Fungsi camat dalam penyelenggaran pemerintahan daerah
sebagai koordinator kegiatan kewilayahan untuk memberikan pelayanan. Fungsi
tersebut dipengaruhi ”peranan”-nya sebagai hasil (output) dalam melaksanakaan tugas dan kewenangan. Fungsi (function) camat yang memiliki peran
sebagai koordinator sangat besar dan luas dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Begitu pula terhadap kelompok atau penyelenggaran lain yang ada di
kecamatan.
Oleh karena itu uraian tugas dan fungsi adalah merupakan
uraian atau rincian kegiatan yang harus dilakukan dalam sebuah organisasi
kecamatan mendahului peran yang ada dalam diri seorang camat. Fungsi dan tugas yang dimiliki camat yang
demikian merupakan fungsi kekepalaan (cheapship)
dan kepemimpinan (leadership) sangat
mempengaruhi peran camat. Karena istilah peran lebih menekankan pada perilaku
seseorang dalam melaksanakan fungsi dan tugas.
Herbert (dalam Safrudin, 1993:270) mempertegas bahwa
keefektifan seseorang dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan dalam setiap
suasana sosial, tidak hanya tergantung pada aktivitas sendiri, tetapi juga pada
bagaimana hubungan aktivitasnya itu dengan apa yang sukses atas satu tugas oleh
sekelompok orang membutuhkan tingkat koordinasi yang tinggi.
Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008
menyebutkan bahwa:
(1.) Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang
meliputi:
a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
c. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
d. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
e. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan; dan
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
kelurahan.
(2.) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota
untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek perizinan;
rekomendasi; koordinasi; pembinaan; pengawasan; fasilitasi; penetapan;
penyelenggaraan; dan kewenangan lain yang dilimpahkan.
(3.) Pelaksanaan kewenangan camat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mencakup penyelenggaraan urusan pemerintahan pada lingkup kecamatan
sesuai peraturan perundang-undangan.
(4.) Pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota kepada Camat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas
dan efisiensi.
(5.) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan
wewenang Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota berpedoman pada Peraturan
Pemerintah ini.
Wasistiono (2009:57) mengemukakan bahwa pada Pasal 15
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan berbicara
mengenai kewenangan yang bersifat atributif, sedangkan Pasal 15 ayat (2)
berbicara aspek-aspek kewenangan delegatif yang perlu diisi lebih lanjut dengan
rincian kewenangannya. Rinciannya harus bersifat limitatif dan terukur sehingga
tidak menimbulkan tumpang tindih atau keragu-raguan dalam pelaksanaannya.
Perubahan paradigma tersebut di atas secara signi-fikan
mengubah pula kedudukan kecamatan dengan berbagai implikasinya. Adapun
perubahan paradigma kecamatan berdasarkan ketiga Undang-Undang Peme-rintahan
Daerah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Perubahan Paradigma Camat, Kecamatan
dan Kelurahan
Unsur
Perbandingan
|
UU No. 5
Tahun 1974
|
UU No. 22
Tahun 1999
|
UU No. 32
Tahun 2004
|
Kedudukan
Kecamatan
|
Wilayah
administrasi pemerintahan
|
Lingkungan
kerja Perangkat Daerah
|
Lingkungan
Kerja Perangkat Daerah
|
Kedudukan
Camat
|
Kepala
Wilayah
(Pasal
77)
|
Perangkat
Daerah
|
Perangkat
Daerah
|
Kewenangan
Camat
|
Bersifat
atributif (Pasal 80 & 81)
|
Bersifat
delegatif (Pasal 66 ayat (4))
|
Bersifat
atributif dan delegatif (Pasal 126 ayat (2) & (3))
|
Hubungan
dengan Lurah
|
Lurah
menerima delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota
|
Lurah menerima delegasi kewenangan dari Camat
|
Lurah menerima delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota
|
Sumber : Sadu Wasistiono, 2004
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 juga masih mempertahankan hal sama dalam hal
kedudukan pemerintah kecamatan. Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya
mempertegas kembali kewenangan atributif sebagaimana yang diusung oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, untuk itu Wasistiono, dkk (2002:85)
menyarankan bahwa kecamatan lebih tepat dikelompokkan ke dalam jajaran unsur
lini, tetapi dengan nama unsur lini kewilayahan. Pengelompokkan ini untuk
membedakan dengan unsur lini teknis seperti yang disandang oleh Dinas Daerah.
Sebagai unsur lini kewilayahan, Camat menjalankan tugas pokok sebagai unsur
lini yaitu “to do, to act” artinya
kegiatan Camat beserta jajaran bersifat operasional, memberikan pelayanan
langsung kepada masyarakat.
Menurut Ndraha (2005:169) bahwa kecamatan adalah unit
kerja, organisasi, wadah yang berada langsung di bawah kepala daerah, dibentuk
berdasarkan peraturan daerah, dan melaksanakan kewenangan yang dilimpahkan
(bukan diserahkan) oleh Bupati/Walikota untuk dilaksana-kan di dalam lingkungan
tugasnya.
Berkenaan dengan kewenangan untuk melaksanakan pelayanan
masyarakat, Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 merincikan
beberapa tugas camat sebagai berikut:
a. melakukan perencanaan kegiatan
pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
b. melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di
wilayahnya;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
d. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat
di wilayah kecamatan;
e. melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di
wilayah kecamatan kepada Bupati atau Walikota.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2008 tentang
Kecamatan, pada Pasal 15 ayat (1)
menetapkan tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan Camat dan ayat (2)
menetapkan kewenangan delegatif yang diperoleh dari pelimpahan sebagian
kewenangan Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Tugas umum pemerintahan yang dimaksud dalam Pasal 126
ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 berbeda maknanya dengan urusan pemerintahan
umum sebagaimana dimaksud pada UU Nomor 5 Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf (j)
UU Nomor 5 Tahun
1974, yang dimaksud
dengan urusan pemerintahan
umum adalah: “urusan pemerintahan
yang meliputi bidang-bidang
ketentraman dan ketertiban,
politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk
dalam tugas sesuatu
Instansi dan tidak
termasuk urusan rumah tangga
Daerah”. Urusan pemerintahan
umum ini diselenggarakan oleh
setiap kepala wilayah pada setiap
tingkatan - sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi.
Tugas umum
pemerintahan yang diselenggarakan oleh
Camat tidak imaksudkan sebagai
pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan agi sebagai
kepala wilayah. Selain
itu, intinya juga
berbeda. Tugas umum pemerintahan sebagai
kewenangan atributif mencakup
tiga jenis kewenangan yakni kewenangan
melakukan koordinasi yang
meliputi lima bidang
kegiatan, kewenangan
melakukan pembinaan serta
kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Kewenangan
koordinasi dan pembinaan merupakan bentuk pelayanan secara
tidak langsung (indirect
services), karena yang
dilayani adalah entitas pemerintahan
lainnya sebagai pengguna
(users), meskipun pengguna akhirnya (end
users) tetap masyarakat.
Sedangkan kewenangan pemberian pelayanan kepada
masyarakat, pengguna (users)
maupun pengguna akhirnya (end
users) sama yakni
masyarakat. Jenis pelayanan
ini dapat dikategorikan sebagai pelayanan secara
langsung (direct services).
Secara
filosofis, kecamatan yang dipimpin oleh Camat perlu diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem
administrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan
dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan
di kecamatan sebagai ciri
pemerintahan kewilayahan yang memegang
posisi strategis dalam hubungan
dengan pelaksanaan kegiatan
pemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh bupati/ walikota.
Sehubungan dengan itu, Camat melaksanakan
kewenangan pemerintahan dari 2 (dua) sumber yakni: pertama,
bidang kewenangan dalam
lingkup tugas umum pemerintahan; dan
kedua, kewenangan bidang
pemerintahan yang
dilimpahkan oleh bupati/walikota dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Dengan demikian,
peran Camat dalam
penyelenggaraan pemerintahan
lebih sebagai pemberi
makna pemerintahan di
wilayah kecamatan. Atas dasar pertimbangan demikian, maka Camat secara
filosofis pemerintahan dipandang
masih relevan untuk
menggunakan tanda jabatan
khusus sebagai perpanjangan tangan dari bupati/walikota di wilayah
kerjanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar