Walaupun awalnya manajemen diperlukan bagi organisasi bisnis, dalam
perkembangnya manajemen juga diperlukan dalam upaya-upaya nirlaba seperti
sekolah, lembaga keagamaan, dan sebagainya. Saat ini literatur mengenai
manajemen untuk organisasi nirlaba cukup banyak tersedia. Bahkan pada beberapa
sekolah bisnis ada mata kuliah bahkan spesialisasi dalam manajemen organisasi
nirlaba.
Pentingnya manajemen dalam
pendidikan dikarenakan keberhasilan pengelolaan pendidikan ditentukan oleh
tingkat pengaturan dan pembagian kerja melalui orang lain sebagai sumber daya pada
organisasi atau lembaga tersebut, dan sangat dipengaruhi oleh penanggungjawab
yakni seorang manajer. Koswara
dalam Maskur (2001:25) menjelaskan bahwa:
Fungsi
manajemen meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan.
Demikian juga Depdikbud (1995:9-16) menyebutkan fungsi manajemen yakni:
perencanaan, Pengorganisasian, menggerakkan, memberi arahan, pengkoordinasi,
pengendalian, dan inovasi.
Universalitas fungsi manajemen didukung banyak pihak. Seorang manajer
yang sukses dalam industri tertentu, juga akan mempunyai peluang sukses di
industri lain. Sebagai contoh
adalah keberhasilan The Wharton School menjadi sekolah bisnis terbaik di
Amerika juga disebabkan karena yang direkrut sebagai dekan bukanlah seorang
akademis, tetapi praktisi bisnis yaitu seorang konsultan dari McKinsey. Model
praktisi menjadi dekan sekolah bisnis menjadi semacam trend di Amerika. Sekolah
Bisnis University Maryland dan Darden School dari The University of Virginia
juga merekrut praktisi manajemen sebagai dekan.
Keberhasilan dalam manajerial dipengaruhi oleh bentuk atau jenis
pelaksanaan kepemimpinan, dan berpengaruh pula terhadap kinerja serta
pengembangan sumberdaya penunjang di dalam organisasi, terutama pengaturan dan
pengelolaan pendidikan yang merupakan wujud pemahaman serta penentuan landasan
pembentukan manusia. Melalui
pendidikan dengan proses manajerial yang baik akan menghasilkan tamatan bermutu
yang tercermin
dari perilaku dan kecakapan dalam menjalani kehidupannya.
Untuk tercapainya keberhasilan proses manajerial, bagi para pengelola harus
menguasai benar bentuk dan jenis kepemimpinan yang memungkinkan untuk
diterapkan dalam proses pengembangan dan pengelolaan suatu lembaga
persekolahan. Mengingat kepemimpinan merupakan inti dari manajemen dan manajemen
adalah inti dari administrasi. Siagian (1989:36) menjelaskan bahwa: “kepemimpinan merupakan inti dari
manajemen, karena manajemen pendidikan merupakan faktor penggerak bagi
sumber-sumber, alat-alat dan manusia dalam organisasi”. Fatah (1996:88) menjelaskan bahwa:
Pemimpinan pada
hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan
adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas
yang harus dilaksanakan.
Wajah sekolah mungkin tepat dilekatkan pada kepala sekolah. Bahkan bukan
sekedar melekatkan melainkan suatu konsekuensi kiprah regulasi kepala sekolah.
Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudera, kepala
sekolah mengatur segala sesuatu yang ada di sekolah. Dengan demikian, yang
harus bertanggung jawab atas kandasnya sebuah sekolah dan gagalnya peserta
didik adalah kepala sekolah. Apabila sekolah menuai keberhasilan maka kinerja
kepala sekolah telah terukur. Semakin banyak orang yang menikmati kepuasan
batin, yakni dihargai, diberdayakan dan prestatif adalah tanda-tanda kemajuan
bagi kepala sekolah. Nahkoda sekolah telah mendekatkan keberhasilan para
penumpang pada wilayah tujuan yang ingin diraihnya.
Fielder (2001:44) mengemukakan tentang perilaku kepemimpinan
sebagai berikut:
Dengan
berperilaku kepemimpinan dimaksudkan pada umumnya adalah beberapa tindakan
khusus, di mana pemimpin itu terlibat dengan cara-cara pengarahan dan
pengkoordinasian pekerjaan anggota kelompok. Keikutsertakan dalam
tindakan-tindakan ini berupa hubungan kerja yang terstruktur dalam menghadapi
atau mengkritik anggota kelompok dan menunjukkan konsideran bagi kesejahteraan
dan perasaan-perasaan anggota.
Persepsi tersebut
mengandung beberapa hal yang mendasar meliputi:
1.
Pemimpin
harus mampu memimpin dan pada proses itu selalu berhubungan secara vertikal
dengan bawahannya, pada saat
itulah terjadi aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai
tujuan. Kemampuan memimpin dengan memberikan pengaruh menggunakan komunikasi
yang didasarkan pada tujuan bersama.
2.
Berdasarkan situasi tertentu, kemampuan memimpin
dalam pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh gaya yang berbeda-beda, hal itu
mempengaruhi keadaan yang spesifik.
3.
Kemampuan
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam menggerakkan bawahannya dengan
berbagai bentuk, baik dengan power (kekuasaan) reward (ganjaran), press (tekanan), dan punishment
(hukuman).
4.
Penumbuhan peran anggota, dalam hal ini menuntut
pengalaman dalam menghadapi anggotanya, terutama dalam mendorong dan mengkritik
kerja dengan tidak mengesampingkan perasaan mereka.
5.
Pemimpin
yang selalu mengutamakan nilai-nilai humaniora akan selalu mengacu pada bentuk
konsideran pekerjaan yang tertuju pada pencapaian kerja yang solid, efektif dan
efisien.
Keberhasilan
seorang manajer mengelola
organisasi sangat ditentukan oleh efisiensi dan efektivitas pengelolaan organisasi. Dalam pelaksanaan
pengaturan terhadap sumberdaya, harus dilaksanakan secara terpadu sehingga
dapat mencapai tujuan organisasi. Untuk mencapai harapan yang dicita-citakan, dalam
pengelolaan sumber daya harus ada suatu sistem serta mekanisme pengelolaan yang
mengutamakan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, sehingga dalam pengelolaan
sumberdaya harus ditentukan ruang lingkungan permasalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar