Selasa, 03 Oktober 2017

Pendidikan Islam - 3 (Tadris, Tahzib dan Ta'dib)

a.      At-Tadris
Asal katanya darasa, yang berarti menghapus, menghilangkan dan berubah. At-Tadris adalah mashdar dari darasa yang fungsinya adalah li ta’diyat. Al-Maraghi menjelaskan ungkapan darasa yaitu membaca berulang-ulang dan terus menerus sehingga sampai pada tujuan. Dari hasil kajian terhadap ayat-ayat Al-Quran tentang makna-makna at-tadris dapat disimpulkan bahwa tadris adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan mudaris untuk membaca dan menyebutkan sesuatu kepada mutadarris dengan berulang-ulang dan sering, disertai dengan mempelajari, mengungkapkan menjelaskan dan mendiskusikan dengan bertujuan agar materi yang dibacakan atau disampaikan itu mudah dihafal dan diingat.
b.      At-Tahdzib
At-Tahdzib adalah mashdar dari hidzib. Makna asal At-Tahdzib dan Al-Hadzbu, dapat diartikan membersihkan pohon dengan meranting agar tumbuh baik dan bertambah besar. Kata At-Tahdzib selanjutnya mengalami perubahan makna yakni bermakna pendidikan atau pengajaran. At-Tahdzib dalam makna pendidikan dilihat dari sudut kebahasaan adalah penddikan yang bertujuan untuk membersihkan atau menghilangkan sesuatu dari hal-hal yang tidak layak dan tdak pantas, serta memperbaikinya dengan hal-hal yang baik. Pendidikan ini lebih cenderung kepada pendidikan akhlak. (Rosidin,  2003 : 155)
c.      At-Ta’dib
At-Ta’dib adalah mashdar dari addabu. Hal ini menunjukkan makna mubalighat dan taktsir (berlebihan, benar-benar dan sering) kata addabahu bermakna “allamahu fata-addaba (mengajarrinya kemudian dia berbudi baik). Asal kata al-adbu menurut arti asal adalah udangan, dari arti ini selanjutnya digunakan bagi makna undangan kepada suatu perjamuan atau pesta. Kata tersebut pada masa kerjayaan Islam digunakan dalam makna yang sangat umum, yaitu bagi semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal baik yang langsung berhubungan dengan Islam maupun yang tidak langsung. Kata al-adab dalam bahasa bermakna budi pekerti yang baik, perilaku yang terpuji dan sopan santun.
Kata At-Ta’dib diungkapkan dalam beberapa hadist, diantaranya: barang saipa yang merawat tiga orang anak perempuan lalu mendidik mereka, menikahkan mereka dan berbuat baik kepda mereka, maka ia akan mendapatkan surga.
Al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta‘dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia waktu itu disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam seperti: fiqh, tafsir, tauhid, ilmu bahasa Arab dan sebagainya maupun yang tidak berhubungan langsung seperti ilmu fisika, filasafat, astronomi, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Semua buku yang memuat ilmu tersebut dinamai kutub al-adab. Dengan demikian terkenallah al-Adab al-Kabir dan al-Adab al-Shaghir yang ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (w. 760 M). Seorang pendidik pada waktu itu disebut Mu‘addib. (Ramayulis, 2004: 6).
Ta‘dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. Pengertian ini berdasarkan Hadis Nabi Saw.:"Tuhanku telah mendidikku dan telah membaguskan pendidikanku".
Dalam struktur telaah konseptualnya, ta‘dib  sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta'lim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Dengan demikian,  ta'dib lebih lengkap sebagai term yang mendeskripsikan proses pendidikan Islam yang sesungguhnya. Dengan proses ini diharapkan lahir insan-insan yang memiliki integritas kepribadian yang utuh dan lengkap.
Kelima kata di atas at-tarbiyah, a-ta’lim, at-tadris, at-tahdzib maupun at-ta’dib menunjukkan sebuah konsep pendidikan dalam Islam. Allah menerangkan tentang kelima akar pendidikan ini sebagai isyarat untuk mengembangkan kegiatan pendidikan menjadi sebuah proses yang menyeluruh menghadirkan setiap makna di atas untuk menciptakan manusia yang ditinggikan derajatnya.

Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, penddikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbaharui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercabut dari akar tradisinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...