Camat bukan lagi kepala
pemerintahan di tingkat kecamatan ataupun kepala wilayah administrasi, tetapi
peran camat hanya selaku unsur pelaksana (pelayan) kepada masyarakat di wilayah
dengan melakukan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan kesejahteraan masyarakat dengan unsur instansi vertikal, instansi
dekonsentrasi, pemerintahan kecamatan lain disekitarnya atau yang disebut
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di kecamatan. Lebih jelas dapat dilihat
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan sebagai
berikut:
Kecamatan dibentuk di
wilayah kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerah dengan berpedoman Peraturan
Pemerintah (pasal 2 ayat 1) dan kecamatan adalah merupakan perangkat daerah
kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah
kerja tertentu dan dipimpin oleh seorang camat (pasal 14 ayat 1) yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperolehan pelimpahan sebagian wewenangan
bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah (pasal 15 ayat
2).
Ketika organisasi dan
struktur kecamatan dibentuk maka camat mempunyai kewenangan, tugas dan fungsi
untuk melaksanakan kegiatan. Peran camat merupakan bagian dari kewenangan, fungsi dan tugas yang dituangkan
dalam perundang-undangan. Uraian kewenangan, tugas dan fungsi dari camat dapat
dilihat pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (pasal 126) dan dijabarkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (pasal 17) dan secara khusus
mengenai kecamatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
Kewenangan dalam
peraturan perundang-undangan di atas, merupakan kewenangan yang melekat pada
jabatan seorang camat atau disebut kewenangan atributif. Oleh karena itu, camat
memiliki kekuasaan terhadap wilayah yang menjadi lingkungan kerjanya dan
sekaligus menguasai lingkungannya, maka camat berperan sebagai koordinator
kegiatan
atau program dan koordinator wilayah
(teritorial).
Penyelenggaraan pemerintahan
daerah diharapkan dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab antar
unsur-unsur penyelenggara pemerintahan. Hal ini dapat dilakukan apabila para
pimpinan dan para stafnya mengerti dan memahami dengan benar tentang perannya
dalam organisasi. Karena, organisasi tersebut dapat dipandang sebagai wadah,
sebagai proses, sebagai perilaku dan sebagai alat untuk mencapai tujuan
organisasi. Namun, pendefinisian organisasi yang banyak dilakukan oleh para
ahli sekurang-kurangnya mempunyai unsur-unsur adanya manusia atau orang-orang
yang bekerjasama, adanya kerjasama itu
sendiri dan adanya tujuan organisasi
yang telah disepakati.
Biddle dan Thomas
(dalam Suhardono, 1994:6) menyatakan bahwa menganalisis peran seorang pemimpin
sangat berkaitan erat dengan perilaku manusia. Di mana perilaku manusia dalam
bertingkahlaku sesuai dengan yang diharapkan dari pemimpin oleh masyarakat dan
unit kerja, oleh norma-norma, oleh orang-orang lain, oleh keluarga dan
lain-lain. Dan tidak hanya berkaitan dengan perilaku individu tetapi juga
berkaitan dengan pekerjaan sekelompok individu dalam organisasi yang menunjukan
bahwa adanya orang-orang yang berada
disekitarnya dan kegiatan yang saling pengaruh-mempengaruhi terhadap
diantara mereka.
Perilaku yang kompleks
dari seorang pemimpin atau manajer, yang berupa kumpulan orang yang bercorak
ragam posisi sosialnya, pengkhususan dan pembagian pekerjaannya, komunikasi,
perilaku belajar dan motivasi, konfirmitas serta independensi antar pelaku
dalam suatu kancah sosial merupakan patok duga dari peranan. Dengan demikian,
Suhardono (1994:15), melihat peran dari sudut psikologi sosial yang
mendefinisikan bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi apa
perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu posisi
sosial. Akan tetapi, Sarbin dan Allen (1968) dalam Thoha (2004:10) juga
mendifinisikan peranan dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku yang
teratur, yang ditimbulkan karena jabatan tertentu atau karena adanya suatu
kantor yang mudah dikenal. Kepribadian seseorang barangkali juga amat
mempengaruhi bagaimana peranan harus dijalankan.
Melihat bahwa camat
adalah merupakan seorang pemimpin atau manajer organisasi kecamatan selain
memiliki kepemimpinan dan profesionalisme, camat juga memiliki peran dalam
tanggung jawab, fungsi dan tugas
organisasi tersebut. Melihat peranan sesorang pemimpin lebih pada proses
manajemen organisasi, di mana manajemen menitikberatkan pada aturan-aturan,
tugas pokok dan fungsi, kebijaksanaan, kesepakatan, maupun norma-norma
organisasi, sedangkan kepemimpinan menitikberatkan pada kemampuan dan seni
seseorang dalam mempengaruhi orang lain, sehingga memiliki bebas nilai terhadap
lingkungan organisasi. Penulis tidak memisahkan jabatan camat sebagai pemimpin
maupun manajer. Walaupun jelas bahwa pandangan Warren dalam Kaloh (2006:39)
yang membedakan pemimpin dan manajer dengan mengatakan: manager are people who do things rigth (melakukan sesuatu dengan
benar) dan leaders are people who do the
rigth things (melakukan sesuatu yang benar). Penulis secara bergantian
menggunakan istilah tersebut.
Kewenangan camat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah harus dapat melaksanakan sesuai script (semacam skenario), instruksi
dari Bupati, peran dari semua penyelenggara di kecamatan, pendapat dan reaksi
umum dari masyarakat.
Sistem tugas dan
kewenangan pemimpin organisasi merupakan
posisi dan peran bersifat formal. Menurut Ndraha (2003:345) ada beberapa set yang relatif denominatif yaitu
sistem yang terdiri dari:
1.
hak dan kewajiban
2.
kewenangan dan tanggung jawab dan
3.
produser dan konsumer. Sehingga dengan
demikian peran tidak terlepas dari hak dan kewajiban, kewenangan dan tanggung
jawab serta prosedur dan konsumer.
Organisasi kecamatan dalam proses yang mencakup struktur
dan susunan organisasi dapat mempengaruhi kepentingan-kepentingan individu atau
perorangan dalam melaksanakan kegiatan organisasi dan kebutuhan atau aspirasi
perorangan. Proses tersebut juga dapat menentu-kan efektivitas organisasi yang
menyelenggaraan kegiatan dalam mencapai tujuannya organisasi. Karena segala hak
dan kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab serta produser dan konsumen
merupakan intereaksi atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat atau
unit kerja.
Sebagai perangkat Daerah, Camat memiliki kewenangan
delegatif seperti yang dinyatakan dalam
Pasal 126 ayat
(2) bahwa :
”Kecamatan dipimpin oleh Camat
yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan
sebagian wewenang Bupati atau
Walikota untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah”. Ini
berarti bahwa kewenangan
yang dijalankan oleh Camat merupakan kewenangan yang
dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Dengan demikian luas atau terbatasnya
pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota sangat tergantung pada keinginan
politis dari Bupati/Walikota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar