Filsafat
yang dianut dalam pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam. Pendidikan Islam
berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikannya atas
prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya. Filsafat pendidikan Islam
membincangkan filsafat yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa
sesungguhnya pendidikan Islam itu dan bagaimana usaha-usaha pendidikan
dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan hukum-hukum Islam. Labib Al-Najihi,
sebagaimana dikutip Al-Syaibany (1979:30), mengemukakan sebagai berikut:
Memahami filsafat pendidikan sebagai
aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk
mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Suatu filsafat
pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan dasar tentang
pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam dan yang orientasi pemikirannya
berdasarkan ajaran tersebut. Dengan perkataan lain, filsafat pendidikan Islam
adalah suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis,
radikal, sistematis dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai
hakikat pendidikan Islam.
Al-Syaibany
(1979:31) menegaskan bahwa filsafat pendidikan Islam harus mengandung
unsur-unsur dan syarat-syarat sebagai berikut:
(1) dalam segala
prinsip, kepercayaan dan kandungannya sesuai dengan ruh (spirit) Islam; (2)
berkaitan dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta sistem sosial,
ekonomi, dan politiknya; (3) bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang
baik (hikmah); (4) pembinaannya berdasarkan pengkajian yang mendalam dengan
memperhatikan aspek-aspek yang melingkungi; (5) bersifat universal dengan
standar keilmuan; (6) selektif, dipilih yang penting dan sesuai dengan ruh
agama Islam; (7) bebas dari pertentangan dan persanggahan antara prinsip-prinsip
dan kepercayaan yang menjadi dasarnya; dan (8) proses percobaan yang
sungguh-sungguh terhadap pemikiran pendidikan yang sehat, mendalam dan jelas.
Dalam kaitannya dengan alam, menurut Al-Syaibany terdapat beberapa
prinsip Filsafat Pendidikan Islam tentang alam, antara lain yakni:
a.
Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa pendidikan
Islam sebagai proses pembentukan pengalaman dan perubahan tingkah laku, baik
individu maupun masyarakat hanya akan berhasil apabila terjadi interaksi antara
peserta didik dengan lingkungan alam sekitarnya tempat mereka hidup. Seluruh
makhluk, baik benda ataupun alam sekitar, dipandang sebagai bagian alam
semesta. Oleh karena itu, proses pendidikan manusia dan peningkatan mutu
akhlaknya, bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial (sesama manusia)
semata, tapi juga dalam lingkungan alam yang bersifat material.
b.
Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta
atau universe, baik yang materi maupun bukan, memiliki hukumnya
sendiri-sendiri. Hal ini harus diteliti dan dipelajari dalam pendidikan Islam
agar peserta didik mampu mengenali hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta
ini sehinga memiliki keteraturan dan keharmonisan dalam kehidupan.
c.
Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta
yang terbagi dalam dua kategori (alam materi dan alam ruh),
harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab
itu pendidikan Islam harus memperhatikan kedua hal ini secara seimbang, karena
kehidupan manusia yang sempurna tidak akan terwujud hanya dengan memperhatikan
salah satunya.
d.
Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta
yang berjalan dengan teratur ini, harus dipahami sebagai keajaiban dan
keagungan Sang Pencipta. Olehnya itu, dari sikap ini diharapkan akan menambah
iman atau keyakinan bahwa manusia tidak berdaya dihadapan Allah yang telah
membuat dan mengatur alam ini sedemikian harmonis dan teraturnya.
e.
Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta
ini bukanlah musuh bagi manusia, dan bukan penghalang bagi kemajuan peradaban
manusia, melainkan alam merupakan teman dan alat bagi kemajuan manusia. Oleh
karena itu, pendidikan Islam harus senantiasa diarahkan agar dapat menanamkan
pemahaman kepada peserta didik tentang bagaimana mengelola alam dan
memanfaatkannya secara bijaksana demi kepentingan umat manusia.
f.
Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta
dan seisinya ini bersifat baru (tidak kekal). Prinsip ini dapat dijadikan
sebagai pegangan pendidikan Islam bahwa hanya Allahlah yang bersifat kekal dan
abadi.
Dengan
berpegang dari beberapa prinsip tersebut di atas, filsafat pendidikan Islam
akan dapat menentukan arah pemikiran dan implementasi pendidikan Islam di
antara filsafat-filsafat pendidikan lainnya. Di samping itu, sebagai sebuah
disiplin ilmu maka filsafat pendidikan Islam dapat pula menentukan sikapnya
dari permasalahan-permasalahan seputar alam. Sikap ini pada akhirnya akan
melahirkan berbagai prinsip yang dapat dijadikan sebagai landasan filosofis
dalam menentukan tujuan, metode, kurikulum, dan berbagai komponen lainnya dalam
pendidikan Islam.
Objek
kajian filsafat pendidikan Islam, menurut Mulkhan (1993:213), dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material
filsafat pendidikan Islam adalah bahan dasar yang dikaji dan dianalisis,
sementara obyek formalnya adalah cara pendekatan atau sudut pandang terhadap
bahan dasar tersebut. Dengan demikian, obyek material filsafat pendidikan Islam
adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar untuk menciptakan
kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, pengetahuan dan
kepribadian atau akhlak peserta didik melalui pendidikan. Obyek formal pendidikan
Islam adalah aspek khusus usaha manusia secara sadar yaitu penciptaan kondisi
yang memberi peluang pengembangan kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian
sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalani dan menyelesaikan
permasalahan hidupnya dengan menempatkan Islam sebagai hudan dan furqan.
Filsafat
pendidikan Islam merupakan ilmu yang ekstensinya masih dalam kondisi permulaan
perkembangan sebagai disiplin keilmuan pendidikan. Demikian pula
sistematikanya, filsafat pendidikan Islam masih dalam proses penataan yang akan
menjadi kompas bagi teorisasi pendidikan Islam.
Islam
memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan
dengan agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Islam dipersiapkan
untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak
hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan
penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah Al-Qur’an dan
Al-Hadits yang menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran. Dalam berbagai riwayat Nabi Muhammad Saw, telah mencanangkan
program pendidikan seumur hidup (long
life education).
Dari
uraian di atas, terlihat bahwa Islam sejak awal telah melakukan revolusi di
bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh amat strategis dalam
mengangkat martabat kehidupan manusia. Pendidikan dalam Islam merupakan
jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dari
kehinaan menuju kemuliaan, dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Landasan
pendidikan Islam sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran “Dan demikian Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami.
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an
itu cahaya yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya Kami
benar-benar benar memberi petunjuk kepada jalan yang benar (QS.
Asy-Syura:52). Hadits Nabi Muhammad Saw: “Sesungguhnya
orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak
taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal
pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan
memperoleh kemenangan” (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin: 90). Islam merupakan
fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat
universal yang kandungannya mencakup seluruh aspek kehidupan.
Pendidikan
dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan
menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga
ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan, memudahkan cara-cara bagi para guru
dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para
peserta didik. Kalau teori pendidikan semata-mata teknologi, ia harus meneliti
asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan
praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut
bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul
dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan
buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya di
dalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat
menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum
dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat
pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh
dengan debat tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Sebagai
ajaran, Islam mengandung sistem nilai di mana proses pendidikan berlangsung dan
dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah
dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai itu
kemudian dijadikan dasar bangunan pendidikan Islam yang memiliki daya lentur
normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan
Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu
Al-Quran dan Hadits, meliputi empat pengembangan fungsi manusia:
1.
Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya
di tengah-tengah mahluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2.
Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan
masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3.
Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya
untuk beribadah kepada-Nya.
4.
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap
mahluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan menciptakan mahluk lain,
serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya (Mulkhan,
1993:214).
Filsafat
pendidikan Islam merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits
sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim,
sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara
singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran
Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan
filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai
dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Ahmad
Tafsir (2000:140 memberi penjelasan tentang perbedaan antara filsafat dan ilmu
(sains), dan filsafat pendidikan Islam. Menurutnya filsafat ialah jenis
pengetahuan manusia yang logis saja, tentang obyek-obyek yang abstrak. Ilmu
ialah jenis pengetahuan manusia yang diperoleh dengan riset terhadap
obyek-obyek empiris; benar tidaknya suatu teori ilmu ditentukan oleh
logis-tidaknya dan ada-tidaknya bukti empiris. Adapun filsafat pendidikan Islam
adalah kumpulan teori pendidikan Islam yang hanya dapat dipertanggung jawabkan
secara logis dan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris.
Masalah-masalah
pendidikan Islam yang menjadi perhatian ontologi menurut Muhaimin (2005:65)
adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan Islam diperlukan pendirian
mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Pertanyaan-pertanyaan
ontologis ini berkisar pada apa saja potensi yang dimiliki manusia. Dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits terdapat istilah fitrah, samakah potensi dengan fitrah
tersebut. Potensi dan atau fitrah apa dan di mana yang perlu mendapat prioritas
pengembangan dalam pendidikan Islam. Apakah potensi dan atau fitrah itu
merupakan pembawaan yang tidak akan mengalami perubahan, ataukah ia dapat berkembang
melalui lingkungan atau faktor ajar.
Analisis
epistemologis tentang pendidikan Islam terkait dengan landasan dan metode
pendidikan Islam. Kegiatan pendidikan tertuju pada manusia, dan oleh karenaya
menyentuh filsafat tentang manusia. Kegiatan pendidikan adalah kegiatan
mengubah manusia sehingga mengembangkan hakikat kemanusiaan. Kegiatan
pendidikan dilakukan terhadap manusia dan oleh manusia, yang bertujuan
mengembangkan potensi kemanusiaan, dan hal ini dapat terjadi jika manusia
memang “animal educandum, educabile, dan
educans”.
Secara
epistemologis bahwa manusia adalah animal
educandum, educabile dan educans
tersebut merupakan hasil analisis Langeveld, seorang Paedagog Belanda. Analisis
fenomenologis tentang manusia sebagai sasaran tindak mendidik ini menegakkan
paedagogik (ilmu pendidikan) sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang patut
dipertimbangkan. Paedagogik sebagai ilmu pengetahuan melukiskan bahan
pengetahuan pendidikan yang bermanfaat untuk melakukan pengajaran ilmu
pengetahuan di sekolah.
Analisis
epistemologis dan metode fenomenologi tentang kegiatan pendidikan menurut
Dimyati (2002:5) telah melahirkan paedagogik sebagai ilmu yang otonom.
Sedangkan analisis epistemologi dengan pragmatismenya melahirkan philosophy of education sebagai cabang
filsafat khusus. Secara analisis pragmatis, kegiatan pendidikan dipandang
sebagai bagian integral kebudayaan; dalam hal ini kegiatan
pendidikan dipandang sebagai penerapan pandangan filsafat manusia terhadap
anak manusia. Implikasinya, dapat diilustrasikan jika manusia dipandang sebagai
mahluk rasional, maka kegiatan pendidikan terhadap manusia adalah membuat
manusia menjadi makhluk yang mampu menggunakan dan mengembangkan akalnya untuk
memecahkan masalah-masalah kebudayaan manusia.
Aksiologi
pendidikan Islam bahwa masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau
dari kesusilaan, sangat prinsip dalam pendidikan Islam. Hal ini terjadi karena
kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan
karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam. Nabi
Muhammad sendiri diutus untuk misi utama memperbaiki dan menyempurnakan
kemuliaan dan kebaikan akhlak umat manusia.
Pendidikan
sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan, tidak dapat lepas
dari sistem nilai tersebut. Dalam masalah etika yang mempelajari tentang
hakekat keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan Islam, karena keindahan
merupakan kebutuhan manusia dan melekat pada setiap ciptaan Allah. Tuhan
sendiri Maha Indah dan menyukai keindahan.
Pendidikan
Islam sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan seni tidak dapat lepas
dari sistem nilai keindahan tersebut. Dalam mendidik ada unsur seni, terlihat
dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan indah. Unsur
seni mendidik ini dibangun atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada aspek-aspek
lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia dalam
fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai fakta dan manusia
sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai tertentu sehingga situasi pendidikan
memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral. Itu sebabnya
pendidikan dalam prakteknya adalah fakta empiris yang syarat nilai dan
interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti
komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat manusiawi.
Bagi
Ahmad Sanusi (2009:iii), ajaran Islam bisa diwujudkan dalam peradaban manusia
sehingga rahmatan lil alamin-nya
Islam dirasakan di segenap penjuru bumi ini. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
nilai-nilai keislaman perlu menjadi acuan tindakan untuk segenap tindakan di
ruang privat maupun publik. Upaya mewujudkan gagasan dalam dunia sosial itu
menggunakan dua perangkat dasarnya yang penting yaitu manajemen strategik yang
melihat kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman yang ada di
lingkungan eksternal. Di samping menggunakan manajemen mutu terpadu, yang
mengajarkan apa yang kita lakukan agar tambah hari tambah baik, tambah bermutu,
tambah produktif dan tambah efektif dan efisien.
Konsep
evolusi kesadaran yang pada puncaknya tertingginya adalah terbentuknya
masyarakat ko-kreatif yang terbentuk dari individu yang berubah paradigmanya,
lalu membentuk individu ko-kreatif dan komunitas ko-kreatif. Ko-kreatif ini
adalah sama-sama membangun kemaslahatan di tengah-tengah kehidupan. Individu
yang berakhlak membentuk keluarga sakinah
mawaddah wa rahmah, lalu masyarakat marhamah
yang akhirnya membentuk masyarakat atau Negara baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar