Jumat, 09 Maret 2012

Kedudukan dan Kewenangan Camat

Camat bukan lagi kepala pemerintahan di tingkat kecamatan ataupun kepala wilayah administrasi, tetapi peran camat hanya selaku unsur pelaksana (pelayan) kepada masyarakat di wilayah dengan melakukan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kesejahteraan masyarakat dengan unsur instansi vertikal, instansi dekonsentrasi, pemerintahan kecamatan lain disekitarnya atau yang disebut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di kecamatan. Lebih jelas dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan sebagai berikut:
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerah dengan berpedoman Peraturan Pemerintah (pasal 2 ayat 1) dan kecamatan adalah merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh seorang camat (pasal 14 ayat 1) yang dalam pelaksanaan tugasnya memperolehan pelimpahan sebagian wewenangan bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah (pasal 15 ayat 2).
Ketika organisasi dan struktur kecamatan dibentuk maka camat mempunyai kewenangan, tugas dan fungsi untuk melaksanakan kegiatan. Peran camat merupakan bagian dari  kewenangan, fungsi dan tugas yang dituangkan dalam perundang-undangan. Uraian kewenangan, tugas dan fungsi dari camat dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (pasal 126) dan dijabarkan dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (pasal 17) dan secara khusus mengenai kecamatan diatur dalam Peraturan Pemerintah  Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
Kewenangan dalam peraturan perundang-undangan di atas, merupakan kewenangan yang melekat pada jabatan seorang camat atau disebut kewenangan atributif. Oleh karena itu, camat memiliki kekuasaan terhadap wilayah yang menjadi lingkungan kerjanya dan sekaligus menguasai lingkungannya, maka camat berperan sebagai koordinator kegiatan atau program dan koordinator wilayah (teritorial).
Penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab antar unsur-unsur penyelenggara pemerintahan. Hal ini dapat dilakukan apabila para pimpinan dan para stafnya mengerti dan memahami dengan benar tentang perannya dalam organisasi. Karena, organisasi tersebut dapat dipandang sebagai wadah, sebagai proses, sebagai perilaku dan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Namun, pendefinisian organisasi yang banyak dilakukan oleh para ahli sekurang-kurangnya mempunyai unsur-unsur adanya manusia atau orang-orang yang bekerjasama, adanya kerjasama  itu sendiri dan adanya  tujuan organisasi yang telah disepakati.
Biddle dan Thomas (dalam Suhardono, 1994:6) menyatakan bahwa menganalisis peran seorang pemimpin sangat berkaitan erat dengan perilaku manusia. Di mana perilaku manusia dalam bertingkahlaku sesuai dengan yang diharapkan dari pemimpin oleh masyarakat dan unit kerja, oleh norma-norma, oleh orang-orang lain, oleh keluarga dan lain-lain. Dan tidak hanya berkaitan dengan perilaku individu tetapi juga berkaitan dengan pekerjaan sekelompok individu dalam organisasi yang menunjukan bahwa adanya orang-orang yang berada  disekitarnya dan kegiatan yang saling pengaruh-mempengaruhi terhadap diantara mereka.
Perilaku yang kompleks dari seorang pemimpin atau manajer, yang berupa kumpulan orang yang bercorak ragam posisi sosialnya, pengkhususan dan pembagian pekerjaannya, komunikasi, perilaku belajar dan motivasi, konfirmitas serta independensi antar pelaku dalam suatu kancah sosial merupakan patok duga dari peranan. Dengan demikian, Suhardono (1994:15), melihat peran dari sudut psikologi sosial yang mendefinisikan bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu posisi sosial. Akan tetapi, Sarbin dan Allen (1968) dalam Thoha (2004:10) juga mendifinisikan peranan dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku yang teratur, yang ditimbulkan karena jabatan tertentu atau karena adanya suatu kantor yang mudah dikenal. Kepribadian seseorang barangkali juga amat mempengaruhi bagaimana peranan harus dijalankan.
Melihat bahwa camat adalah merupakan seorang pemimpin atau manajer organisasi kecamatan selain memiliki kepemimpinan dan profesionalisme, camat juga memiliki peran dalam tanggung jawab, fungsi  dan tugas organisasi tersebut. Melihat peranan sesorang pemimpin lebih pada proses manajemen organisasi, di mana manajemen menitikberatkan pada aturan-aturan, tugas pokok dan fungsi, kebijaksanaan, kesepakatan, maupun norma-norma organisasi, sedangkan kepemimpinan menitikberatkan pada kemampuan dan seni seseorang dalam mempengaruhi orang lain, sehingga memiliki bebas nilai terhadap lingkungan organisasi. Penulis tidak memisahkan jabatan camat sebagai pemimpin maupun manajer. Walaupun jelas bahwa pandangan Warren dalam Kaloh (2006:39) yang membedakan pemimpin dan manajer dengan mengatakan: manager are people who do things rigth (melakukan sesuatu dengan benar) dan leaders are people who do the rigth things (melakukan sesuatu yang benar). Penulis secara bergantian menggunakan istilah tersebut.
Kewenangan camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus dapat melaksanakan sesuai script (semacam skenario), instruksi dari Bupati, peran dari semua penyelenggara di kecamatan, pendapat dan reaksi umum dari masyarakat.
Sistem tugas dan kewenangan  pemimpin organisasi merupakan posisi dan peran bersifat formal. Menurut Ndraha (2003:345) ada beberapa set yang relatif denominatif yaitu sistem yang terdiri dari:
1.  hak dan kewajiban 
2.  kewenangan dan tanggung jawab dan
3.  produser dan konsumer. Sehingga dengan demikian peran tidak terlepas dari hak dan kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab serta prosedur dan konsumer.
Organisasi kecamatan dalam proses yang mencakup struktur dan susunan organisasi dapat mempengaruhi kepentingan-kepentingan individu atau perorangan dalam melaksanakan kegiatan organisasi dan kebutuhan atau aspirasi perorangan. Proses tersebut juga dapat menentu-kan efektivitas organisasi yang menyelenggaraan kegiatan dalam mencapai tujuannya organisasi. Karena segala hak dan kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab serta produser dan konsumen merupakan intereaksi atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat atau unit kerja.
Sebagai perangkat Daerah, Camat memiliki kewenangan delegatif seperti yang  dinyatakan  dalam  Pasal  126  ayat  (2)  bahwa  :  ”Kecamatan  dipimpin  oleh Camat  yang  dalam  pelaksanaan  tugasnya  memperoleh  pelimpahan  sebagian wewenang  Bupati  atau  Walikota  untuk  menangani  sebagian  urusan  otonomi daerah”.  Ini  berarti  bahwa  kewenangan  yang  dijalankan  oleh Camat merupakan kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Dengan demikian luas atau terbatasnya pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota sangat tergantung pada keinginan politis dari Bupati/Walikota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...