Perbatasan negara merupakan manifestasi utama
kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan
penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam,
menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak
hal ditentukan oleh proses historis, politik, hukum nasional dan internasional.
Dalam konstitusi suatu negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah.
Pembangunan
wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung
keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik
kegiatan antara lain :
a.
Mempunyai
dampak penting bagi kedaulatan negara.
b.
Merupakan
faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat
sekitarnya.
c.
Mempunyai
keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di
wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara.
d.
Mempunyai
dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun
nasional.
Ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara
sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam
kerangka NKRI.
Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi concern setiap pemerintah
yang wilayah negaranya berbatasan langsung dengan negara lain. Kesadaran akan
adanya persepsi wilayah perbatasan antar negara telah mendorong para birokrat
dan perumus kebijakan untuk mengembangkan suatu kajian tentang penataan wilayah
perbatasan yang dilengkapi dengan perumusan sistem keamanannya. Hal ini menjadi
isu strategis karena penataan kawasan perbatasan terkait dengan proses nation
state building terhadap kemunculan potensi konflik internal di suatu negara
dan bahkan pula dengan negara lainnya (neighbourhood countries).
Penanganan perbatasan negara, pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya
perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Sabarno, 2001) .
Kondisi Daerah
Perbatasan Saat Ini
Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara proporsional.
Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan daerah
perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan
terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah,
penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional (transnational
crimes). Kondisi umum daerah perbatasan dapat dilihat dari aspek Pancagatra
yaitu:
Aspek Ideologi
Kurangnya akses
pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan
masuknya pemahaman ideologi lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis,
yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat
Indonesia. Pada saat ini penghayatan dan peng-amalan Pancasila sebagai ideologi
negara dan falsafah hidup bangsa tidak disosialisasikan dengan gencar seperti
dulu lagi, karena tidak seiramanya antara kata dan perbuatan dari penyelenggara
negara. Oleh karena itu perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila
yang terus-menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting
adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.
Aspek Politik
Kehidupan
sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan di negara
tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang ke-rawanan di bidang
politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang
ekonomi dan sosial, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah
perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka
hal inipun selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat
menurunkan harkat dan martabat bangsa. Situasi politik yang terjadi di negara
tetangga seperti Malaysia (Serawak & Sabah) dan Philipina Selatan akan
turut mempengaruhi situasi keamanan daerah perbatasan.
Aspek Ekonomi
Daerah
perbatasan merupakan daerah tertinggal (terbelakang) disebabkan antara lain:
1.
Lokasinya yang
relatif terisolir (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah.
2.
Rendahnya
tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.
3.
Rendahnya
tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah
penduduk miskin dan desa tertinggal).
4.
Langkanya
informasi tentang pemerintah dan pembangunan masyarakat di daerah perbatasan (blank
spot).
Kesenjangan
sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat negara tetangga
mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif
bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Maka tidak jarang
daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit pelaku kejahatan dan
teroris.
Aspek Sosial Budaya
Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi dan komunikasi terutama
internet, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh budaya asing tersebut banyak yang
tidak sesuai dengan kebudayaan kita, dan dapat merusak ketahanan nasional,
karena mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih cepat
terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan lebih besar dan
kehidupan ekonominya sangat tergantung dengan negara tetangga.
Aspek Pertahanan dan Keamanan
Daerah perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang
luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan
rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan teritorial sulit
dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh bentuk kegiatan atau aktifitas
yang ada di daerah perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan mempunyai
dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, di tingkat regional maupun
internasional baik secara langsung dan tidak langsung. Daerah perbatasan rawan
akan persembunyian kelompok GPK, penyelundupan dan kriminal lainnya termasuk
terorisme, sehingga perlu adanya kerjasama yang terpadu antara instansi terkait
dalam penanganannya.
Permasalahan Yang Dihadapi
Penanganan perbatasan selama ini memang belum dapat dilakukan secara
optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan
antara berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal. Lebih
memprihatinkan lagi keadaan masyarakat sekitar daerah perbatasan negara,
seperti lepas dari perhatian di mana penanganan masalah daerah batas negara
menjadi domain pemerintah pusat saja, pemerintah daerahpun menyampaikan
keluhannya, karena merasa tidak pernah diajak serta masyarakatnya tidak
mendapat perhatian. Merekapun bertanya siapa yang bertanggung jawab dalam
membina masyarakat di perbatasan ? Siapa yang harus menyediakan, memelihara
infrastruktur di daerah perbatasan, terutama daerah yang sulit dijangkau,
sementara mereka tidak tahu di mana batas-batas fisik negaranya?
Kenyataan di lapangan ditemukan banyak kebijakan yang tidak saling
mendukung dan/atau kurang sinkron satu sama lain. Dalam hal ini, masalah
koordinasi yang kurang mantap dan terpadu menjadi sangat perlu untuk ditelaah
lebih lanjut. Koordinasi dalam pengelolaan kawasan perbatasan, sebagaimana
hendaknya melibatkan banyak instansi (Departemen/LPND), baik instansi terkait
di tingkat pusat maupun antar instansi pusat dengan pemerintah daerah.
Misalnya, belum terkoordinasinya pengembangan kawasan perbatasan antar negara
dengan kerjasama ekonomi sub regional, seperti yang ditemui pada wilayah
perbatasan antara Malaysia Timur dengan Kalimantan dengan KK Sosek Malindo dan
BIMP-EAGAnya, serta dengan rencana pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET) Sanggau di Kalimantan Barat dan KAPET SASAMBA di Kalimantan
Timur yang secara konseptual dan operasional perlu diarahkan dan dirancang
untuk menumbuhkan daya saing, kompabilitas dan komplementaritas dengan wilayah
mitranya yang ada di negara tetangga.
Selain isu
koordinasi dalam pengembangan kawasan perbatasan, komitmen dan kebijakan
Pemerintah untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi dalam pembangunan
wilayah perbatasan telah mengalami reorientasi yaitu dari orientasi keamanan (security
approach) menjadi orientasi kesejahteraan/ pembangunan (prosperity/development
approach). Dengan adanya reorientasi ini diharapkan penanganan pembangunan
kawasan perbatasan di Kalimantan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal
berikut :
a)
Pendekatan
keamanan yang diterapkan Mabes TNI di dalam penanganan KK Sosek Malindo,
walaupun berbeda namun diharapkan dapat saling menunjang dengan pendekatan
pembangunan.
b)
Penanganan KK
Sosek Malindo selama ini ternyata tidak tercipta suatu keterkaitan (interface)
dengan program pengembangan kawasan dan kerjasama ekonomi regional seperti
BIMP-EAGA, yang sebenarnya sangat relevan untuk dikembangkan secara integrative
dan komplementatif dengan KK Sosek Malindo.
c)
Terkait dengan
beberapa upaya yang telah disepakati di dalam pengembangan kawasan perbatasan
antar negara, khususnya di Kalimantan dengan KK Sosek Malindonya, diperlukan
pertimbangan terhadap upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan tersebut
melalui penanganan yang bersifat lintas sektor dan lintas pendanaan.
Isu pengembangan daerah perbatasan lainnya secara umum
diilustrasikan sebagai berikut :
1.
Kaburnya garis
perbatasan wilayah negara akibat rusaknya patok-patok di perbatasan Kalimantan
Barat dan Kalimantan Timur menyebabkan sekitar 200 hektare hutan wilayah
Republik Indonesia berpindah masuk menjadi wilayah Malaysia (Media Indonesia,
21 Juni 2001). Ancaman hilangnya sebagian wilayah RI di perbatasan Kalimantan
Barat dengan Malaysia Timur akibat rusaknya patok batas negara setidaknya kini
menjadi 21 patok yang terdapat di Kecamatan Seluas, kabupaten Bengkayang,
memerlukan perhatian. Selain di Kabupaten Bengkayang, kerusakan patok-patok
batas juga terjadi di wilayah Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, masing-masing
berjumlah tiga dan lima patok (Media Indonesia, 23 Juni 2001).
2.
Pengelolaan
sumber daya alam belum terkoordinasi antar pelaku sehingga memungkinkan
eksploitasi sumber daya alam yang kurang baik untuk pengembangan daerah dan
masyarakat. Misalnya, kasus illegal lodging yang juga terkait dengan
kerusakan patok-patok batas yang dilakukan untuk meraih keuntungan dalam
penjualan kayu. Depertemen Kehutanan pernah menaksir setiap bulannya sekitar
80.000-100.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan Timur dan sekitar
150.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan barat masuk ke Malaysia
(Kompas, 20 Mei 2001).
3.
Kepastian hukum
bagi suatu instansi dalam operasionalisasi pembangunan di wilayah perbatasan
sangat diperlukan agar peran dan fungsi instansi tersebut dapat lebih efektif.
Contohnya, Perum Perhutani yang ditugasi Pemerintah untuk mengelola HPH eks PT.
Yamaker di perbatasan Kalimantan-Malaysia baru didasari oleh SK Menhut No.
3766/Kpts-II/1999 tanggal 27 Mei 1999, namun tugas yang dipikul Perhutani
meliputi menata kembali wilayah perbatasan dalam rangka pelestarian sumber daya
alam, perlindungan dan pengamanan wilayah perbatasan dan pengelolaan hutan
dengan sistem tebang pilih . Tugas ini bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah
sehingga diperlukan dasar hukum yang lebih tinggi.
4.
Pengelolaan
kawasan lindung lintas negara belum terintegrasi dalam program kerja sama
bilateral antara kedua negara, misalnya keberadaan Taman Nasional Kayan
Mentarang yang terletak di Kabupaten Malinau dan Nunukan, di sebelah Utara
Kalimantan Timur, sepanjang perbatasan dengan Sabah Malaysia, seluas 1,35 juta
hektare. Taman ini merupakan habitat lebih dari 70 spesies mamalia, 315 spesies
unggas dan ratusan spesies lainnya.
5.
Kawasan
perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan
politis mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia, dimana
terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia.
Ancaman di bidang hankam dan politis ini perlu diperhatikan mengingat kurangnya
pos lintas batas legal yang disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya di
Kalimantan Barat dengan Serawak/Sabah hanya ada 2 pos lintas batas legal dari
16 pos lintas batas yang ada.
6.
Kemiskinan
akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat
setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia berlatar belakang untuk memperbaiki
perekonomian masyarakat mengingat tingkat perekonomian Malaysia lebih
berkembang.
7.
Kesenjangan
sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara pemicu orientasi
perekonomian masyarakat, seperti di Kalimantan, akses keluar (ke Malaysia)
lebih mudah dibandingkan ke ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kalimantan.
8.
Tidak tercipta
keterkaitan antar kluster social ekonomi baik kluster penduduk setempat maupun
kluster binaan pengelolaan sumber daya alam di kawasan, baik keterkaitan ke
dalam maupun dengan kluster pertumbuhan di negara tetangga.
9.
Adanya masalah
atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan akibat adanya
peristiwa-peristiwa baik yang terkait dengan aspek ke-amanan dan politis,
maupun pelanggaran dan eksploitasi sumber daya alam yang lintas batas negara,
baik sumber daya alam darat maupun laut.
Berdasarkan isu strategis dalam pengelolaan daerah
perbatasan negara selama ini, dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang
menonjol di daerah perbatasan sebagai berikut :
a.
Belum adanya
kepastian secara lengkap garis batas laut maupun darat.
b.
Kondisi
masyarakat di wilayah perbatasan masih tertinggal, baik sumber daya manusia, ekonomi
maupun komunitasnya.
c.
Beberapa
pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan kayu/illegal
lodging, tenaga kerja dan lain-lain.
d.
Pengelolahan
perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan maupun program.
e.
Eksploitasi
sumber daya alam secara ilegal, terutama hasil hutan dan kekayaan laut.
f.
Munculnya
pos-pos lintas batas secara ilegal yang memperbesar terjadinya out
migration, “economic asset” secara ilegal.
g.
Mental dan
professional aparat (stake holders di pusat dan daerah serta aparat
keamanan di pos perbatasan).
Perkembangan Lingkungan Strategis
Masalah
perbatasan tidak terlepas dari perkembangan lingkungan strategis baik
internasional, regional maupun nasional. Dalam era globalisasi, dunia makin
terorganisasi dan makin tergantung satu sama lain serta saling membutuhkan.
Konsep saling keterkaitan dan ketergantungan dalam masyarakat internasional
berpengaruh dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamananan. Berbagai negara sambil tetap mempertahankan identitas
serta batas-batas teritorial negaranya, mereka membuka semua hambatan fisik,
administrasi dan fiskal yang membatasi gerak lalu lintas barang dan orang.
Perkembangan
kerjasama ASEAN diharapkan akan dapat menciptakan keterbukaan dan saling
pengertian sehingga dapat dihindarkan terjadinya konflik perbatasan. Hal ini
didukung oleh semakin meningkatnya hubungan masyarakat perbatasan baik dari
sudut sosial budaya maupun ekonomi. Dalam era reformasi dan dengan kondisi
kritis yang masih berkepenjangan, penanganan masalah perbatasan belum dapat
dilakukan secara optimal.
Strategi Pengembangan Daerah Perbatasan
Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan. Konsepsi
peng-elolaan perbatasan negara merupakan “titik temu” dari tiga hal penting
yang harus saling bersinergi, yaitu:
1.
Politik
Pemerintahan Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dalam wadah NKRI.
2.
Pelaksanaan
otonomi daerah yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama masyarakat di daerah-daerah.
3.
Politik luar
negeri yang bebas-aktif dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Oleh sebab itu dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
harus selalu memperhatikan dan berdasarkan tiga hal tersebut di atas.
Pembentukan Kelembagaan Khusus menangani Masalah
Perbatasan. Persoalan pengelolaan perbatasan negara sangat
kompleks dan urgensinya terhadap integritas negara kesatuan RI,sehingga perlu
perhatian penuh pemerintah terhadap penanganan hal-hal yang terkait dengan
masalah perbatasan, baik antar negara maupun antar daerah. Pengelolaan
perbatasan antar negara masih bersifat sementara (ad-hoc) dengan leading sektor
dari berbagai instansi terkait. Pada saat ini, lembaga-lembaga yang menangani
masalah perbatasan antar negara tetangga adalah:
1.
General Border
Committee RI-PNG diketuai oleh Panglima TNI.
2.
Join Border
Committee RI-PNG (JBC) diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.
3.
Join Border
Committee RI-UNTAET (Timtim) diketuai oleh Dirjen Pemerintah
Umum Departemen Dalam Negeri.
4.
Join Commisison
Meeting RI – Malaysia (JCM) diketuai oleh Departemen Luar
Negeri yang sifatnya kerjasama bilateral.
Dalam penanganan masalah perbatasan agar dapat
berjalan secara optimal perlu dibentuk lembaga yang dapat berbentuk :
a.
Forum/setingkatDewan
dengan keanggotaan terdiri dari pimpinan Institusi terkait. Dewan dibantu oleh
sekretariat Dewan. Bentuk ini mempunyai kelebihan dan penyelesaian masalah lebih
terpadu dan hasilnya lebih maksimal, karena didukung oleh instansi terkait.
Sedangkan kelemahannya tidak operasional, keanggotaan se-ring berganti-ganti,
sehingga kurang terjadi adanya kesinambungan kegiatan.
b.
Badan (LPND)
yang mandiri terlepas dari institusi lain dan langsung di bawah presiden.
Bentuk ini mempunyai kelebihan bersifat otonom, hasil kebijakannya bersifat
operasional dan personil terdiri dari sumber daya manusia yang sesuai dengan
bidang kerjanya. Sedangkan kelemahannya dapat terjadi pengambil-alihan sektor,
sehingga kebijakan yang ditetapkan kurang didukung oleh sektor terkait.
c.
Mewujudkan
sabuk pengaman (koridor). Dalam menjaga kedaulatan Negara dan keamanan. Untuk
lebih mewujudkan keamanan negara RI Khususnya di wilayah perbatasan dengan
negara tetangga perlu diciptakan sabuk pengaman yang berfungsi sebagai sarana
kontrol dimulai dari titik koordinat ke arah tertentu sepanjang perbatasan.
d.
Penyusunan
Program Secara Komprehensif dan Integral. Penyusunan program secara integral
dan komprahensif dalam hal ini melibatkan sektor-sektor yang terkait dalam
masalah penanganan perbatasan, seperti masalah kependudukan, lalu lintas
barang/perdagangan, kesehatan, ke-amanan, konservasi sumber daya alam.
e.
Penataan batas
negara dalam upaya memperkokoh keutuhan integritas NKRI. Penataan batas seperti
yang telah diuraikan di atas berupa batas fisik baik batas alamiah ataupun
buatan. Dengan kejelasan batas-batas tersebut akan memperjelas kedaulatan fisik
wilayah negara RI.
f.
Pembangunan
Ekonomi dan Percepatan Pertumbuhan Perekonomian Perbatasan Berbasis Kerakyatan.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan
ketahanan di daerah perbatasan. Kualitas sumber daya manusia ataupun tingkat
kesejahteraan yang rendah akan mengakibatkan kerawanan terutama dalam hal yang
menyangkut masalah sosial dan pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas
nasional secara keseluruhan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan taraf
hidup masyarakat di daerah perbatasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha
pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:
1.
Potensi sumber
daya alam setempat
2.
Kelompok
swadaya masyarakat.
Sedangkan bentuk usaha percepatan pertumbuhan
perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:
a. Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat
adat/kelompok-kelompok swadaya masyarakt yang sudak ada.
b. Pemberdayaan, pendam-pingan dan penguatan peran serta
perempuan dalam kegiatan perekonomian atau sosial.
c. Pengembangan wawasan kebangsaan masyarakat di kawasan
perbatasan.
d. Menghidupkan peran lembaga keungan mikro dalam
peningkatan pertumbuhan perekonomian.
e. Identifikasi potensi dan pengembangan sektor-sektor
unggulan di daerah perbatasan.
Sistem Keamanan Perbatasan
Sistem keamanan perbatasan dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan sistem
ke-amanan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga antara lain adalah
Geografi, letak geografi Indonesia sangat strategis, karena berada di jalur
perdagangan internasional. Hal-hal penting yang berkaitan dengan letak geografi
antara lain :
1.
Di wilayah
laut, berbatasan dengan 10 negara (India,Malaysia, Singapura,Thailand, Vietnam,
Philipina, Palau, PNG, Australia,Timor Lorosae).
2. Di wilayah darat, berbatasan dengan 3 negara
(Malaysia,PNG dan Timor Lorosae).
3. Jumlah pulau 17.508, panjang pantai 80.791 Km, luas
wilayah termasuk ZEE 7,7 juta Km lautan 5,8 juta Km.
4. Perbandingan luas wilayah darat dan laut adalah 1 : 3.
Sumber kekayaan alam di perbatasan perlu mendapatkan
pe-ngamanan/perhatian serius yang meliputi :
a. Potensi pertambangan umum/migas
b. Potensi kehutanan
c. Potensi kehutanan/perkebunan
d. Potensi perikanan
Penutup
Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga
dalam penangannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal ini disebabkan
karena semua bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada didarah perbatasan apabila
tidak dikelola akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan,
ditingkat regional maupun internasional, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Permasalahan yang timbul sering dikarenakan adanya kesan jenjang
sosial di dalam masyarakat, hal semacam inilah yang perlu untuk dihindari
terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Penanganan yang mungkin
dilakukan adalah secara adat, tetapi apabila sudah menyangkut stabilitas dan
keamanan nasional maka hal tersebut akan menjadi urusan pemerintah.
Daftar Pustaka
Depkimpraswil,2002,
Strategi dan Konsepsi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara. Jakarta.
Mickael
Andjioe, 2001, Pengelolaan PPLB Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi
Kalimantan Barat, http: //www. perbatasan.
com
Pellindou P.
Jack A., Ir., MM., 2002. Peningkatan Kerjasama Perbatasan Antar Negara Guna
Memperlancar Arus Perdagangan di Daerah Frontier Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi
Nasional. Lemhanas. Jakarta.
Pontianak Post,
edisi 3 Juli 2002, Sehari, 200 Truk Kayu Ke Serawak via PLB Entikong,
Pontianak.
Sabarno Hari,
2001, Kebijakan/Strategi Penataan Batas dan Pengembangan Wilayah Perbatasan,
http: //www. perbatasan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar