Seperti
yang dikemukakan E Mulyasa (2013: 112) Manusia merupakan makhluk social dan
individual, yang dalam hidupnya senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau
situasi-situasi di sekeliilingnya. Mereka berinteraksi, berinterdepondensi dan
pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia
memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan ragu terhadap orang
lain. Namun, perasaan tersebut diarahkan juga pada dirinya. Perasaan dan sikap
terhadap orang lain dan dirinya itu mempengaruhi pola reespon individu terhadap
individu lain atau situasi-situasi diluar dirinya. Karena senang dan penasaran
ia cenderung mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh.
Manipestasi-manipestasi tersebut disebut peran.
Peran
dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan,
sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukan oleh individu terhadap
individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh
persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu,
untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi
dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada
factor penentunya, yakni, perasaan, persepsi dan sikap/ bermain peran bersaha
membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan
orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai-nilai yang mendasarinya.
Lebih
lanjut E Mulyasa mengatakan dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering
dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran
maupun yang mmenyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat
dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, Tanya jawab antara guru
dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru
yang kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendekatan baru dalam memecahkan
masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan mmemilih
variasi lain yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternative yang
dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli
menunjukan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan
secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada
pemecahan masalah-masalah yang menyangkut antar hubungan manusia, terutama yang
menyangkut kehidupan peserta didik. Melalui bermain peran, para peserta didik,
mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan cara
memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta
didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan
berbagai strategi pemecahan masalah.
Sebagai
suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan
social. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik
menemukan makna dari lingkungan social yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam pada
itu, melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan
masalah-masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok social
yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi social, model ini
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dalam menganalisis
situasi-situasi social, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi
peserta didik. Pemecahan masalah tersebut dilakukan secara demokratis. Dengan demikian
mmelalui model ini para peserta diidik juga dilatih untuk menjunjung tinggi
nilai-nilai demokratis.
Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai sebuah cara dan alat, maka akan sangat tergantung
kepada keterampilan pemakainya serta kondisi dan keadaan yang dihadapi. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu maka, sebuah alat harus difungsikan dengan baik oleh pemakainya.
Dalam hal ini guru sebagai orang yang
menggunakan alat atau
metode dalam mengajar harus memilih metode yang tepat dalam proses
belajar mengajar, karena banyak sekali jenis-jenis metode dalam pengajaran.
Salah satu metode dalam proses
belajar mengajar adalah bermain peran (role playing) merupakan permainan berbasis digital berbeda dengan
permainan lain yang sejenis.
Sesuai dengan istilah yang digunakan, permainan ini
merupakan sebuah simulasi
peran, para pemain diajak untuk memerankan tokoh atau karakter dalam setiap tema permainannya.
Karakter dalam bermain peran
(role playing) merupakan sebuah konsep yang merujuk pada cerita, dia
dianggap hidup, maka proses penciptaan dan pembentukannya tidak terbatas pada
kekuatan visual, ada pembentuk lain yang penting untuk dikonstruksi, meliputi
identitas, eksistensi, dan realitas. Sebagai bagian dari bentuk representasi
simulasi, tokoh merupakan sebuah konsep karakter yang dikonstruksi,
dimanipulasi, dan direproduksi. Penggambaran kualitas perwujudannya melibatkan
konsep pembentukkan kepribadian/perwatakan (arketipe), peristiwa
(narasi), ruang dan waktu (simulakrum).
Berikut adalah definisi
metode bermain peran (role playing) menurut para ahli:
Sapriya (2007:
110) mengemukakan dalam bukunya bahwa:
“Role playing atau
bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagaian dari simulasi yang
diarahkan untuk mengkreasi berbagai peristiwa perubahan sosial budaya,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual atau kejadian-kejadian yang mungkin
muncul pada masa yang akan datang”.
Wahab, A. A (2009: 109) mengemukakan dalam bukunya bahwa:
“Bermain peran (role palying) adalah berakting
sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan
tertentu seperti
menghidupkan kembali suasana historis misalnya mengungkapkan
kembali perjuangan para pahlawan kemerdekaan,
atau mengungkapkan
kemungkinan keadaan yang akan datang.
Sedangkan
menurut Ahmadi (2011: 54) Bermain Peran (role
playing) “adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan siswa”. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.
Permainan ini umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung
kepada apa yang diperankan.
Role
playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak
yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang Jill
Hadfield (1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi
tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas.
Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk
aktivitas dimana pembelajaran membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar
kelas dan memainkan peran orang lain.
Metode
Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu
bergantung kepada apa yang diperankan.
Dari pendapat tersebut mengenai metode bermain peran (role playing),
maka dapat disimpulkan bahwa metode tersebut merupakan salah satu metode
yang dapat menyajikan bahan pelajaran dengan cara memainkan peranan
dan mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, dengan harapan agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hubungan sosial dengan orang-orang
di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
Disamping itu, metode ini digunakan pula untuk membentuk para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan
isu-isu sosial, mengembangkan empati terhadap orang
lain dan berupaya memperbaiki keterampilan sosial.
Dalam metode ini para siswa dibimbing untuk memecahkan berbagai konflik, belajar mengambil peranan orang lain dan mengamati perilaku sosial. Dengan berbagai penyesuaian, metode ini dapat digunakan untuk berbagai bidang studi peserta didik dari berbagai usia.
Adapun tujuan
yang diharapkan dengan penggunaan metode bermain
peran (role playing) menurut Sapriya (2007: 110) antara lain adalah:
1.
Mengeksplorasi
perasaan para pelaku antropologi.
2.
Memperoleh
gambaran tentang perilaku, nilai-nilai dan persepsi yang dikandung oleh para
pelaku antropologi.
3.
Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengeksplorasi materi pembelajaran dengan cara yang bervariasi.
Contoh dari role playing misalnya bagaimana siswa diarahkan
untuk cakap dalam melakukan mediator pada siswa atau beberapa siswa yang sedang
mengalami konflik, dengan hadirnya mediator yang membawa pesan perdamaian,
dengan mediasi, akomodasi dan rekonsilasi konflik tersebut dapat diatasi.
Disamping Wahab
(2009: 111) mengemukakan
beberapa kelemahan dalam menggunakan metode bermain peran (Role playing) diantaranya:
1.
Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh.
2.
Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana
kelas tidak mendukung.
3.
Bermain peran tidak selamanya menuju pada arah yang
diharapkan
seseorang yang
memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan
dengan apa yang diharapkannya.
4.
Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik
khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik.
Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankannya.
5. Untuk berjalan dengan baik sebuah bermain peran, diperlukan kelompok
yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga
dapat bekerjasama dengan baik.
Adapun kelebihan dari bermain peran (role playing) adalah:
1.
Siswa bebas mengambil
keputusan dan bereksperimen secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalamsituasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan
pada waktu melakukan permainan.
4.
Permainan merupakan
pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. (Ahmadi, 2011: 55)
Bermain peran dalam
pembelajaran menurut E Mulyasa (2013: 113) merupakan usaha untuk memecahkan
masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis,
pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik
bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran
harus mampuh menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik
berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuia
dengan tema yang dipilih.
Selama
pembelajaran berlangsung, setiap pemeran dapat melatih sikap empati, simpati,
rasa benci, marah, senang, dan peran-peran lainnya. Pemeran tenggelam dalam
peran yang dimainkannya sedabgkan pengamat melibatkan diri sebagai emosional
dan berusaha merngidentifikasikan perasaan-perasaan dengan perasaan yang tengah
bergejolak dan menguasai pemeran.
Pada pembelajaran dengan bermain peran, pemeranan
tidak dilakukan secara tuntas samapi masalah dapat dipecahkan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadi
pengamat agar turut aktif mendidkusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan
demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan
menggairahkan peserta didik.hakikat pembelajaran bermain peran terletak pada
keterlibatan emosional pemeran dalam situasi masalah yang secara nyata
dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta
didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaannya; memperoleh wawasan tentang
sikap, nilai, dan persepsinya; mengembangkan keterampilan dan sikap dalam
memecahkan masalah yang dihadapi; dan mengeksplorasi inti permasalahan yang
diperankan melalui berbagai cara.
Menurut E Mulyasa (2013: 115) Sedikitnya terdapat
Sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dam pembelajaran:
1)
Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik
Menghangatkan suasana kelompok termasuk
mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah,
menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang
akan dimainkan. Pada tahap inih guru mengemukakan masalah. Masalah dapat
diangkat dari kehidupan pesrta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir di
hadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah itu
sebaiknya dipecahkan. Masalah yang dipilih masalah yang hangat dan aktual, langsung
menyangkut kehidupan pesrtadidik,menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta
didik, serta memungkinkan sebagi alternative pemecahan.
Tahap ini lebih banyank dimaksudkan unutuk
memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap inih
sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. bermain
peran akan berhasil apa bila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan
masalah yang diajukan guru. Setelah masalah diidentifikasikan, guru berusaha
menjelaskannya secara lebih rinci. Selanjutnya dikemukakan peran-peran yang
harus dimainkan. Masalah yang akan dimainkan mungkina berbeda atau sama dengan
cerita yang dimaksudkan untuk memotivasi kelompok.
2)
Memilih partisipan/peran
Pada
tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter,
apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka
kerjakan, kemudian peserta didik diberi kesempatan secara sukarela menjadi
pemeran. Jika para peserta
didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang
peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
3)
Menyusun tahap-tahap peran
Pada tahap inih para pemeran menyusun
garis-garis besar adengan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada
dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara
secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, misalnya di mana pemeran dilakukan, apakah
tempat sudah dipersiapkan, dan sebaginya. Persiapan ini penting untuk
menciptakan suasana yang menyenagkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka
siap untuk memainkannya.
4)
Menyiapkan pengamat
Sebaiknya pengamat dipersiapkan secara
matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik
turut mengalami dan menghayatibperan yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. Menurut Shaftel dan
Shaftel, agar pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya
menilai apakah peran yang akan dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenrnya?
Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukan pemeran? Apakah pemeran dapat
menghayati peran yang dimainkannya? Keterlibatan pengamat dapatmemperkaya
model, terutama mengajukan alternatif pemeran. Dengan demikian, pembelajaran
akan lebih hidup, terutama pada saat mendiskusikan peran-peran yang dimainkan.
5)
Pemeranan
Pada tahap ini para peserta didik mulai
beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha
memainkan setiap peran seperti bener-bener dialaminya. Mungkin proses bermain
peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus
dikatakan dan ditunjukan. Shaftel dan Shaftel mengemukakan bahwa pemeranan
cukup dilakukan secara singkat, sesuia dengan tingkat kesulitan dan
kompleksitas maslah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan,
tak perlu memakan waktu yang terlau lama.
Pemeran dapat behenti apabila para pesrta
didik telah merasa cukup, dan apa yang
seharusnya mereka perankan telah dicoba dilakukan. Adakalanya para peserta didik
keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah memakai waktu yang
terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran
dihentikan. Sebaiknya pemeranan dihentikan pada saat terjadi pertentangan agar
memancing permasalahan untuk didiskusikan.
6)
Diskusi dan Evaluasi
Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan
pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun
secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertayaan, para peserta didik
akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsiran
mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis
terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memacahkan masalah
yang sedang dihadapi. Di sini diskusi dapat di arahkan pada pengajuan
alternatif-alternatif pemerana yang akan ditampilkan kembali. Dalam kaitan ini,
guru harus mengarahkan diskusi yang dilakukan para peserta didik untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuhkan.
7)
Pemeranan ulang
Pemeranan ulang dapat dilakukan berdasarkan
hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternatif-alternatif pemeranan. Mungkin
ada perubahan peran watak yang dituntut, demikian halnya dengan para pelaunya.
Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan
masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran-peran yang lainnya.
8)
Diskusi dan Evaluasi tahap dua
Diskusi
dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan
untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini
mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah,
meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya.
Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam
menghadapi masalah kehidupan.
9)
Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan
Tahap inih tidk harus menghasilkan generalisasi
secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta
didik untuk memperoleh pengalaman-pengalaman berharga dalam hidupnya melalui
kegiatan interaksional dengan teman-temannya. Mereka bercermin pada orang lain
untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling
penting dalam bermain peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses
ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang lebih ditegaskan lagi pada
tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman
hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman-teman dan sebagainya.
Semua pengalaman peserta didik dapat di ungkap atau muncul secara spontan.
Keberhasilan bermain peran bergantung pada kemampuan dalam mengungkap
pengalaman pribadi peserta didik. Di samping terdapat aneka ragam pengalaman,
dalam hal tertentu dimungkinkan ada kesamaan pengalaman di antar peserta didik.
Berdasarkan kesamaan pengalaman ini ditarik suatu generalisasi.
Melalui bermain
peran para peserta didik dapat berlatih untuk menerapkan prinsip-prinsip
demokrasi. Kelas dapat diibaratkan sebagai suatu kehidupan sosial tempat para
peserta didik belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
2. Upaya Mengatasi Kelemahan Metode Role
Playing
Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan
dari metode role playing, antara lain:
1. Guru harus menjelaskan kepada siswa, untuk memperkenalkan bahwa
metode yang akan digunakan sekarang adalah role playing, dengan metode
ini siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual yang
ada di masyarakat atau sesuai dengan maalah yang terdapat dalam pelajaran yang
sedang diajarkan oleh guru. Kemudian guru beberapa siswa bermain peran
sedangkan siswa yang menjadi penonton mendapat tugas-tugas tertentu agar dalam
pelaksanaannya siswa aktif semua.
2. Guru harus memilih masalah yang menarik sehingga membuat siswa
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.
3. Agar siswa memahami isi dari peristiwanya, guru harus menjelaskan
dengan baik agar bermain peran akan berjalan dengan skenario dan hasilnya
sesuai dengan yang diharapkan.
4.
Bobot atau luasnya
bahan pelajaran yang akan di dramakan harus sesuai dengan waktu yang tersedia.
Oleh karena itu, harus diusahakan agar para pemain berbicara dan melakukan
gerakan naskah cerita atau materi pelajaran dan tidak keluar dari peran yang
didapatnya.
Dengan adanya pemecahan masalah yang dilakukan terlebih dahulu
metode role playing kepada siswa sehingga siswa akan lebih paham tentang
pelaksanaan role playing sehingga asil yang didapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
3.
Langkah-langkah Pelaksanaan Metode (Role Playing)
Menurut Shaftel yang dikutip oleh Dahlan (1984: 128)
metode bermain
peran terdiri dari sembilan tahapan, yaitu:
1)
Merangsang semangat kelompok,
2)
Memilih peran,
3)
Mempersiapkan pengamat,
4)
Mempersiapkan tahap-tahap peran,
5)
Pemeranan,
6)
Mendiskusikan dan mengevaluasi peran dan sisinya,
7)
Pemeranan ulang,
8)
Mendiskusikan dan mengevaluasi pemeranan ulang,
9)
Mengkaji kemanfataannya dalam kehidupan nyata melalui saling tukar pengalaman dan penarikan generalisasi.
4. Petunjuk Menggunakan Metode Bermain Peran (Role
Playing)
Menurut
Sudjana (2011: 85) petunjuk menggunakan bermain peran (role playing)
adalah sebagai berikut:
1)
Tetapkan dahulu masalah-masalah
social yang menarik perhatian siswa untuk dibahas.
2)
Ceritakan kepada kelas mengenai
isi dari masalah-maslah dalam konteks cerita tersebut.
3)
Tetapkan siswa yang dapat atau
yang bersedia untuk memainkan peranannya di depan kelas.
4)
Jelaskan kepada pendengar
mengenai peranan mereka pada waktu role playing sedang berlangsung.
5)
Beri kesempatan kepada para
pelaku untuk berunding beberapa menit sebelum mereka memainkan perannya.