Masyarakat Indonesia, sesuai dengan yang
tercantum pada sila pertama Pancasila, dikenal sebagai masyarakat religius. Di
samping itu, tak dapat disangkal pula bahwa mereka masih percaya akan hal-hal
yang berbau mistis, gaib, atau magic. Dunia mistis dalam masyarakat kita
lantas dikaitkan erat dengan ibadah atau praktik ritual yang dilakukan oleh
setiap masyarakat daerah atau suku bangsa yang ada di Indonesia; seperti
upacara pembakaran mayat atau ngaben yang merupakan akulturasi
kebudayaan masyarakat Bali dengan ajaran agama Hindu, atau perayaan sekaten yang
merupakan perpaduan antara upacara Keraton Jogjakarta dengan peringatan hari
lahir Nabi Muhammad dalam ajaran agama Islam. Bentuk nyata hasil perpaduan
kebudayaan daerah dengan ajaran agama juga terdapat pada kesenian debus yang dimiliki oleh masyarakat Banten.
Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan
kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air
keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan
lain-lain. Debus lebih dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten, yang
mungkin berkembang sejak abad ke 18. Namun, pernahkah orang bertanya-tanya
darimana sebenarnya asal debus tersebut
Menurut catatan sejarah, Debus itu sendiri
sebenarnya ada hubungannya dengan Tarikat Rifaiah. Tarikat ini dibawa
oleh Nurrudin Ar-Raniry ke Aceh pada abad 16. Tarikat ini ketika melakukan ketika
sedang dalam kondisi epiphany (kegembiraan yang tak terhingga karena
"bertatap muka" dengan Tuhan), mereka kerap menghantamkam berbagai
benda tajam ke tubuh mereka. Filosofi sederhananya adalah "lau haula
walla Quwata ilabillahil 'aliyyil adhim" atau tiada daya upaya
melainkan karena Allah semata. Jadi kalau Allah tidak mengijinkan pisau,
golok, parang atau peluru sekalipun melukai mereka, maka mereka tak akan
terluka.
Permainan Debus merupakan kesenian yang
dikombinasikan dengan seni tari, seni suara dan kebatinan yang bernuansa penuh
magis. Dalam permainannya banyak menampilkan atraksi kekebalan tubuh sesuai
dengan keingiunan pemainnya, seperti menusuk perut dengan gada taua tombak atau
almadad tanpa luka, mengiris anggota tubuh dengan pisauatau golok baik luka
maupun tanpa luka, makan api, memasukkan jarum kawat ke dalam tubuh seperti,
lidah, kulit pipi dan lain sebagainya sampai tembus tanpa mengeluarkan darah,
mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi dapat
disembuhkan seketika itu juga dengan cara mengusap, menyiram tubuh dengan air
keras sampai pakain yang dikenakannya hancur lumat namun kulitnya tetap utuh.
Juga bisa saksikan bagaimana pemain mengunyah kaca, bara api, membakar bagian
tubuh dengan api dan banyak lagi atraksi lainnya.
Sebagai sebuah karya seni debus merupakan ungkapan
atau ekspresi batin seniman. Apa yang disebut "batin" di sini,
meliputi kehidupan perasaan, pemikiran, pengalaman psikologis dan spiritual
seniman. Pikiran, perasaan, ingatan pengalaman, isi pengetahuan, dan segala
pengalaman transeden (di luar pengalaman empiris) berkecamuk dalam
dirinya.
Batin seniman tersebut adalah makna. Makna adalah
nilai-nilai seniman. Nilai positip atau negatip. Nilai baik dan buruk. Nilai
menyenangkan dan tidak menyenangkan. Nilai kosmos dan chaos. Setiap
seniman memiliki tata nilai idealnya sendiri. Dan berdasarkan tata nilai
personalnya itu, dia mengadakan penilaian terhadap stimulusnya. Proses
penilaiannya inilah yang terjadi dalam diri (batin) seniman. Inilah
proses kreatifnya. Inilah proses perenungannya terhadap obyeknya (stimulus).
Dan kalau ini sudah terbentuk, maka ia mengungkapkan, mengekspresi-kannya,
dalam bentuk yang dia pilih.
Dalam perannya sebagai kesenian tradisional, dapat
dikatakan bahwa debus merupakan salah satu
jenis kesenian tradisional Banten yang menggambarkan jiwa patriotik masyarakat
Banten, yang digabungkan dengan nilai-nilai budaya Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar