A. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai
standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun non makanan. Garis
kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk
dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan
kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos,
2005).
Dalam konteks pembangunan, kemiskinan didefinisikan
sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, tidak terpenuhi
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin
sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak
yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui
secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan
hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan
absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk
golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis
kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan,
pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di
atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedangkan miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun
ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
B. Penduduk Miskin di Kota Bandung
Mengacu pada
batasan garis kemiskinan yang digunakan BPS, jumlah penduduk miskin di Kota Bandung
pada Tahun 2008 sebanyak 82.432 KK atau sekitar 13.21 % dari Jumlah penduduk
Kota Bandung. Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di Jawa Barat, maka
jumlah penduduk miskin di Kota Bandung adalah sebesar 2.81 % dari jumlah
penduduk miskin provinsi Jawa Barat.
Indikator yang
erat kaitannya dengan kemiskinan adalah pendidikan, kesehatan, dan
ekonomi. Intervensi kebijakan dalam hal menaikkan IPM dari indikator di atas
secara simultan akan memberikan penyelesaian yang lebih memungkinkan masyarakat
lebih sejahtera. Keterkaitan peran antara pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha yang bukan hanya pada dataran kebijakan, tapi implementasi yang jelas
dalam hal keterpaduan atau terkoordinasi dan sinergitas akan menciptakan
pelayanan terhadap warga miskin menjadi lebih efisien, transparan dan akuntabel.
Beberapa program Pemerintah Kota Bandung dalam usaha pengentasan kemiskinan
antara lain dengan bergulirnya program Bawaku Makmur,
Bawaku Sehat, Bawaku Pangan, Bawaku Pendidikan, dan bantuan dari kelompok
masyarakat non-pemerintah serta pengusaha, namun belum menunjukkan hasil yang optimal.
C. Penanggulangan Kemiskinan
Penanggulangan Kemiskinan
adalah kebijakan dan
program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara
sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk
mengurangi jumlah penduduk
miskin dalam rangka
meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Program penanggulangan
kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah,
dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin
melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi
mikro dan kecil,
serta program lain
dalam rangka meningkatkan
kegiatan ekonomi.
Strategi
percepatan penanggulangan kemiskinan menurut Perpres No. 15 Tahun 2010
dilakukan dengan:
1.
mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;
2.
meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin;
3.
mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil;
4.
mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Sasaran penanggulangan
kemiskinan terkait dengan sasaran pembangunan. Sasaran penanggulangan
kemiskinan adalah menurunnya jumlah penduduk dan terpenuhinya hak-hak dasar
masyarakat miskin. Secara rinci, sasaran tersebut adalah:
1. Menurunnya persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan
2. Terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau
3. Terpenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan merata
5. Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha
6. Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan sehat
7. Terpenuhinya kebutuhan air bersih dan aman bagi masyarakat miskin
8. Terbukanya akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan SDA dan terjaganya
kualitas lingkungan hidup.
9. Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah
10. Terjaminnya rasa aman dari tindak kekerasan
11. Meningkatnya partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan
D.
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
Human Development
Index (HDI) atau IPM mengukur tingkat pencapaian secara keseluruhan di suatu negara untuk
tiga dimensi
pokok pembangunan manusia yaitu umur
panjang (Kesehatan), pengetahuan (Pendidikan) dan standar kehidupan yang layak (Ekonomi).
1. Kesehatan
Masalah utama yang menyebabkan
rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin adalah rendahnya akses terhadap
layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya
pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan
reproduksi.
Meskipun secara nasional kualitas kesehatan
masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar
tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih
cukup tinggi. Angka kematian
bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin adalah 4x (empat kali)
lebih tinggi dari golongan terkaya.
Pada umumnya tingkat kesehatan
masyarakat miskin masih rendah. Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat miskin juga
disebabkan oleh (1) perilaku hidup mereka yang tidak sehat, (2) jarak fasilitas
layanan kesehatan yang jauh dan (3) biaya perawatan dan pengobatan yang mahal.
Masalah lainnya adalah rendahnya mutu layanan kesehatan dasar yang disebabkan
oleh terbatasnya tenaga kesehatan, kurangnya peralatan, dan kurangnya sarana
kesehatan. Rendahnya layanan kesehatan juga disebabkan oleh mahalnya
alat kontrasepsi sehingga masyarakat miskin tidak mampu mendapatkan layanan
kesehatan reproduksi. Peranan swasta cukup besar dalam layanan kesehatan reproduksi. Rendahnya mutu dan terbatasnya
ketersediaan layanan kesehatan reproduksi mengakibatkan tingginya angka
kematian ibu dan tingginya angka aborsi.
2.
Pendidikan
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam
penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya pembangunan pendidikan yang dilakukan
secara signifikan telah memperbaiki tingkat pendidikan penduduk Indonesia. Hal
tersebut antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya rata-rata lama sekolah. Meskipun demikian pembangunan pendidikan ternyata belum
sepenuhnya mampu memberi pelayanan secara merata kepada seluruh lapisan
masyarakat.
Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar
terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun
tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah secara resmi dihapuskan
oleh Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran
sekolah. Pengeluaran lain di luar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat
tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat pula
bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya.
3. Standar Hidup Layak (Ekonomi)
E. Rekam Miskin (Poorness Records)
sebagai Alternatif Pengentasan Kemiskinan di Kota Bandung
Penanggulangan
kemiskinan di Kota Bandung tidak dapat dilakukan secara singkat dan sekaligus,
hal ini terkait dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat
miskin dan keterbatasan sumberdaya untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar.
Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan tidak dapat ditangani sendiri oleh
satu sektor tertentu secara sepihak namun perlu juga memobilisasi stakeholder terkait untuk mengefektifkan
program yang dijalankan.
Sebuah langkah
awal untuk dapat mengefektifkan program pengentasan kemiskinan yang dijalankan
pemerintah Kota Bandung yaitu melalui rekam miskin (poorness records). Rekam miskin adalah upaya untuk
mengidentifikasi jumlah penduduk miskin melalui tiga cara, yaitu mengetahui nama-mana
penduduk miskin dalam suatu wilayah (by
name), mengetahui alamat atau tempat tinggalnya (by address), dan mengetahui penyebab kemiskinan mereka (by problem).
Dengan mengindentifikasi kemiskinan berdasarkan tiga cara tersebut maka
akan dapat diketahui secara nyata jumlah penduduk miskin dan cara melakukan
intervensi terhadap mereka melalui program-program pengentasan kemiskinan
dengan mengacu kepada indikator Indeks Pembangunan Manusia.
Untuk melaksanakan Rekam Miskin, peran Ketua RT dan RW sangat urgen,
mengingat mereka secara langsung mengetahui kondisi masyarakat dalam
lingkungannya. Klasifikasi penduduk miskin berdasarkan nama, alamat dan masalah
yang menjadi penyebabnya akan lebih akurat jika diperoleh langsung dari
pendataan oleh Ketua RT maupun Ketua RW di tiap kelurahan. Dalam hal ini peran
Ketua RT dan RW sebagai leader
sekaligus surveyor kegiatan pendataan
masyarakat miskin di wilayahnya.
Agar pelaksanaan rekam miskin berjalan maksimal, diperlukan monitoring dan
evaluasi yang dapat dilaksanakan setiap tahun. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
mengetahui data dan informasi mengenai perkembangan jumlah warga miskin, untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.
Untuk mendukung kegiatan rekam miskin ini, diperlukan perangkat komputer
dan internet yang disediakan untuk setiap RW, agar mempermudah dalam meng-update data dan informasi warga miskin
di wilayahnya. Dengan website yang terintegrasi, data-data warga miskin baik
nama, alamat maupun penyebabnya, dapat diketahui secara lebih cepat dan praktis.
Kondisi semacam ini juga akan mendukung layanan
pemerintahan yang lebih efektif karena berbasis e-government.
Berdasarkan data rekam miskin inilah selanjutnya pemerintah daerah dapat
melakukan upaya pemberdayaan masyarakat miskin dengan upaya-upaya enabling, empowering dan protecting.
Pertama, Enabling. Disini
titik tolaknya adalah pengenalan bahwa masyarakat
miskin sebenarnya memiliki
potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat miskin yang
sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan sudah
punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong (encourage), memotivasi, dan
membangkitkan kesadaran (awareness)
akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Kedua, Empowering.
Yaitu menciptakan iklim
dan suasana yang meliputi
langkah-langkah nyata penyediaan berbagai masukan (input), dan membuka akses kepada berbagai peluang
(opportunities) yang akan membuat
masyarakat miskin menjadi berdaya. Upaya yang amat pokok
adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses kepada
sumber-sumber ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan
pasar. Pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar baik
fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah, dan
fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat di akses oleh masyarakat pada lapisan
paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan
pemasaran di tempat terkonsentrasinya penduduk miskin yang
keberdayaannya amat kurang.
Ketiga, Melindungi (Protecting). Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, karena kurang
berdaya dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, dalam konsep pemberdayaan
masyarakat masyarakat miskin, perlindungan dan pemihakan kepada mereka amat
mendasar sifatnya. Dalam rangka ini, adanya peraturan perundangan yang secara
jelas dan tegas melindungi golongan miskin sangat
diperlukan. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi,
karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melemahkan mereka.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan
yang tidak seimbangan, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Pemberdayaan
masyarakat miskin bukan
membuat masyarakat miskin menjadi
makin tergantung pada berbagai program pemberian karena pada dasarnya setiap
yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri, dan hasilnya dapat
dipertukarkan dengan pihak lain. Peran dan tanggung jawab semua pihak terkait, alokasi anggaran
belanja dan sistem koordinasi serta komunikasi
antar SKPD perlu diperjelas sehingga tim
yang memfasilitasi pengentasan masyarakat
miskin terdiri
dari tim lintas SKPD.
Rekam miskin merupakan
salah satu alternatif yang mungkin dapat membawa perubahan dalam pengentasan
kemiskinan di Kota Bandung, karena hal tersebut dimulai dari dasar dan
menyentuh pada sasaran. Sebagai sebuah
alternatif, pendekatan ini dapat dilakukan untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dan penyebarluasannya secara lebih menyeluruh dapat
diaplikasikan setelah dampaknya terealisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar