2.1.
Pentingnya Kebijakan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Lahirnya suatu pemerintahan dalam suatu negara
karena adanya suatu komitmen bersama yang terjadi antara pemerintah dengan
rakyatnya, sebagai pihak yang diperintah dalam satu posisi dan peran. Komitmen
tersebut hanya dapat dipegang apabila rakyat masih merasakan, bahwa keberadaan
pemerintah melalui berbagai kebijakannya, memang diperlukan untuk melindungi,
memberdayakan dan menciptakan kesejahteraan rakyatnya sebagai wujud pelaksanaan
fungsi pemerintah. Menurut Ndraha, (1997:73), bahwa pemerintah adalah badan
yang memproduksi, mendistribusi atau menjual alat pemenuh kebutuhan rakyat yang
berbentuk jasa publik dan layanan sipil. Selanjutnya Ndraha (2000:78)
menyatakan bahwa ada dua macam fungsi
pemerintah, yaitu :
Pertama, pemerintah
mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan sebagai provider jasa yang tidak
diprivatisasikan termasuk jasa pertahanan keamanan dan layanan civil termasuk
layanan birokrasi;
Kedua, pemerintah mempunyai
fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan, sebagai provider kebutuhan dan
tuntutan yang diperintah akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi
sendiri karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan
pembangunan sarana dan prasarana.
Luasnya peranan pemerintah dalam mengatur dan
melayani masyarakat telah menjadikan pemerintah sebagai suatu jaringan
organisasi atau institusi yang strategis terhadap kehidupan warganya. Kegiatan
yang dilaksanakan oleh pemerintah senantiasa didasarkan pada suatu format yang
legal dalam bentuk kebijakan publik
2.2. Pengertian Kebijakan Publik
Dalam memahami konsep kebijakan publik (public policy), dipandang perlu untuk
mempertanyakan, apa saja yang telah tercakup di dalamnya, karena kegiatan
pemerintah mencakup seluruh aspek kehidupan warga masyarakat. Kebijakan publik
pada dasarnya meliputi keseluruhan aspek kehidupan baik yang bersifat
memberikan pelayanan, melakukan pengaturan mendistribusikan apa saja yang
menjadi harta benda dan kekayaan negara, menggali sumber daya alam untuk
memobilisasi dana untuk negara, melaksanakan kegiatan pelayanan dan
perlindungan kepada masyarakat dan lain sebagainya. Kegiatan pembuatan
kebijaksanaan mencakup beberapa hal seperti dikemukakan oleh Rasyid dkk
(2002:239) yaitu :
1. Kegiatan
membuat kebijaksanaan yang bersifat distributive
2. Kebijakan
yang mengatur kompetisi
3. Kebijaksanaan
yang mengatur perlindungan
4. Kebijaksanan yang menyangkut redistribusi
kekayaan masyarakat
5. Kebijaksanaan
yang bersifat ekstratif
6. Kebijaksanaan
strategis
7. Kebijaksanaan
karena krisis
Dalam pembuatan kebijakan
publik tersebut membutuhkan pemahaman yang jelas tentang apa sesungguhnya
kebijakan publik. Untuk memahami kebijakan publik, para ahli memberikan
pengertian tentang kebijakan diantaranya Thomas R. Dye (dalam Islamy, 2000:18)
mengemukakan bahwa “Is whatever
governments choose to do or not to do”.
Selanjutnya kebijakan publik/kebijakan negara
dikemukakan juga oleh Anderson (dalam Wahab, 1990:5) bahwa Kebijakan publik
atau kebijakan negara memberikan implikasi:
1.
Kebijakan
negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau dengan kata lain bahwa
kebijakan itu harus berorientasi pada tujuan
2.
Kebijakan
itu berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3.
Kebijakan
itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan
merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan atau akan menyatakan
sesuatu.
4.
Kebijakan
negara itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa tindakan
pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif----dalam arti
merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk melakukan sesuatu; dan
5.
Bahwa
kebijakan pemerintah merupakan-setidak-tidaknya dalam arti yang
positif----didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundangan yang bersifat
memaksa.
Kebijakan publik selain dapat menentukan arah umum
yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah dalam masyarakat dapat pula
menentukan ruang lingkup permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Kebijakan
pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman,
pegangan atau petunjuk, cara bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah
sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan tertentu.
Konsep kebijakan publik (public policy) menurut
Sulaeman (1998:24) adalah :
Sebagai suatu proses yang
mengandung pola aktivitas tertentu dan merupakan seperangkat keputusan yang
bersangkutan dengan tindakan untuk mencapai tujuan dalam beberapa cara yang
khusus. Dengan demikian, konsep public
policy berhubungan dengan pola aktifitas pemerintahan mengenai sejumlah
masalah serta mengandung tujuan
Kebijakan negara sebagai suatu kebijakan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti parlemen, kepresidenan,
pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai politik, mempunyai kekuatan untuk
selalu dapat memaksa setiap anggota
masyarakat agar selalu tunduk dan mengikutinya dan lembaga-lembaga
itupun berhak memaksakan kewajibannya. David Easton (dalam Islamy,
2000:19) memberikan arti kebijakan negara sebagai “The authoritative alocation of values for the whole society”
Santoso (1988:50) berpendapat bahwa
kebijakan publik dapat diartikan :
Serangkaian keputusan yang
dibuat oleh pemerintah untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan juga
petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut terutama dalam
bentuk peraturan-peraturan atau dekrit-dekrit pemerintah.
Pendapat itu menyiratkan bahwa kebijakan publik
berhubungan dengan keputusan dan masalah yang dihadapi oleh pemerintah.
Kebijakan ini dapat dalam bentuk berupa aturan-aturan sebagai petunjuk bagi
pelaksana kebijakan. Menurut Soewargono (1997:12), kebijakan publik merupakan
arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan
pemerintahan di dalam yurisdiksi nasional, regional, municipal maupun lokal.
Dalam memahami pendapat yang dikemukakan oleh para
pakar, dapat ditemukan dua kubu tentang kebijakan publik. Ada yang memandang
kebijakan publik sebagai suatu keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan
maksud tertentu, ada pula yang menganggap kebijakan publik memiliki
akibat-akibat yang bisa diramalkan. Namun suatu hal yang hampir dapat
dipastikan bahwa apapun isi rumusan kebijakan publik, semuanya bermuara pada
satu tujuan yaitu demi memenuhi kepentingan publik. Dengan kata lain, kebijakan
publik merupakan suatu bentuk intervensi pemerintah kepada kepentingan publik.
“Sehubungan dengan fungsi “regeren” pemerintah
yaitu menetapkan kebijakan dalam rangka memimpin kekuatan-kekuatan
kemasyarakatan menuju masyarakat yang dicita-citakan” (Soerwargono, 1997:45).
Hal ini tentunya berkenaan dengan keberadaan pemerintah sebagai personifikasi
dari negara dimana pada negara melekat apa yang disebut kekuatan memaksa yang
absah, yang bertugas menyiapkan, menentukan dan menjalankan kebijakan atas nama
dan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.
Hoogerwerf, (1983:10) mengemukakan pendapatnya:
Meskipun upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat juga menjadi sasaran atau tujuan yang diburu oleh
berbagai organisasi swasta baik secara langsung maupun melalui pemerintah,
namun kebijakan yang dikeluarkan oleh instansi publik adalah berbeda, oleh
karena pemerintah mampunyai kekuasaan tertinggi terhadap tujuan-tujuan tersebut
yaitu kedaulatan.
Selanjutnya menurut Wibawa dkk (1994:4) bahwa
untuk mengopersionalisasikan kebijkaan publik, birokrasi pemerintah
menginterpretasikan kebijakan tersebut menjadi program. Jadi program dapat
dipandang sebagai kebijakan birokratis karena dirumuskan oleh birokrasi. Parker (dalam Sunggono, 1994:22) mengatakan
bahwa :
Kebijaksanaan publik adalah
suatu tujuan tertentu, atau serangkaian prinsip, atau tindakan yang dilakukan
oleh suatu lembaga pemerintah pada periode tertentu dalam hubungan dengan
beberapa subjek atau sebagai tanggapan terhadap beberapa krisis.
Dari beberapa pengertian di atas, pada dasarnya
kebijakan pemerintah itu harus mengabdi kepada kepentigan masyarakat. Islamy
(2000:20) mengemukakan pendapatnya bahwa kebijakan pemerintah (public policy) adalah serangkaian
tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau
berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
Dalam proses kebijakan publik, pemerintah harus
memperhatikan serangkaian tahap atau beberapa langkah, yang menurut para ahli
kebijakan publik berbeda-beda dalam mengelompokkan tahap-tahap tersebut.
Tjokroamidjojo (1991:14) menyatakan bahwa:
Dalam proses kebijakan
terdiri dari beberapa langkah yaitu ; policy
germination (kebijakan bertunas), policy
recomendation (tahap rekomendasi), policy
analysis (penganalisaan kebijakan), policy
formulation (perumusan kebijakan), policy
decision (tahap pengambilan keputusan), policy
implementation (pelaksanaan kebijakan), dan policy evaluation (penilaian kebijakan).
Sedangkan Hamdi (1999:3) menjelaskan bahwa umumnya
proses pembuatan kebijakan publik dapat dibedakan ke dalam enam tahap sebagai
berikut :
1.
Pendefinisian masalah (policy formulation).
2. Penentuan
agenda (agenda setting).
3.
Perumusan alternatif kebijakan (policy formulation).
4.
Pemilihan alternatif kebijakan (policy adoption).
5. Pelaksanaan
kebijakan (policy implementation).
6. Penilaian
kebijakan (policy evaluation).
Dari tahapan-tahapan tersebut
di atas yang akan menjadi fokus dalam pembahasan ini tulisan ini adalah pada
tahap pelaksanaan kebijakan (policy
implementation). Sebuah kebijakan yang tersusun dengan baik akan lebih
terarah, namun memerlukan waktu untuk berkembang dan seharusnya tetap
memperhatikan hal-hal seperti yang dikemukakan oleh Winardi (1990:120) sebagai
berikut :
1. Memungkinkan penafsiran terbuka dan
penilaian.
2. Bersifat konsisten dan tidak boleh ada dua
kebijakan yang saling bertentangan dalam suatu organisasi.
3. Harus sesuai dengan keadaan yang
berkembang.
4. Harus
membantu pencapaian sasaran dan harus dibantu dengan fakta-fakta yang objektif
.
5. Harus sesuai dengan kondisi-kondisi
eksternal.
Disamping
kebijakan tersebut perlu disusun dengan baik, ada pula beberapa faktor yang
turut memperbaiki kualitas suatu kebijakan, seperti yang disampaikan
Tjokroamidjojo : (1991:116), yaitu :
1. Jangan didasarkan pada selera seketika (whims)
tetapi harus melalui proses yang rasional berdasarkan akal sehat.
2. Penyempurnaan
informasi dan sistem informasi bagi analisa dan pembentukan kebijakan.
3. Dikembangkan
unified approach dalam perumusan
kebijakan.
4. Peka terhadap kebutuhan objektif
masyarakat.
Pada dasarnya rumusan kebijakan memang harus
bersifat objektif baik sebagai dasar analisisnya maupun kondisi kebutuhan
masyarakat atau objek yang akan terkena dampak dari kebijakan yang akan diambil
serta dapat memudahkan penentu kebijakan untuk mengadakan revisi atau perbaikan
jika ternyata pelaksanaannya tidak sesuai dengan kondisi objektifnya.
Sebagaimana dikatakan Wibawa (1994:6) bahwa:
Pendekatan kebijakan ini
tekanannya pada pendekatan kelembagaan, yaitu pendekatan pada pengukuran
terhadap keberadaan demokrasi tidak hanya melalui ada tidaknya institusi
perwakilan dan pemerintah tetapi lebih menekankan pada seberapa jauh fungsi
dari lembaga perwakilan itu sendiri.
Kebijakan negara merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti parlemen, kepresidenan,
pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai politik, mempunyai kekuatan untuk
dapat selalu tunduk dan mengikutinya dan lembaga-lembaga itu pun berhak untuk
memaksakan kebijakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar