Jumat, 30 Desember 2011

Teori Motivasi


Teori harapan (expectancy theory) yang dikemukakan Victor H. Vroom dalam Gibson (1991:147), menjelaskan bahwa “orang-orang atau pegawai akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu, jika mereka yakin bahwa dan presentasinya itu mereka akan dapat mengharapkana imbalan yang besar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa “Motivation as a process governing choices among alternative form of Voluntary activity, in his view, most behaviors are under the voluntary Activily. ln his view, most behaviors are under the voluntary control of the person and are consequently motivated”. Motivasi sebagai proses pengaturan pilihan di antara sejumlah altematif aktivitas kerja, perilaku berada dalam kendali individu dan melalui hal tersebut individu dimotivasi. Ditegaskan lebih lanjut oleh Greenberg (1995: 159) bahwa:
Theory expectancy asserts that people are motivated to work when they expect that they will be able to achieve the things they want from their jobs. Expectancy theory characterizes people as rational beings who think about what they have to do in rewarded and how much the reward means to them before they perform their jobs     
Menurut pendapat Greenberg, teori harapan menegaskan bahwa individu termotivasi untuk bekerja jika punya harapan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dan pekerjaannya. Individu mempertirnbangkan pekerjaan yang akan dilakukan dengan melihat berbagai kemungkinan ganjaran dan pekerjaan tersebut. Motivasi kerja pegawai dalam organisasi tergantung pada harapannya. Seseorang mungkin melihat kernungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat, jika seseorang bekerja dengan giat. Kenaikan pangkat atau gaji inilah menjadi perangsang (stimulus) seseorang dalarn bekerja giat. Dengan demikian seseorang memilih cara bertingkah laku diantara alternatif tindakan, berdasarkan harapan yang bagaimana akan diperoleh dan setiap tindakan yang akan dilakukan.
David Nadler dan Edward Lawler dalam Stoner (1998: 448) menguraikan empat macam asumsi mengenai tingkah laku pegawai dalam organisasi yang menjadi dasar pendekatan harapan yaitu:
1.      Behavior is determined by a combinatoin off actors in the individual and in the environment,
2.      Individuals make conscious decisions about their behavior in the organization;
3.      Individuals have dfferent needs, desires, and goals; and
4.      Individuals decide between alternative behaviors an the basis of their expectations that a given behavior will lead to a desired outcome.

Tingkah laku individu dalam organisasi ditentukan oleh bagaiman perpaduan antara faktor-faktor dalam diri dan faktor dan lingkungan kerja, berapa besar keyakinannya organisasi akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya itu, kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjiakan pekerjaannya berbeda-beda tergantung dan hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan butuhkan dan hasil pekerjaan itu, dan keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, maka seseorang akan bekerja keras, dan sebaliknya.
Rumusan teori harapan (expectancy theory) V. H Vroom dikemukakan dalam Robins (1996:215):
“Teori harapan berargumen bahwa kekuata suatu kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja  yang baik; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti suatu bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi dan ganjaran-ganjaran itu akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan itu. Oleh karena itu, teori itu memfokuskan pada tiga hubungan yaitu:
1.      Hubungan upaya – kinerja: Prioritas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja
2.      Hubungan kinerja – ganjaran: Derajat sejauhmana individu itu meyakin bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3.      Hubungan ganjaran – tujuan pribadi: Derajat sejahmana ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi tujuan-tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial tersebut untuk individu itu”.

Inti teori harapan adalah kuatnya kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan daya tarik dan keluaran tersebut bagi individu. Teori ini berfokus pada tiga hubungan yaitu: hubungan upaya kinerja, adaiah berkenaan dengan harapan kemungkinan individu mencapai apa yang diinginkan dengan melakukan upaya tertentu. Hubungan kinerja-ganjaran, yaitu indeks yang merupakan tolak ukur berapa besarnya organisasi akan memberikan penghargaan atas hasil usahanya untuk pemuasan kebutuhannya; dan hubungan ganjaran-tujuan pribadi, adalah suatu intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan preferensi basil yang dapat dilihat oleh setiap individu. Greenberg (1993:159) selanjutnya menambahkan: “Expectancy theorists agree that motivation is the result of three diferent types of beliefs that people have. These are as follows Expectancy Instrumentality Valence”.  
Menurut teori harapan, motivasi adalah hasil dan tiga macam perasaan yaitu harapan, instrumental dan valensi. Harapan (expectancy) adalah keyakinan individu bahwa suatu, perilaku tertentu (effort) akan diikuti oleh tertentu (perfonmance) Instrumentalitas (instrumentality) adalah kenyakinan individu bahwa kerjanya yang sukses (Performance). Menjadikan ia menerima imbalan (reward) dan valensi imbalan (valence of reward) adalah imbalan atau hasil yang paling dibutuhkan seseorang yang menjadi kekuatan dan pilihan seseorang terhadap suatu hasil tertentu. Teori juga mengakui bahwa motivasi salah satu dan sejumlah faktor lain yang ikut membentuk prestasi kerja. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa formula yang digunakan mengukur motivasi kerja pegawai berdasarkan teori harapan adalah: Motivasi = Valensi x Harapan x Instrumen. Untuk menjelaskan teori harapan, perlu diuraikan beberapa istilah penting dalam teori tersebut.
1.  Valensi
            Valensi yang dimaksudkan dan teori harapan, mengacu pada pendapat Davis and Newstrom  (1993:148) yakni, valance refert to strength of a person’s preference for receiving a reward. It is an expression of the amaunt of one’s desire of the goal. Valensi mengacu pada kekuatan preverensi seseorang terhadap perolehan imbalan. Ini  merupakan ungkapan kadar keinginan dan kebutuhan seseorang yang paling dibutuhkan, dan valensi setiap pegawai berbeda-beda yang dikondisikan oleh pengalaman masing-masing individu. Individu yang memiliki preferensi positif atau negatif terhadap suatu hasil akan berakibat pada valensi yang positif atau negatif.
Selanjutnya Gibson (1996:355) menambahkan bahwa “valensi merupakan nilai yang diletakkan oleh seseorang pada berbagai hasil hasil (pengharapan atau hukuman)”.   Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang pegawai untuk mencapai tujuan kerja. Valensi lebih menguatkan pilihan seorang pegawai untuk suatu hasil jika seorang pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan suatu valensi dikatakan nihil, jika seorang pegawai tidak peduli akan pencapaian tujuan tertentu, dan valensi negatif adalah jika seorang pegawai lebih suka untuk tidak mencapai tujuan tertentu, akibatnya tidak ada motivasi kerja Sebaiknya valensi dikatakan positif, jika pegawai dapat memilih dan lebih menyenangi pencapaian tertentu.
Valensi lebih menguatkan pilihan seorang pegawai untuk mencapai tujuan kerja, jika seorang pegawai mempunyai hasrat yang kuat untuk mencapai prestasi kerja, maka berarti valensi pegawai tersebut tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Valensi tersebut timbul dan dalam diri pegawai yang dikondisikan melalui pengalaman. Artinya jika seorang pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka dinilai positif jika ia berhasil, jika tidak dinilai negatif, dan jika hasilnya berbeda dinilai nol.
2.  Harapan (Expectancy)
            Harapan (Expectancy) merupakan kemungkinan pegawai organisasi mencapai apa yang diinginkannya dngari melakukan upaya tertentu. Gibson et al. (1996:355) mengemukakan sebagai berikut:
“Bahwa individu termotivasi pada pekerjaan untuk membuat pilihan di antara perilaku yang berbeda, contohnya tingginya upah kerja. Seseorang mungkin memilih untuk bekerja pada suatu tingkat rata-rata atau tingkat yang dipercepat. Pilihan ditentukan oleh individu tersebut. Jika seseorang percaya bahwa upaya bekerjanya akan cukup dihargai, akan terdapat upaya yang termotivasi; sebuah pilihan akan dibuat untuk bekerja sehingga imbalan yang diinginkan akan diterima. Logikanya motivasi pengharapan adalah bahwa individu mengerahkan upaya kerja mereka untuk mencapai kinerja yang menghasilkan imbalan yang dinginkan”.

            Harapan ditujukan pada keyakinan seseorang berkaitan dengan kemungkinan bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu. Harapan, adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena suatu perilaku Harapan mempunyai nilai berkisar antara nol sampai positif satu. Harapan nol menunjukan bahwa tidak kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu dilakukan. Harapan positif satu menjukan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul mengikuti suatu tindakan atau perilaku yang telah dilakukan Harapan ini dinyatakan dalam kemungkinan (probabilitas). Harapan merupakan kemungkinan pegawai mencapai apa yang diinginkannya dengan melakukan upaya tertentu. Harapan pegawai berhubungan dengan keyakinan pegawai pada suatu perilaku tertentu yang memungkinkannya mencapai hasil yang diharapkan. Suatu harapan dikatakan nihil, menunjukan tidak adanya kemungkinan bahwa suatu hasil akan muncul sesudah tindakan dilakukan.
Setiap individu dalam lingkungañ kerja mempunyai suatu harapan usaha prestasi (effort-prformance). Harapan ini menunjukan persepsi individu mengenai beratnya mencapai perilaku tertentu, dan mengenai probabilitas dan tercapainya perilaku tersebut. Disamping hal ini, ada juga harapan tentang prestasi perolehan (performance-outcome), artinya dalam setiap pikiran individu dan perilaku dihubungkan dengan perolehan (imbalan atau hukuman).
3.  Instrumentalitas
Instrumentalitas merupakan gambaran keyakinan pegawai bahwa suatu imbalan atau hadiah akan diterima apabila tugas diselesaikan dengan baik. Keyakinan individu tersebut dikaitkan pula bahwa apa diperoleh sebagai hasil langsung dan prestasi kerja (hasil tingkat prtama) akan berhubungan dengan perolehan pada hasil tingkat kedua. Gibson et al. (1996:355) mengemukakan bahwa “instrumentalis adalah keyakinan bahwa perilaku tertentu akan atau tidak akan membawa keberhasilan. Hal ini merupakan kemungkinan subyektif”.
Sedangkan menurut Davis & Newstrom (1985:91) menyatakan bahwa:
“Instrumentalitas menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan memperoleh suatu imbalan apabila tugas dapt diselesaikan. Di sini pegawai melakukan kata putus (judgement) subyektif lainnya tentang kemungkinan bahwa organisasi menghargai prestasi itu dan akan memberikan imbalan jasa atas dasar kemungkinan”.
Instrumentalitas adalah konsep dimana seseorang menganggap bahwa ada hubungan antara hasil tingkat pertama dan hasil tingkat kedua. Nilai instrumentalitas negatif jika seseorang berpersepsi hasil tingkat kedua dapat tercapai tanpa hasil tingkat pertama. Dan positif jika menunjukan bahwa hasil tingkat pertama itu perlu agar hasil tingkat kedua dapat tercapai. Hasil tingkat pertama berkaitan dengan kinerja, yaitu berkenaan dengan tingkat perbandingan antara kinerja dan hasil yang selayaknya langsung diperoleh nilai perolehan imbalan seseorang langsung dikaitkan pula dengan harapan pencapaian hasil yang lebih tinggi (hasil tingkat kedua) untuk mencapal rasa kepuasan. Hubungan hasil tingkat kedua dengan keinginan, erat kaitannya dengan prestasi kerja yang dicapai pada hasil tingkat pertama, dimana seseorang nantinya menerima imbalan yang lebih baik tergantung apa yang telah dicapai pada usaha kerja keras seseorang.
Kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaan tergantung dan hubungan (Bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperoleh) antara apa yang diinginkan dan butuhan dengan hasil dan pekerjaan tersebut (effort-expended). Individu mengharapkan (expectancy) konsekuensi tertentu dan pekerjaannya, harapan ini nantinya akan mempengaruhi keputusan cara bekerja (level of peformance). Nilai tertentu dari imbalan yang diharapkan individu mengenai upaya yang dilibatkan untuk memperoleh imbalan tersebut dan kemungkinan pencapaiannya, untuk menghasilkan upaya ke arah tingkat prestasi tertentu (high productivity). Tingkat prestasi yang dihasilkan ini menyebabkan imbalan yang inheren dalam pelaksanaan tugas (first-level outcomes) Individu mempunyai persepsi (intrumentality) mengenai kepantasan seluruh perangkat imbalan yang telah diterima, apabila diukur dengan imbalan yang sesungguhnya akan diterima berüpa ganjaran organisasional (second level outcomes) berupa: penghargaan, promosi, kenaikan gaji, kesetiakawanan dan dan lain-lain, dan ganjaran tersebut akan mernuaskan tujuan individu. Bila keyakinan yang diharapkan untuk memperoleh kepuasannya maka pegawai akan bekerja keras pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...