Kehidupan dan peradaban manusia pada saat ini mengalami banyak berubahan.
Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan pendidikan baik di
bidang ilmu sosial, ilmu alam, ilmu pasti maupun ilmu terapan. Namun bersamaan
dengan itu muncul sejumlah krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
misalnya krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, etnis, agama, golongan dan
ras. Akibatnya peranan serta efektivitas pendidikan Akidah Akhlak sebagai
landasan bagi pengembangan spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat kurang
diperhatikan. Dengan demikian ada asumsi jika pendidikan Akidah Akhlak yang dijadikan
landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan
masyarakat akan lebih baik.
Akidah secara bahasa artinya ikatan. Sedangkan secara istilah akidah
artinya keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu. Dalam pengertian
agama maka pengertian akidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:
1.
Beriman kepada Allah
- Beriman kepada para malaikat
- Beriman kepada kitab-kitab-Nya
- Beriman kepada para Rasul-Nya
- Beriman kepada hari akhir
- Beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk[1]
Akidah juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai
keraguan di dalam hati seseorang[2].
Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya
amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah Swt di dalam firman-Nya:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Maka barangsiapa yang mengharapkan
perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak
mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.[3]
Pada ayat yang lain dijelaskan:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Sungguh telah diwahyukan kepadamu
dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh, apabila kamu berbuat syirik pasti
akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan
orang-orang yang merugi[4]
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila
tercampuri dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan
perbaikan akidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka. Inilah dakwah pertama
yang diserukan oleh para Rasul kepada kaum mereka; menyembah kepada Allah saja
dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya. Hal ini telah diberitakan oleh
Allah di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguh
telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah
Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)[5]
Setiap Rasul mengajak kepada kaumnya dengan seruan yang serupa yaitu, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tiada
sesembahan (yang benar) bagi kalian selain Dia.” Inilah seruan yang
diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh Nabi-Nabi kepada kaum
mereka.[6]
Nabi Muhammad Saw menetap di Mekkah sesudah beliau diutus sebagai Rasul
selama 13 tahun mengajak orang-orang supaya mau bertauhid (mengesakan Allah
dalam beribadah) dan demi memperbaiki akidah. Hal itu dikarenakan akidah adalah
fondasi tegaknya bangunan agama. Para da’i penyeru kebaikan telah menempuh
jalan sebagaimana jalannya para nabi dan Rasul dari zaman ke zaman. Mereka
selalu memulai dakwah dengan ajaran tauhid dan perbaikan akidah kemudian
sesudah itu mereka menyampaikan berbagai permasalahan agama yang lainnya.
[1]
Edaran Dirjen Pendidikan Islam Nomor:
DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006, Tgl 1-082006, tentang Pelaksanaan Standar Isi
[2] At Tauhid lis Shaffil Awwal Al ‘Aali hal. 9,
Mujmal Ushul hal. 5.
[3] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Semarang: Toha
Putera, hal. 1220
[4] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Semarang: Toha Putera, hal. 2234
[5] Ibid. hal. 914
[6] M. Quraish Shihab, Membumikan
Al-Quran, Bandung: Mizan, 199: 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar