrasi penilaian formatif. Benyamin S. Bloom, J. Thomas Hestings dan George F. Madaus menyarankan instruktur untuk "istirahat kursus atau belajar subjek ke dalam unit yang lebih kecil" dan untuk mengelola "uji diagnostric kemajuan singkat. Dick dan Carey menggambarkan sebuah "uji tertanam" yang terdiri dari tes item yang dimasukkan sebagai bagian dari strategi instruksional, dan mungkin muncul setiap beberapa halaman, atau setelah urutan utama dari pengajaran.
Penilaian Sumatif; Penilaian Sumatif adalah penilaian yang dilakukan pada akhir suatu pelajaran. Pertanyaan final biasanya digunakan untuk penilaian sumatif dalam pengajaran.

PENGUKURAN REFERENSI-NORMA DAN REFERENSI-KRITERIA
Pengukuran Referensi-Norma
Dua konsep yang berbeda dari pengukuran bersaing untuk mendapat perhatian dan loyalitas dari instruktur. Pengukuran Norma-direferensikan adalah pendekatan klasik untuk penilaian kinerja siswa pada tes dibandingkan dengan kinerja siswa lain yang mengambil tes.  

Pengukuran Referensi-Kriteria
Sejak pendekatan pengukuran referensi-norma banyak digunakan secara menyeluruh dalam pembelajaran, ini mungkin menimbulkan pertanyaan “apakah ada pendekatan lain selain itu?” Pengukuran referensi – criteria merupakan salah satu alternative selain pengukuran referensi-norma. Pada pendekatan ini, kinerja atau prestasi test siswa dibandingkan menjadi salah satu criteria yang dilanjutkan dalam tujuan intruksional. Sukses siswa dalam test referensi-kriteria tergantung kepada kemampuan mendemonstrasikan obyek maupun non obyek antara siswa yang satu dengan lainnya di dalam kelas.
Pengukuran referensi – norma diperlukan ketika sejumlah tempat yang harus diisi dari sekelompok pengguna yang melebihi jumlah tempat yang tersedia dan ketika hanya terbatas pada penghargaan yang harus didistribusikan di antara kelompok aspiran. Di antara praktisi pengukuran referensi-kriteria adalah instruksional yaitu suatu spesialis desain yang digunakan untuk tingkat distrik, negara dan pengukuran masyarakat secara nasional.

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...