Jumat, 09 Maret 2012

Perubahan Paradigma Kecamatan, Kelurahan dan Desa


Fungsi camat dalam penyelenggaran pemerintahan daerah sebagai koordinator kegiatan kewilayahan untuk memberikan pelayanan. Fungsi tersebut dipengaruhi ”peranan”-nya sebagai hasil (output) dalam melaksanakaan tugas dan kewenangan. Fungsi (function) camat yang memiliki peran sebagai koordinator sangat besar dan luas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Begitu pula terhadap kelompok atau penyelenggaran lain yang ada di kecamatan.
Oleh karena itu uraian tugas dan fungsi adalah merupakan uraian atau rincian kegiatan yang harus dilakukan dalam sebuah organisasi kecamatan mendahului peran yang ada dalam diri seorang camat.  Fungsi dan tugas yang dimiliki camat yang demikian merupakan fungsi kekepalaan (cheapship) dan kepemimpinan (leadership) sangat mempengaruhi peran camat. Karena istilah peran lebih menekankan pada perilaku seseorang dalam melaksanakan fungsi dan tugas.
Herbert (dalam Safrudin, 1993:270) mempertegas bahwa keefektifan seseorang dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan dalam setiap suasana sosial, tidak hanya tergantung pada aktivitas sendiri, tetapi juga pada bagaimana hubungan aktivitasnya itu dengan apa yang sukses atas satu tugas oleh sekelompok orang membutuhkan tingkat koordinasi yang tinggi.
Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
(1.) Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi:
a.  mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b.  mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
c.   mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d.  mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e.  mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
f.   membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan
g.  melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
(2.) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek perizinan; rekomendasi; koordinasi; pembinaan; pengawasan; fasilitasi; penetapan; penyelenggaraan; dan kewenangan lain yang dilimpahkan.
(3.) Pelaksanaan kewenangan camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penyelenggaraan urusan pemerintahan pada lingkup kecamatan sesuai peraturan perundang-undangan.
(4.) Pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota kepada Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas dan efisiensi.
(5.) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini.
Wasistiono (2009:57) mengemukakan bahwa pada Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan berbicara mengenai kewenangan yang bersifat atributif, sedangkan Pasal 15 ayat (2) berbicara aspek-aspek kewenangan delegatif yang perlu diisi lebih lanjut dengan rincian kewenangannya. Rinciannya harus bersifat limitatif dan terukur sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih atau keragu-raguan dalam pelaksanaannya.
Perubahan paradigma tersebut di atas secara signi-fikan mengubah pula kedudukan kecamatan dengan berbagai implikasinya. Adapun perubahan paradigma kecamatan berdasarkan ketiga Undang-Undang Peme-rintahan Daerah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Perubahan Paradigma Camat, Kecamatan
dan Kelurahan
Unsur
Perbandingan
UU No. 5
Tahun 1974
UU No. 22
Tahun 1999
UU No. 32
Tahun 2004
Kedudukan
Kecamatan
Wilayah administrasi pemerintahan
Lingkungan kerja Perangkat Daerah
Lingkungan Kerja Perangkat Daerah
Kedudukan Camat
Kepala Wilayah
(Pasal 77)
Perangkat Daerah
Perangkat Daerah
Kewenangan Camat
Bersifat atributif (Pasal 80 & 81)
Bersifat delegatif (Pasal 66 ayat (4))
Bersifat atributif dan delegatif (Pasal 126 ayat (2) & (3))
Hubungan dengan Lurah
Lurah menerima delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota
Lurah menerima delegasi kewenangan dari Camat
Lurah menerima delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota
Sumber : Sadu Wasistiono, 2004
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 juga masih mempertahankan hal sama dalam hal kedudukan pemerintah kecamatan. Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hanya mempertegas kembali kewenangan atributif sebagaimana yang diusung oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, untuk itu Wasistiono, dkk (2002:85) menyarankan bahwa kecamatan lebih tepat dikelompokkan ke dalam jajaran unsur lini, tetapi dengan nama unsur lini kewilayahan. Pengelompokkan ini untuk membedakan dengan unsur lini teknis seperti yang disandang oleh Dinas Daerah. Sebagai unsur lini kewilayahan, Camat menjalankan tugas pokok sebagai unsur lini yaitu “to do, to act” artinya kegiatan Camat beserta jajaran bersifat operasional, memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat.
Menurut Ndraha (2005:169) bahwa kecamatan adalah unit kerja, organisasi, wadah yang berada langsung di bawah kepala daerah, dibentuk berdasarkan peraturan daerah, dan melaksanakan kewenangan yang dilimpahkan (bukan diserahkan) oleh Bupati/Walikota untuk dilaksana-kan di dalam lingkungan tugasnya.
Berkenaan dengan kewenangan untuk melaksanakan pelayanan masyarakat, Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 merincikan beberapa tugas camat sebagai berikut:
a. melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
b. melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan;
d. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan;
e. melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah kecamatan kepada Bupati atau Walikota.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2008 tentang Kecamatan, pada  Pasal 15 ayat (1) menetapkan tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan Camat dan ayat (2) menetapkan kewenangan delegatif yang diperoleh dari pelimpahan sebagian kewenangan Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Tugas umum pemerintahan yang dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 berbeda maknanya dengan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada UU Nomor 5 Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf (j) UU Nomor  5  Tahun  1974,  yang  dimaksud  dengan  urusan  pemerintahan  umum adalah:  “urusan  pemerintahan  yang  meliputi  bidang-bidang  ketentraman  dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak  termasuk  dalam  tugas  sesuatu  Instansi  dan  tidak  termasuk  urusan  rumah tangga  Daerah”.  Urusan  pemerintahan  umum  ini  diselenggarakan  oleh  setiap kepala wilayah pada setiap  tingkatan  - sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam rangka melaksanakan asas dekonsentrasi.
Tugas  umum  pemerintahan  yang  diselenggarakan  oleh  Camat  tidak imaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan agi  sebagai  kepala  wilayah.  Selain  itu,  intinya  juga  berbeda.  Tugas  umum pemerintahan  sebagai  kewenangan  atributif  mencakup  tiga  jenis  kewenangan yakni  kewenangan  melakukan  koordinasi  yang  meliputi  lima  bidang  kegiatan, kewenangan  melakukan  pembinaan  serta  kewenangan  melaksanakan  pelayanan kepada masyarakat.  Kewenangan  koordinasi  dan  pembinaan merupakan  bentuk pelayanan  secara  tidak  langsung  (indirect  services), karena  yang dilayani  adalah entitas  pemerintahan  lainnya  sebagai  pengguna  (users),  meskipun  pengguna akhirnya  (end  users)  tetap  masyarakat.  Sedangkan  kewenangan  pemberian pelayanan  kepada    masyarakat,    pengguna  (users)  maupun  pengguna  akhirnya (end  users)  sama  yakni  masyarakat.  Jenis  pelayanan  ini  dapat  dikategorikan sebagai pelayanan secara langsung (direct services).
Secara filosofis, kecamatan yang dipimpin oleh Camat perlu diperkuat dari aspek  sarana prasarana,  sistem  administrasi, keuangan dan kewenangan bidang  pemerintahan  dalam  upaya  penyelenggaraan  pemerintahan  di kecamatan  sebagai  ciri  pemerintahan  kewilayahan  yang memegang  posisi strategis  dalam  hubungan  dengan  pelaksanaan  kegiatan  pemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh bupati/ walikota. Sehubungan dengan itu, Camat melaksanakan  kewenangan pemerintahan dari 2 (dua) sumber yakni:  pertama,  bidang  kewenangan  dalam  lingkup  tugas  umum pemerintahan;  dan  kedua,  kewenangan  bidang  pemerintahan  yang dilimpahkan  oleh  bupati/walikota  dalam  rangka  pelaksanaan  otonomi daerah. 
Dengan  demikian,  peran  Camat  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan lebih  sebagai  pemberi  makna  pemerintahan  di  wilayah  kecamatan.  Atas dasar pertimbangan demikian, maka Camat  secara  filosofis pemerintahan dipandang  masih  relevan  untuk  menggunakan  tanda  jabatan  khusus sebagai perpanjangan tangan dari bupati/walikota di wilayah kerjanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...