A. Perkembangan
Keluarga Berencana di Dunia
Dalam sejarah peradaban manusia,
keluarga dikenal sebagai suatu persekutuan terkecil, pertama dan utama dalam
masyarakat. Dari persekutuan inilah manusia berkembang biak menjadi suatu
komunitas masyarakat dalam wujud marga, kabilah dan suku yang seterusnya
menjadi umat dan bangsa-bangsa yang bertebaran di muka bumi. Keluarga adalah
inti dari suatu bangsa. Kemajuan dan keterbelakangan suatu bangsa menjadi
cermin dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada bangsa tersebut.
Manusia diperkirakan hidup di dunia
sudah sekitar dua juta tahun yang lalu. Pada waktu itu jumlahnya masih sangat
sedikit. Bahkan pada 10.000 tahun sebelum masehi, penduduk dunia diperkirakan
baru sekitar 5 juta jiwa. Namun demikian, pada tahun pertama setelah masehi,
jumlah penduduk dunia telah berkembang hampir mencapai 250 juta jiwa. Dari
tahun pertama setelah masehi, sampai kepada masa permulaan revolusi industri di
sekitar tahun 1750, populasi dunia telah meningkat dua kali lipat menjadi 728
juta jiwa. Selama 200 tahun berikutnya (1750 – 1950)
tambahan penduduk sebanyak 1,7 milyar jiwa. Tetapi dalam 25 tahun berikutnya
(1950 – 1975), ditambah lagi dengan 1,5 milyar jiwa, yang jika dijumlahkan
seluruhnya pada akhir tahun 1975 telah mencapai hampir 4 milyar jiwa. Pada tahun 1986, populasi dunia sudah mendekati angka 5 milyar, yang
diperingati secara simbolis dengan kelahiran salah satu bayi di negara
Yugoslavia tepat pada tanggal 11 Juli 1987. Pada tahun 2005 jumlah penduduk
dunia sudah mencapai angka 6,45 milyar (Duran, 1967, Todaro 1983, UN, 2001 dan 2005).
Cikal bakal lahirnya Keluarga
Berencana di dunia tidak terlepas dari adanya kekhawatiran akan terjadinya
ledakan penduduk. Dengan demikian, adanya pendapat yang menyatakan bahwa Keluarga
Berencana adalah suatu hal yang baru adalah tidak benar, sebab Keluarga Berencana
sudah ada sejak jaman dahulu walaupun di Indonesia kehadirannya dianggap masih
baru dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat, sudah ada
usaha-usaha untuk mencegah kelangsungan hidup seorang bayi/anak yang karena
tidak diinginkan, atau pencegahan kelahiran/kehamilan karena alasan-alasan
ekonomi, sosial dan lain-lain.
Sebelum ada teknologi modern
seperti saat ini, terdapat beberapa cara yang dilakukan manusia untuk menolak
anak yang tidak diinginkan. Pada zaman dahulu cara-cara untuk menolak anak yang
tidak diiinginkan ada 3 cara yaitu :
Pertama,
dengan membunuh
anak yang sudah lahir. Cara yang demikian ini adalah paling kuno dan paling
biadab, karena orang membunuh anaknya sendiri. Latar belakang orang mau
melakukan pembunuhan hidup-hidup terhadap anak sendiri adalah untuk menutup
malu, tekanan ekonomi, kepentingan lain (mengambil yang diperlukan dan membuang
yang tidak perlu). Negara-negara yang mengalami peristiwa ini antara lain
Yunani Kuno, Arab Jahiliah, Tiongkok Kuno dan Mesir Kuno.
Kedua,
dengan cara
pengguguran kandungan (abortus
provacatus). Cara ini lebih lunak bila dibandingkan dengan cara membunuh
anak yang sudah lahir. Namun cara ini
banyak mengakibatkan ibu-ibu yang melakukan
pengguguran kandungan juga ikut mati, karena menjadi korban dari perbuatan yang dilakukan. Cara yang dipergunakan
untuk menggugurkan kandungan yaitu dengan jalan meminum ramuan atau dengan
jalan dipijat oleh seorang dukun. Karena perkembangan jaman dan juga karena
ditentang agama atau adat maka kedua
cara tersebut di atas sudah ditinggalkan orang dan merupakan suatu perbuatan yang dilarang.
Ketiga,
dengan cara
mencegah atau mengatur kehamilan. Dalam
mencegah dan mengatur kehamilan ini dengan menggunakan alat. Ada dua cara yang dilakukan orang untuk
mencegah dan mengatur terjadinya kehamilan
yaitu dengan alat kontrasepsi, dan tanpa alat, misalnya dengan azal, pantang
berkala. Usaha ketiga ini yang banyak
dilakukan orang sampai sekarang, yaitu dengan cara mencegah atau mengatur
kehamilan.
1. Keluarga
Berencana di Inggris
Keluarga Berencana mula-mula timbul dari kelompok orang-orang yang
menaruh perhatian kepada masalah KB, yaitu pada awal abad XIX di Inggris, Keluarga
Berencana mulai dibicarakan orang.
Pada masa abad XIX sebagian besar kaum pekerja buruh di kota-kota
besar di Inggris mengalami kesulitan dan keadaan hidupnya sangat buruk. Mereka sangat
kekurangan, miskin dan melarat. Hal ini sebagai akibat dari adanya undang-undang
perburuhan yang belum sempurna, jaminan sosial buruh tidak mendapatkan
perhatian dan jam kerja buruh tidak dibatasi, sehingga hal ini menambah keadaan
keluarga buruh sangat menderita. Di samping itu yang sangat menyolok adanya
waktu untuk istirahat dan rekreasi atau hiburan pada buruh sama sekali hampir
tidak ada. Salah satu hiburannya di waktu istirahat di rumah hanyalah ketemu
keluarganya. Dengan kata lain bahwa hiburan para buruh ketika itu satu-satunya
hanyalah dengan istri.
Keadaan
keluarga kaum pekerja buruh seperti di atas banyak dijumpai oleh seorang yang bernama Marie Stoppes. Marie Stoppes banyak mengetahui keadaan keluarga
kaum buruh di Inggris itu karena ia seorang
bidan di Inggris dan pekerjaannya mengadakan kunjungan-kunjungan rumah keluarga
untuk buruh-buruh, sehingga ia benar-benar mengetahui dan mengalami sendiri keadaan
keluarga yang sangat menyedihkan itu ditambah lagi banyak anak.
Melihat
kenyataan ini timbullah ide dari Maria Stoppes untuk memperbaiki keadaan
keluarga-keluarga buruh tersebut. Salah satu jalan yang ditempuh memberikan
pertolongan pada keluarga. Stoppes yang hidup pada kurun 1880 – 1950 merasa
prihatin dengan kehidupan kaum buruh di Inggris saat itu. kehidupan kaum buruh
di Inggris kala itu sungguh jauh dari standar layak.
Sungguh
menyedihkan, selain kemiskinan, mereka pun memiliki banyak anak. Itu yang dilihat
oleh Marie Stoppes yang juga seorang bidan. Keprihatinan Stoppes membuahkan
pemikiran bahwa salah satu jalan yang bisa memperbaiki keadaan dan kehidupan
para buruh tersebut adalah dengan melakukan pengaturan kelahiran. Saat itu di
Inggris sudah dikenal pemakaian kondom. Selain itu, Stoppes juga memberikan
pengetahuan kepada para buruh tersebut tentang cara pantang berkala.
2. Keluarga
Berencana di Amerika Serikat
Adalah Margareth Sanger, seorang
juru rawat di Amerika yang pertama kali menggagas program pengendalian
penduduk. Margareth yang hidup antara rentang waktu 1883-1966 mencanangkan
program Birth Control. Pada tahun
1912, Margareth bertemu dengan sebuah kasus menghadapi seorang ibu muda yang
berusia 20 tahun bernama Saddie Sachs. Saddie adalah seorang yang sengaja
menggugurkan kandungannya karena dia tidak menginginkan anak lagi.
Karena adanya perasaan
putus asa dalam merasakan derita pahit getirnya kehidupan dan juga
ketidak-tahuannya, Saddie Sachs telah nekad melakukan pengguguran kandungannya
dengan paksa, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Atas
perawatan dokter dan juru rawat (termasuk Margareth Sanger), maka Saddie Sachs
sembuh, dan dokter menganjurkan supaya ia jangan hamil lagi, sebab bila hamil
lagi akan membahayakan jiwanya. Mendengar nasehat dokter yang demikian itu
Saddie Sachs menjadi bingung apa yang harus dilakukan, pada hal ia sudah tidak
ingin hamil lagi.
Suatu ketika Saddie
Sachs memberanikan diri bertanya kepada dokter yang merawatnya mengenai
bagaimana caranya agar supaya ia tidak hamil lagi. Dengan nada sendau gurau
dokter menjawab bahwa Jack Sachs (suami Saddie) disuruh tidur di atas atap.
Mendengar jawaban dari dokter tersebut ia merasa tidak puas, dan ia bertanya
kepada Margareth Sanger, tetapi sayang Margareth Sanger tidak dapat memenuhi
permintaan serupa itu selain hanya menghibur saja, karena memang ia sendiri
tidak tahu apa yang harus diperbuat.
Tiga bulan kemudian
suami Saddie Sachs memanggil Margareth Sanger karena istrinya sakit kembali dan
dalam keadaan yang sangat kritis. Ternyata penederitaan Saddie Sachs seperti
yang lalu bahkan lebih berat lagi, sehingga sebelum dokter datang menolong, ia
meninggal dunia di atas pangkuan Margareth Sanger sebagai akibat pengguguran
kandungan yang disengaja yang ia lakukan sendiri secara nekad.
Dengan rasa sedih dan
kecewa Margareth Sanger menyampaikan kata-kata kepada beberapa dokter yang
sempat ia kumpulkan, lebih kurang demikian: “Wahai para dokter yang budiman,
lihatlah dengan penuh perhatian apa yang ada dipangkuan ini. Ia adalah seorang
ibu, seorang istri yang sah dari seorang suami. Ia telah menjadi korban dari
ketidak mengertian dari pihak suami maupun dari pihak orang-orang yang lebih
mengerti terutama anda sekalian para dokter. Sebagai ibu mustahil ia akan
melakukan perbuatan nekat yang membahayakan jiwanya, apabila tidak dilandasi
oleh suatu motif yang kuat.
Motif tersebut ialah ia
tidak menghendaki suatu kehamilan atau kelahiran yang ia tidak ingini. Hal ini
ia telah kemukakan pada waktu persalinan terdahulu, sebagai seorang manusia, ia
berhak untuk mengatur sedemikian rupa. Namun ketidak acuhan dan ketidak
mengertianlah akhirnya merenggut jiwanya. Marilah, wahai para dokter,
berbuatlah sesuatu sejak saat ini belajar dari pengalaman yang pahit ini”.
Sejak peristiwa
tersebut ia bergerak hatinya untuk lebih giat memperjuangkan cita-citanya
dibidang emansipasi wanita khususnya di sektor pengaturan kehamilan. Dari pengalaman-nya sebagai juru
rawat, Margaret Sanger cukup mengetahui kebutuhan ibu-ibu untuk tidak
memiliki anak banyak karena alasan ekonomi, kesehatan dan sosial.
Terkadang, ibu-ibu yang dia hadapi
tersebut putus asa dan kemudian menemui ajalnya sebagai akibat aborsi yang
dilakukan mereka. Dari pengalamannya tersebut, kemudian ia terjun dalam gerakan
Birth Control di Amerika.
Program Birth Control yang digagasnya banyak mengalami tentangan dari
beberapa pihak. Namun Margareth tetap gigih dan tidak putus asa. Ia mengajak
para dokter dan juga bidan untuk bergabung dalam pergerakan tersebut. Ia pun
kemudian belajar ke eropa mengenai alat kontrasepsi, dan menerbitkan sebuah
buku berjudul “Family Limitation”.
Penerbitan buku tersebut mendapat tentangan dari berbagai kalangan. Margareth
kemudian ditangkap (meskipun akhirnya dibebaskan kembali) setelah menerbitkan
buku tersebut.
Margareth Sanger terus
memperjuangkan program Birth control di Amerika. Dia membuka klinik birth control pertama disana. Hal ini
mendapat tentangan dari tokoh-tokoh setempat. Namun Margareth tidak putus asa.
Meskipun dia ditangkap beberapa kali, Margareth terus berjuang. Hingga akhirnya
perjuangan Margareth mulai menampakkan hasil.
Pada tahun 1921, kongres nasional
pengaturan kelahiran pertama akhirnya diselenggarakan di Amerika. Hasilnya
dibentuklah American Birth Control
League. Dan Margareth Sanger diangkat sebagai ketuanya. Selanjutnya pada
tahun 1923 mulai dibuka biro klinik pengaturan kelahiran. Hal ini membuka jalan
terhadap pembukaan ratusan klinik sejenis di Amerika.
Margareth Sanger tidak
membatasi perjuangan di dalam Birth
Control di America saja, tetapi ia mengembangkan dan mengorbankan
gagasannya dengan terus menerus ke seluruh dunia. Di samping keberaniannya yang
luar biasa sebagai pembaharuan sosial, ia mempunyai pandangan jauh ke depan dan
kemampuan mengorganisasi yang besar. Terbukti ia mengorganisasikan konferensi
internasional pada tahun 1925 di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control
Leagues. Atas inisiatifnya juga mengadakan World Population Conference di Jenewa pada tahun 1927. Dari konferensi
yang bersejarah ini timbul dua organisasi keilmuan, yaitu; International Women for Scientific Study for Population dan International Medical Group for the
Investigation of Contraception.
Pada tahun 1948 ia
turut aktif di dalam pembentukan International
Committee on Planned Parenthood. Sebagai kelanjutannya di dalam konferensi di
New Delhi dalam tahun 1952 diresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF) di bawah pimpinan
Margareth Sanger dan Lady Rama Rau dari India.
Margareth Sanger terus
berusaha mencapai tujuan dan melanjutkan ide-idenya. Ia selalu mengajak
rekan-rekannya yang berada di dalam negerinya sendiri dari dari para
bidan-bidan sampai dokter yang sesuai dengan usaha-usahanya itu. Sehingga dari
hasil kerja sama itu, usaha Margareth Sanger berkembang terus sampai ke seluruh
dunia termasuk di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar