Jumat, 23 Desember 2011

Filsafat Pendidikan Islam


Filsafat yang dianut dalam pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam. Pendidikan Islam berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikannya atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya. Filsafat pendidikan Islam membincangkan filsafat yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam itu dan bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan hukum-hukum Islam. Labib Al-Najihi, sebagaimana dikutip Al-Syaibany (1979:30), mengemukakan sebagai berikut:
Memahami filsafat pendidikan sebagai aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Suatu filsafat pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan dasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam dan yang orientasi pemikirannya berdasarkan ajaran tersebut. Dengan perkataan lain, filsafat pendidikan Islam adalah suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam.

Al-Syaibany (1979:31) menegaskan bahwa filsafat pendidikan Islam harus mengandung unsur-unsur dan syarat-syarat sebagai berikut:
(1) dalam segala prinsip, kepercayaan dan kandungannya sesuai dengan ruh (spirit) Islam; (2) berkaitan dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi, dan politiknya; (3) bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang baik (hikmah); (4) pembinaannya berdasarkan pengkajian yang mendalam dengan memperhatikan aspek-aspek yang melingkungi; (5) bersifat universal dengan standar keilmuan; (6) selektif, dipilih yang penting dan sesuai dengan ruh agama Islam; (7) bebas dari pertentangan dan persanggahan antara prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasarnya; dan (8) proses percobaan yang sungguh-sungguh terhadap pemikiran pendidikan yang sehat, mendalam dan jelas.

Dalam kaitannya dengan alam, menurut Al-Syaibany terdapat beberapa prinsip Filsafat Pendidikan Islam tentang alam, antara lain yakni:
a.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa pendidikan Islam sebagai proses pembentukan pengalaman dan perubahan tingkah laku, baik individu maupun masyarakat hanya akan berhasil apabila terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan alam sekitarnya tempat mereka hidup. Seluruh makhluk, baik benda ataupun alam sekitar, dipandang sebagai bagian alam semesta. Oleh karena itu, proses pendidikan manusia dan peningkatan mutu akhlaknya, bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial (sesama manusia) semata, tapi juga dalam lingkungan alam yang bersifat material.
b.      Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta atau universe, baik yang materi maupun bukan, memiliki hukumnya sendiri-sendiri. Hal ini harus diteliti dan dipelajari dalam pendidikan Islam agar peserta didik mampu mengenali hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta ini sehinga memiliki keteraturan dan keharmonisan dalam kehidupan.
c.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang terbagi dalam dua kategori (alam materi dan alam ruh), harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu pendidikan Islam harus memperhatikan kedua hal ini secara seimbang, karena kehidupan manusia yang sempurna tidak akan terwujud hanya dengan memperhatikan salah satunya.
d.      Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang berjalan dengan teratur ini, harus dipahami sebagai keajaiban dan keagungan Sang Pencipta. Olehnya itu, dari sikap ini diharapkan akan menambah iman atau keyakinan bahwa manusia tidak berdaya dihadapan Allah yang telah membuat dan mengatur alam ini sedemikian harmonis dan teraturnya.
e.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta ini bukanlah musuh bagi manusia, dan bukan penghalang bagi kemajuan peradaban manusia, melainkan alam merupakan teman dan alat bagi kemajuan manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus senantiasa diarahkan agar dapat menanamkan pemahaman kepada peserta didik tentang bagaimana mengelola alam dan memanfaatkannya secara bijaksana demi kepentingan umat manusia.
f.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta dan seisinya ini bersifat baru (tidak kekal). Prinsip ini dapat dijadikan sebagai pegangan pendidikan Islam bahwa hanya Allahlah yang bersifat kekal dan abadi.

Dengan berpegang dari beberapa prinsip tersebut di atas, filsafat pendidikan Islam akan dapat menentukan arah pemikiran dan implementasi pendidikan Islam di antara filsafat-filsafat pendidikan lainnya. Di samping itu, sebagai sebuah disiplin ilmu maka filsafat pendidikan Islam dapat pula menentukan sikapnya dari permasalahan-permasalahan seputar alam. Sikap ini pada akhirnya akan melahirkan berbagai prinsip yang dapat dijadikan sebagai landasan filosofis dalam menentukan tujuan, metode, kurikulum, dan berbagai komponen lainnya dalam pendidikan Islam.
Objek kajian filsafat pendidikan Islam, menurut Mulkhan (1993:213), dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat pendidikan Islam adalah bahan dasar yang dikaji dan dianalisis, sementara obyek formalnya adalah cara pendekatan atau sudut pandang terhadap bahan dasar tersebut. Dengan demikian, obyek material filsafat pendidikan Islam adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian atau akhlak peserta didik melalui pendidikan. Obyek formal pendidikan Islam adalah aspek khusus usaha manusia secara sadar yaitu penciptaan kondisi yang memberi peluang pengembangan kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalani dan menyelesaikan permasalahan hidupnya dengan menempatkan Islam sebagai hudan dan furqan.
Filsafat pendidikan Islam merupakan ilmu yang ekstensinya masih dalam kondisi permulaan perkembangan sebagai disiplin keilmuan pendidikan. Demikian pula sistematikanya, filsafat pendidikan Islam masih dalam proses penataan yang akan menjadi kompas bagi teorisasi pendidikan Islam. 
Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Islam dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Dalam berbagai riwayat Nabi Muhammad Saw, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education).
Dari uraian di atas, terlihat bahwa Islam sejak awal telah melakukan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh amat strategis dalam mengangkat martabat kehidupan manusia. Pendidikan dalam Islam merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dari kehinaan menuju kemuliaan, dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Landasan pendidikan Islam sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran “Dan demikian Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya Kami benar-benar benar memberi petunjuk kepada jalan yang benar (QS. Asy-Syura:52). Hadits Nabi Muhammad Saw: “Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan” (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin: 90). Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya mencakup seluruh aspek kehidupan.
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan, memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan semata-mata teknologi, ia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya di dalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan, akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Sebagai ajaran, Islam mengandung sistem nilai di mana proses pendidikan berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan pendidikan Islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al-Quran dan Hadits, meliputi empat pengembangan fungsi manusia:
1.        Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah-tengah mahluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2.        Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3.        Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya.
4.        Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap mahluk lain dan membawanya agar memahami hikmah Tuhan menciptakan mahluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya (Mulkhan, 1993:214).

Filsafat pendidikan Islam merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Ahmad Tafsir (2000:140 memberi penjelasan tentang perbedaan antara filsafat dan ilmu (sains), dan filsafat pendidikan Islam. Menurutnya filsafat  ialah jenis pengetahuan manusia yang logis saja, tentang obyek-obyek yang abstrak. Ilmu ialah jenis pengetahuan manusia yang diperoleh dengan riset terhadap obyek-obyek empiris; benar tidaknya suatu teori ilmu ditentukan oleh logis-tidaknya dan ada-tidaknya bukti empiris. Adapun filsafat pendidikan Islam adalah kumpulan teori pendidikan Islam yang hanya dapat dipertanggung jawabkan secara logis dan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris.
Masalah-masalah pendidikan Islam yang menjadi perhatian ontologi menurut Muhaimin (2005:65) adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan Islam diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Pertanyaan-pertanyaan ontologis ini berkisar pada apa saja potensi yang dimiliki manusia. Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits terdapat istilah fitrah, samakah potensi dengan fitrah tersebut. Potensi dan atau fitrah apa dan di mana yang perlu mendapat prioritas pengembangan dalam pendidikan Islam. Apakah potensi dan atau fitrah itu merupakan pembawaan yang tidak akan mengalami perubahan, ataukah ia dapat berkembang melalui lingkungan atau faktor ajar.
Analisis epistemologis tentang pendidikan Islam terkait dengan landasan dan metode pendidikan Islam. Kegiatan pendidikan tertuju pada manusia, dan oleh karenaya menyentuh filsafat tentang manusia.  Kegiatan pendidikan adalah kegiatan mengubah manusia sehingga mengembangkan hakikat kemanusiaan. Kegiatan pendidikan dilakukan terhadap manusia dan oleh manusia, yang bertujuan mengembangkan potensi kemanusiaan, dan hal ini dapat terjadi jika manusia memang “animal educandum, educabile, dan educans”.
Secara epistemologis bahwa manusia adalah animal educandum, educabile dan educans tersebut merupakan hasil analisis Langeveld, seorang Paedagog Belanda. Analisis fenomenologis tentang manusia sebagai sasaran tindak mendidik ini menegakkan paedagogik (ilmu pendidikan) sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang patut dipertimbangkan. Paedagogik sebagai ilmu pengetahuan melukiskan bahan pengetahuan pendidikan yang bermanfaat untuk melakukan pengajaran ilmu pengetahuan di sekolah.
Analisis epistemologis dan metode fenomenologi tentang kegiatan pendidikan menurut Dimyati (2002:5) telah melahirkan paedagogik sebagai ilmu yang otonom. Sedangkan analisis epistemologi dengan pragmatismenya melahirkan philosophy of education sebagai cabang filsafat khusus. Secara analisis pragmatis, kegiatan pendidikan dipandang sebagai bagian integral kebudayaan; dalam hal ini kegiatan pendidikan dipandang sebagai penerapan pandangan filsafat manusia terhadap anak manusia. Implikasinya, dapat diilustrasikan jika manusia dipandang sebagai mahluk rasional, maka kegiatan pendidikan terhadap manusia adalah membuat manusia menjadi makhluk yang mampu menggunakan dan mengembangkan akalnya untuk memecahkan masalah-masalah kebudayaan manusia.
Aksiologi pendidikan Islam bahwa masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat prinsip dalam pendidikan Islam. Hal ini terjadi karena kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam. Nabi Muhammad sendiri diutus untuk misi utama memperbaiki dan menyempurnakan kemuliaan dan kebaikan akhlak umat manusia.
Pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan, tidak dapat lepas dari sistem nilai tersebut. Dalam masalah etika yang mempelajari tentang hakekat keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan Islam, karena keindahan merupakan kebutuhan manusia dan melekat pada setiap ciptaan Allah. Tuhan sendiri Maha Indah dan menyukai keindahan.
Pendidikan Islam sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan seni tidak dapat lepas dari sistem nilai keindahan tersebut. Dalam mendidik ada unsur seni, terlihat dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan indah. Unsur seni mendidik ini dibangun atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai tertentu sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikan dalam prakteknya adalah fakta empiris yang syarat nilai dan interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat manusiawi.  
Bagi Ahmad Sanusi (2009:iii), ajaran Islam bisa diwujudkan dalam peradaban manusia sehingga rahmatan lil alamin-nya Islam dirasakan di segenap penjuru bumi ini. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai-nilai keislaman perlu menjadi acuan tindakan untuk segenap tindakan di ruang privat maupun publik. Upaya mewujudkan gagasan dalam dunia sosial itu menggunakan dua perangkat dasarnya yang penting yaitu manajemen strategik yang melihat kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman yang ada di lingkungan eksternal. Di samping menggunakan manajemen mutu terpadu, yang mengajarkan apa yang kita lakukan agar tambah hari tambah baik, tambah bermutu, tambah produktif dan tambah efektif dan efisien.
Konsep evolusi kesadaran yang pada puncaknya tertingginya adalah terbentuknya masyarakat ko-kreatif yang terbentuk dari individu yang berubah paradigmanya, lalu membentuk individu ko-kreatif dan komunitas ko-kreatif. Ko-kreatif ini adalah sama-sama membangun kemaslahatan di tengah-tengah kehidupan. Individu yang berakhlak membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, lalu masyarakat marhamah yang akhirnya membentuk masyarakat atau Negara baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...