Sabtu, 09 Juni 2012

Pengertian Afektif


Domain afektif kaitannya dengan penguasaan suatu disiplin ilmu yang sedang dipelajari dikemukakan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia sebagai 5 klasifikasi kemampuan afektif. Tiap klasifikasi dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih khusus, meliputi: 1) Menerima (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), 2) Merespon (aktif berpartisipasi), 3) Menghargai (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu), 4) Mengorganisasi (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya), 5) Bertindak/ Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya).
Menerima: Kemampuan ini berkaitan dengan keinginan individu untuk terbuka atau peka pada perangsang atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya. Pada tingkat ini muncul keinginan untuk menerima perangsang, atau paling tidak menyadari bahwa perangsang itu ada.
Merespon: Pada tingkat ini muncul keinginan untuk melakukan tindakan sebagai respon pada perangsang tersebut. Tindakan-tindakan dapat disertai dengan perasaan puas dan nikmat.
Menghargai: Penyertaan rasa puas dan nikmat ketika melakukan respon pada perangsang menyebabkan individu ingin secara konsisten menampilkan tindakan itu dalam situasi yang serupa. Pada tahap ini individu dikatakan menerima suatu nilai dan mengembangkannya, serta ingin terlibat lebih jauh ke dalam nilai tersebut.
Mengorganisasi: Individu yang sudah secara konsisten dan berhasil menampilkan suatu nilai, pada suatu saat akan menghadapi situasi dimana lebih dari satu nilai yang bisa ditampilkan. Bila ini terjadi, maka individu akan mulai ingin menata nilai-nilai itu ke dalam suatu sistem nilai, melihat keterkaitan antar nilai dan menetapkan nilai mana yang paling dominan baginya.
Pengamalan: Bertindak konsisten sesuai dengan nilai yang dimilikinya. Ini adalah tingkatan tertinggi dari aspek afektif, di mana individu akan berlaku konsisten berdasarkan nilai yang dijunjungnya.
Klasifikasi aspek-aspek afektif ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku tingkat yang lebih rendah merupakan prasyarat bagi perilaku tingkat yang lebih tinggi.Itulah sebabnya, ranah ini diurutkan ke dalam suatu garis kontinum dalam bentuk hierarkis dan pencapaiannya bersifat komulatif. Mulai dari tahap pertama yaitu menerima suatu nilai, keinginan untuk merespon, kepuasan yang didapat ketika merespon akan memunculkan penghargaan pada nilai itu, selanjutnya mengorganisasi nilai-nilai ke suatu sistem nilai yang sifatnya amat pribadi, dan akhirnya berperilaku secara konsisten berdasarkan nilai yang dimiliki dan dipercayainya.
Selain domain afektif sebagaimana diuraikan di atas, aspek-aspek afektif dalam bentuk soft skills seperti kemampuan mengembangkan kreativitas, produktivitas, berpikir kritis, bertanggungjawab, memiliki kemandirian, berjiwa kepemimpinan serta kemampuan berkolaborasi, perlu dimiliki oleh para siswa/mahasiswa. Penghargaan terhadap keragaman, memiliki kesadaran akan nilai-nilai kesatuan dalam kemajemukan yang didasarkan pada nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan religi, amat perlu dikembangkan.
Memang, dalam perkembangannya manusia tidak bisa dipisah-pisahkan ke dalam berbagai fungsi atau daya. Manusia merupakan suatu kesatuan totalitas, di mana berbagai fungsi atau daya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Dalam diri manusia akal budi terintegrasi dengan seluruh kepribadiannya. Di bidang moral, kewajiban moral berhubungan dengan pribadi manusia sebagai keseluruhan atau totalitas, sedangkan nilai-nilai lainnya, (seperti nilai ekonomi, nilai estetis, dan nilai-nilai lainnya), berhubungan dengan salah satu aspek saja dalam diri manusia.
Menurut Martin dan Briggs (1986), perkembangan kepribadian manusia (self-development) sebagai tujuan pendidikan merupakan komponen afektif paling inklusif yang mencakup nilai, moral dan etika, motivasi dan kompetensi sosial. Nilai lebih inklusif dari pada sikap (attitudes) dan berbeda dengan moral dan etika. Nilai berkenaan dengan penilaian terhadap sesuatu yang berharga atau bernilai, sedangkan moral dan etika berkenaan dengan penilaian tentang benar-salah.
Di dalam bukunya yang berjudul “The Affective and Cognitive Domains: Integration for Instruction and Research”, Martin dan Briggs menggambarkan adanya hubungan langsung antara sikap dan nilai serta sikap dengan moral dan etika. Mereka berpendapat bahwa perkembangan nilai, moral dan etika, berhubungan langsung dengan sikap seseorang. Sedangkan sikap tidak berhubungan secara langsung dengan motivasi dan kompetensi sosial, namun sikap berpengaruh terhadap pilihan seseorang, motivasi, dan juga perilaku sosialnya. Sikap bukanlah inti dari motivasi dan kompetensi sosial seseorang sebagaimana pada nilai serta moral dan etika.
Dalam diagram berikut Martin dan Briggs menempatkan kompetensi sosial, motivasi, nilai, serta moral dan etika, dalam satu garis lurus sebagai persyaratan bagi perkembangan pribadi seseorang (self-development). Sedangkan interes merupakan prerequisit bagi motivasi seseorang. Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk, benar atau salah dengan cara menunjukkan alasan-alasan rasionalnya saja tidaklah cukup. Penilaian kognitif juga berhubungan dengan perasaan. Martin dan Briggs menggambarkan bahwa emosi seseorang mendasari perkembangan sikap, interes, kompetensi sosial, serta aspek-aspek afektif lainnya. Sedangkan perasaan berkaitan dengan emosi. Atribusi ditempatkan sebagai komponen afektif yang paling akhir. Atribusi berhubungan langsung dengan perkembangan pribadi (self development). Untuk menggambarkan hubungan sikap dan atribusi hanya dibatasi pada sub kategori sikap, yaitu sikap tentang diri sendiri. Kompetensi sosial berhubungan langsung dengan atribusi, sebab penilaian terhadap seseorang banyak dilakukan melalui interaksi sosial.

Komunikasi Persuasif


1.      Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan umat manusia. Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan sesamanya diakui oleh hampir semua agama telah ada sejak Adam dan Hawa. Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk memenuhi hasrat orang lain, merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang, isyarat, kemudian disususul dengan kemampuan untukmemberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal.
Peristiwa komunikasi pasti dilaksanakan oleh manusia karena itu pembicaraan tentang komunikasi sangat luas hampir tak ada batasnya, oleh karenanya batas-batas yang mampu menunjukkan kekhususan komunikasi sebagai suatu disipln ilmu dapat dipelajari. Effendy (Liliweri, 1997: 6) menampilkan ruang lingkup ilmu publistik/ ilmu komunikasi atas unsur-unsur: bentuk, sifat, metode, teknik, fungsi, tujuan, model, lapangan dan sistem.
Komuniaksi merupakan suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang, yang mengandung arti atau makna atau perbuatan-perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lainnya, atau lebih jelasnya suatu pemindahan atau penyampaian informasi mengenai pikiran dan perasaan-perasaan. Jikalau ingin memaparkan pengertian komunikasi ada begitu banyak defenisi yang diberikan oleh para ahli hal ini disebabkan begitu banyak sarjana tertarik mempelajari komunikasi. Berikut ini adalah beberapa pengertian komunikasi:
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin Commucio yang artinya membagi (Cangara, 2007:18).
Menurut Everett M. Rogers (Cangara, 2007: 20) seorang pakar Sosiolog Pedesaan Amerika mengungkapkan defenisi komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Menurut Carl I. Hovland (Purba, 2006: 29-30), seorang sarjana psikologi menyebutkan ilmu komunikasi adalah: ”Suatu usaha yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap.” Sedangkan mengenai komunikasi sendiri, dirumuskan sebagai proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambing-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikate).

2.      Unsur-Unsur Komunikasi
Ketika seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu unsur-unsur komunikasi seperti: sumber, pesan, media, penerima dan efek telah tercakup didalamnya artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber-sumber tersebut (Cangara, 2007: 22).
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi antara lain: Aristoteles ahli filsafat kuno dalam bukunya Rhetorica (Cangara, 2007: 22), menyebut bahwa proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukung yaitu: siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan. Claude E. Shannon dan Waren Weaver (Cangara, 2007: 23) menyatakan bahwa ada lima unsur yang mendukung terjadinya proses komunikasi yaitu: pengirim, transmitter, signal, penerima, dan tujuan.

Tujuan Bimbingan dan Konseling


a. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Di dalam suatu kegiatan baik itu formal maupun non formal pasti akan ada tujuannya. Begitu juga dengan bimbingan dan konseling. Tujuan dari bimbingan dan konseling yaitu:
Menurut Tohirin (2007:36-37), tujuan bimbingan dan konseling yaitu: memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri klien, mengarahkan diri klien sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi klien, dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
Adapun tujuan bimbingan dan konseling menurut Hallen (2002:57-59) adalah:
1)      Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.
2)      Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi.
3)      Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.

Menurut H. Prayitno dan Erman Amti (2004:130) bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umun bimbingan dan konseling membantu individu agar dapat mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahnya masalah-masalah yang dihadapai individu (klien). Termasuk tujuam umum bimbingan dan konseling adalah membantu individu agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri.
Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arah perkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan klien, baik yang menyangkut perkembangan maupun kehidupannya.
Dari pendapat para ahli jelaslah bahwa, tujuan dari bimbingan dan konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun kelebihannya. Dan juga, membantu peserta didik untuk berani mengambil sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat) untuk dirinya.

b. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi bimbingan dan konseling menurut Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan (2006:16-17) adalah:
1)      Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
2)      Preventif (pencegahan), yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.
3)      Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
4)      Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah.
5)      Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan minat, bakat siswa.
6)      Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari bimbingan dan konseling selain sebagai pemahaman untuk dirinya sendiri (peserta didik) maupun lingkungannya, fungsi dari bimbingan dan konseling juga sebagai penyembuh (perbaikan) bagi peserta didik yang mengalami kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan yang menyebabkan peserta didik itu pesimis dan rendah diri.

Ayat tentang Bimbingan dan Konseling


Kata bimbingan dan konseling merupakan kata yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan, tetapi ada juga pendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan kata yang berbeda. Untuk menjelaskannya penulis menerangkannya dengan menggunakan beberapa pendapat para ahli, yaitu:
Menurut Hallen (2002:9-10) istilah bimbingan selalu dirangkai dengan istilah konseling. Hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling itu merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di antara beberapa teknik lainnya. Sedangkan bimbingan itu kebih luas, dan konseling merupakan alat yang paling penting dari usaha pelayanan bimbingan.
Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Nana Syaodih Sukmadinata (2005:235-236) yang menjelaskan bahwa, konseling merupakan salah satu teknik layanan dalam bimbingan, tetapi karena peranannya yang sangat penting, konseling disejajarkan dengan bimbingan. Konseling merupakan teknik bimbingan yang bersifat terapeutik karena yang menjadi sasarannya bukan perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap. Dengan demikian sesungguhnya konseling merupakan suatu upaya untuk mengubah pola hidup seseorang. Untuk mengubah pola hidup seseorang tidak bisa hanya dengan teknik-teknik bimbingan yang bersifat informatif, tetapi perlu teknik yang bersifat terapeutik atau penyembuhan.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa antara bimbingan dan konseling merupakan dua pengertian yang berbeda, karena konseling lebih identik dengan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong dan menggarap individu yang mengalami kesukaran dan gangguan psikis yang serius. Bimbingan oleh pandangan ini dianggap identik dengan pendidikan (Jumhur dan Surya, 2003:29).
Tugas dari seorang pembimbing atau konselor yaitu memberikan arahan yang baik kepada yang terbimbing. Sesuai dengan firman Allah QS.Asy-Syuura [14]:52 berikut:
Artinya:
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Alkitab (Al- Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa antara bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang erat di mana di antara keduanya saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain dalam memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang. Mengubah pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif menjadi positif. Sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan tujuannya.

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...