Selasa, 25 November 2014

Metode Role Playing


Seperti yang dikemukakan E Mulyasa (2013: 112) Manusia merupakan makhluk social dan individual, yang dalam hidupnya senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi-situasi di sekeliilingnya. Mereka berinteraksi, berinterdepondensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik  dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun, perasaan tersebut diarahkan juga pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya itu mempengaruhi pola reespon individu terhadap individu lain atau situasi-situasi diluar dirinya. Karena senang dan penasaran ia cenderung mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh. Manipestasi-manipestasi tersebut disebut peran.
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada factor penentunya, yakni, perasaan, persepsi dan sikap/ bermain peran bersaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai-nilai yang mendasarinya.
Lebih lanjut E Mulyasa mengatakan dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang mmenyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, Tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan mmemilih variasi lain yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut antar hubungan manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Melalui bermain peran, para peserta didik, mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan social. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari lingkungan social yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam pada itu, melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan masalah-masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok social yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi social, model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi-situasi social, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah tersebut dilakukan secara demokratis. Dengan demikian mmelalui model ini para peserta diidik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai sebuah cara dan alat, maka akan sangat tergantung kepada keterampilan pemakainya serta kondisi dan keadaan yang dihadapi. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu maka, sebuah alat harus difungsikan dengan baik oleh pemakainya.
Dalam hal ini guru sebagai orang yang menggunakan alat atau metode dalam mengajar harus memilih metode yang tepat dalam proses belajar mengajar, karena banyak sekali jenis-jenis metode dalam pengajaran. Salah satu metode dalam proses belajar mengajar adalah bermain peran (role playing) merupakan permainan berbasis digital berbeda dengan permainan lain yang sejenis. Sesuai dengan istilah yang digunakan, permainan ini merupakan sebuah simulasi peran, para pemain diajak untuk memerankan tokoh atau  karakter dalam setiap tema permainannya.
Karakter dalam bermain peran (role playing) merupakan sebuah konsep yang merujuk pada cerita, dia dianggap hidup, maka proses penciptaan dan pembentukannya tidak terbatas pada kekuatan visual, ada pembentuk lain yang penting untuk dikonstruksi, meliputi identitas, eksistensi, dan realitas. Sebagai bagian dari bentuk representasi simulasi, tokoh merupakan sebuah konsep karakter yang dikonstruksi, dimanipulasi, dan direproduksi. Penggambaran kualitas perwujudannya melibatkan konsep pembentukkan kepribadian/perwatakan (arketipe), peristiwa (narasi), ruang dan waktu (simulakrum).
Berikut adalah definisi metode bermain peran (role playing) menurut para ahli:
Sapriya (2007: 110) mengemukakan dalam bukunya bahwa:
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagaian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi berbagai peristiwa perubahan sosial budaya, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa yang akan datang”.

Wahab, A. A (2009: 109) mengemukakan dalam bukunya bahwa:
 Bermain peran (role palying) adalah berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu seperti menghidupkan kembali suasana historis misalnya mengungkapkan kembali perjuangan para pahlawan kemerdekaan, atau mengungkapkan kemungkinan keadaan yang akan datang.
Sedangkan menurut Ahmadi (2011: 54) Bermain Peran (role playing) “adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa”. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang diperankan.
Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang Jill Hadfield (1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajaran membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain.
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Dari pendapat tersebut mengenai metode bermain peran (role playing), maka dapat disimpulkan bahwa metode tersebut merupakan salah satu metode yang dapat menyajikan bahan pelajaran dengan cara memainkan peranan dan mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, dengan harapan agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hubungan sosial dengan orang-orang di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Disamping itu, metode ini digunakan pula untuk membentuk para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain dan berupaya memperbaiki keterampilan sosial.  Dalam metode ini para siswa dibimbing untuk memecahkan berbagai konflik, belajar mengambil peranan orang lain dan mengamati perilaku sosial. Dengan berbagai penyesuaian, metode ini dapat digunakan untuk berbagai bidang studi peserta didik dari berbagai usia.
Adapun tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode bermain peran (role playing) menurut Sapriya (2007: 110) antara lain adalah:
1.   Mengeksplorasi perasaan para pelaku antropologi.
2.   Memperoleh gambaran tentang perilaku, nilai-nilai dan persepsi yang dikandung oleh para pelaku antropologi.
3.   Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4.   Mengeksplorasi materi pembelajaran dengan cara yang bervariasi.
Contoh dari role playing misalnya bagaimana siswa diarahkan untuk cakap dalam melakukan mediator pada siswa atau beberapa siswa yang sedang mengalami konflik, dengan hadirnya mediator yang membawa pesan perdamaian, dengan mediasi, akomodasi dan rekonsilasi konflik tersebut dapat diatasi.
Disamping Wahab (2009: 111) mengemukakan beberapa kelemahan dalam menggunakan metode bermain peran (Role playing) diantaranya:
1.   Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh.
2.   Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
3.   Bermain peran tidak selamanya menuju pada arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkannya.
4.   Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankannya.
5.   Untuk berjalan dengan baik sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga dapat bekerjasama dengan baik.
Adapun kelebihan dari bermain peran (role playing) adalah:
1.   Siswa bebas mengambil keputusan dan bereksperimen secara utuh.
2.   Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalamsituasi dan waktu yang berbeda.
3.   Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4.   Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. (Ahmadi, 2011: 55)

Bermain peran dalam pembelajaran menurut E Mulyasa (2013: 113) merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus mampuh menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuia dengan tema yang dipilih.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeran dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran-peran lainnya. Pemeran tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedabgkan pengamat melibatkan diri sebagai emosional dan berusaha merngidentifikasikan perasaan-perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeran.
Pada pembelajaran dengan bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara tuntas samapi masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar turut aktif mendidkusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik.hakikat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaannya; memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.
Menurut E Mulyasa (2013: 115) Sedikitnya terdapat Sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dam pembelajaran:
1)   Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Pada tahap inih guru mengemukakan masalah. Masalah dapat diangkat dari kehidupan pesrta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir di hadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah itu sebaiknya dipecahkan. Masalah yang dipilih masalah yang hangat dan aktual, langsung menyangkut kehidupan pesrtadidik,menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan sebagi alternative pemecahan.
Tahap ini lebih banyank dimaksudkan unutuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap inih sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. bermain peran akan berhasil apa bila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. Setelah masalah diidentifikasikan, guru berusaha menjelaskannya secara lebih rinci. Selanjutnya dikemukakan peran-peran yang harus dimainkan. Masalah yang akan dimainkan mungkina berbeda atau sama dengan cerita yang dimaksudkan untuk memotivasi kelompok.
2)   Memilih partisipan/peran
Pada tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian peserta didik diberi kesempatan secara sukarela menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
3)   Menyusun tahap-tahap peran
Pada tahap inih para pemeran menyusun garis-garis besar adengan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, misalnya di mana pemeran dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebaginya. Persiapan ini penting untuk menciptakan suasana yang menyenagkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya.
4)   Menyiapkan pengamat
Sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayatibperan yang dimainkan dan aktif  mendiskusikannya. Menurut Shaftel dan Shaftel, agar pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang akan dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenrnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukan pemeran? Apakah pemeran dapat menghayati peran yang dimainkannya? Keterlibatan pengamat dapatmemperkaya model, terutama mengajukan alternatif pemeran. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih hidup, terutama pada saat mendiskusikan peran-peran yang dimainkan.
5)   Pemeranan
Pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti bener-bener dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan dan ditunjukan. Shaftel dan Shaftel mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuia dengan tingkat kesulitan dan kompleksitas maslah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlau lama.
Pemeran dapat behenti apabila para pesrta didik  telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba dilakukan. Adakalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah memakai waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. Sebaiknya pemeranan dihentikan pada saat terjadi pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan.
6)   Diskusi dan Evaluasi
Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertayaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsiran mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memacahkan masalah yang sedang dihadapi. Di sini diskusi dapat di arahkan pada pengajuan alternatif-alternatif pemerana yang akan ditampilkan kembali. Dalam kaitan ini, guru harus mengarahkan diskusi yang dilakukan para peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuhkan.

7)   Pemeranan ulang
Pemeranan ulang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternatif-alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut, demikian halnya dengan para pelaunya. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran-peran yang lainnya.
8)   Diskusi dan Evaluasi tahap dua
Diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan.
9)   Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan
Tahap inih tidk harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman-pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan teman-temannya. Mereka bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang lebih ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman-teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat di ungkap atau muncul secara spontan.
Keberhasilan bermain peran bergantung pada kemampuan dalam mengungkap pengalaman pribadi peserta didik. Di samping terdapat aneka ragam pengalaman, dalam hal tertentu dimungkinkan ada kesamaan pengalaman di antar peserta didik. Berdasarkan kesamaan pengalaman ini ditarik suatu generalisasi. Melalui bermain peran para peserta didik dapat berlatih untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Kelas dapat diibaratkan sebagai suatu kehidupan sosial tempat para peserta didik belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
2.   Upaya Mengatasi Kelemahan Metode Role Playing
Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan dari metode role playing, antara lain:
1.   Guru harus menjelaskan kepada siswa, untuk memperkenalkan bahwa metode yang akan digunakan sekarang adalah role playing, dengan metode ini siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual yang ada di masyarakat atau sesuai dengan maalah yang terdapat dalam pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru. Kemudian guru beberapa siswa bermain peran sedangkan siswa yang menjadi penonton mendapat tugas-tugas tertentu agar dalam pelaksanaannya siswa aktif semua.
2.   Guru harus memilih masalah yang menarik sehingga membuat siswa bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.
3.   Agar siswa memahami isi dari peristiwanya, guru harus menjelaskan dengan baik agar bermain peran akan berjalan dengan skenario dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
4.   Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan di dramakan harus sesuai dengan waktu yang tersedia. Oleh karena itu, harus diusahakan agar para pemain berbicara dan melakukan gerakan naskah cerita atau materi pelajaran dan tidak keluar dari peran yang didapatnya.
Dengan adanya pemecahan masalah yang dilakukan terlebih dahulu metode role playing kepada siswa sehingga siswa akan lebih paham tentang pelaksanaan role playing sehingga asil yang didapat meningkatkan hasil belajar siswa.  
3.   Langkah-langkah Pelaksanaan Metode (Role Playing)
Menurut Shaftel yang dikutip oleh Dahlan (1984: 128) metode bermain peran terdiri dari sembilan tahapan, yaitu:
1)   Merangsang semangat kelompok,
2)   Memilih peran,
3)   Mempersiapkan pengamat,
4)   Mempersiapkan tahap-tahap peran,
5)   Pemeranan,
6)   Mendiskusikan dan mengevaluasi peran dan sisinya,
7)   Pemeranan ulang,
8)   Mendiskusikan dan mengevaluasi pemeranan ulang,
9)   Mengkaji kemanfataannya dalam kehidupan nyata melalui saling tukar pengalaman dan penarikan generalisasi.
4.   Petunjuk Menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing)
Menurut Sudjana (2011: 85) petunjuk menggunakan bermain peran (role playing) adalah sebagai berikut:
1)   Tetapkan dahulu masalah-masalah social yang menarik perhatian siswa untuk dibahas.
2)   Ceritakan kepada kelas mengenai isi dari masalah-maslah dalam konteks cerita tersebut.
3)   Tetapkan siswa yang dapat atau yang bersedia untuk memainkan peranannya di depan kelas.
4)   Jelaskan kepada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu role playing sedang berlangsung.
5)   Beri kesempatan kepada para pelaku untuk berunding beberapa menit sebelum mereka memainkan perannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...