Madrasah atau pondok adalah lembaga
yang merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional.
Sebagai bagian lembaga pendidikan nasional, kemunculan madrasah dalam
sejarahnya telah berusia puluhan tahun, atau bahkan ratusan tahun, dan
disinyalir sebagai lembaga yang memiliki kekhasan, keaslian (indegeneous)
Indonesia. Sebagai institusi indegeneous, madrasah muncul
dan terus berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat di sekitar
lingkungannya. Akar kultural ini barangkali sebagai potensi dasar yang telah
menjadikan madrasah dapat bertahan, dan sangat diharapkan masyarakat dan
pemerintah.
Madrasah sebagai
sebuah institusi budaya yang lahir atas prakarsa dan inisiatif (tokoh)
masyarakat dan bersifat otonom, sejak awal berdirinya merupakan potensi
strategis yang ada di tengah kehidupan sosial masyarakat. Kendati kebanyakan madrasah
hanya memposisikan dirinya sebagai institusi pendidikan dan keagamaan, namun
sejak tahun 1970-an beberapa madrasah telah berusaha melakukan reposisi dalam
menyikapi berbagai persoalan sosial masyarakat, seperti ekonomi, sosial, dan
politik.
Madrasah dengan
berbagai harapan dan predikat yang dilekatkan kepadanya, sesungguhnya berujung
pada tiga fungsi utama yang senantiasa diembannya, yaitu: (1) sebagai pusat
pengkaderan pemikir-pemikir agama (centre of exellence), (2) sebagai
lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource), (3) sebagai
lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent
of development).
Selain ketiga fungsi tersebut madrasah juga dipahami
sebagai bagian yang terlibat dalam proses perubahan sosial (social change)
di tengah perubahan yang terjadi.
Dalam
keterlibatannya dengan peran, fungsi, dan perubahan yang dimaksud, madrasah
memegang peranan kunci sebagai motivator, inovator, dan dinamisator masyarakat.
Hubungan interaksionis-kultural antara madrasah dengan masyarakat menjadikan
keberadaan dan kehadiran institusi madrasah dalam perubahan dan pemberdayaan
masyarakat menjadi semakin kuat. Namun demikian harus diakui, belum semua
potensi besar yang dimiliki madrasah tersebut dimanfaatkan secara maksimal,
terutama yang terkait dengan konstribusi madrasah dalam pemecahan
masalah-masalah sosial ekonomi umat.
Pada batas tertentu
madrasah tergolong di antara lembaga pendidikan keagamaan swasta yang leading,
dalam arti berhasil merintis dan menunjukkan keberdayaan baik dalam hal
kemandirian penyelenggaraan maupun pendanaan (self financing). Tegasnya
selain menjalankan tugas utamanya sebagai kegiatan pendidikan Islam yang
bertujuan regenerasi ulama, madrasah telah menjadi pusat kegiatan pendidikan
yang konsisten dan relatif berhasil menanamkan semangat kemandirian,
kewiraswastaan, semangat berdikari yang tidak menggantungkan diri kepada orang
lain.
Pengembangan
ekonomi masyarakat madrasah mempunyai andil besar dalam menggalakkan wirausaha.
Di lingkungan madrasah para santri dididik untuk menjadi manusia yang bersikap
mandiri dan berjiwa wirausaha. Madrasah giat berusaha dan bekerja secara
independen tanpa menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah
swasta. Secara kelembagaan madrasah telah memberikan tauladan, contoh riil (bi
al-haal) dengan mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha
yang konkret dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi mandiri madrasah.
Secara umum pengembangan berbagai usaha ekonomi di madrasah dimaksudkan untuk
memperkuat pendanaan madrasah, latihan bagi para santri, dan pemberdayaan
ekonomi masyarakat.
Perubahan dan
pengembangan madrasah terus dilakukan, termasuk dalam menerapkan manajemen yang
profesional dan aplikatif dalam pengembangannya. Karena istilah manajemen telah membaur ke seluruh sektor
kehidupan manusia. Di antara pengembangan yang harus dilakukan madrasah
adalah, pengembangan sumber daya manusia madrasah, pengembangan komunikasi madrasah,
pengembangan ekonomi madrasah, dan pengembangan teknologi informasi madrasah.
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau suatu kegiatan yang mengarah pada pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangkap memberikan pelayanan yang lebih baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau suatu kegiatan yang mengarah pada pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangkap memberikan pelayanan yang lebih baik atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
Menurut
John Hornaday, sebagaimana yang dikutip oleh Winardi, ciri-ciri wirausahawan
yang berhasil adalah mereka yang memiliki sifat-sifat: kepercayaan pada diri
sendiri (self-confidence), penuh energi, dan bekerja dengan cermat,
kemampuan untuk menerima resiko yang diperhitungkan, memiliki kreativitas,
fleksibilitas, reaksi positif terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi, jiwa
dinamis dan jiwa kepemimpinan, kemampuan bergaul dengan orang lain, kepekaan
untuk menerima saran-saran dari orang lain, menerima kepekaan terhadap
kritik-kritik yang dilontarkan terhadapnya, memiliki pengetahuan (memahami)
pasar, dan keuletan serta kebulatan
tekad untuk mencapai sasaran-sasaran (perseverance, determination),
banyak akal (resourcefulness), rangsangan/kebutuhan akan prestasi, inisiatif,
memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri (independent) dan pandangan
tentang masa yang akan datang (foresight), berorientasi pada laba,
memiliki sikap perseptif (perceptivness), berjiwa optimisme, memiliki
keluwesan (versatility) dan pengetahuan/pemahaman tentang produk dan
teknologi.
Berpedoman pada anggapan dasar bahwa tidak semua lulusan atau alumni madrasah akan menjadi ulama atau kiai, dan memilih lapangan pekerjaan di bidang agama, maka keahlian-keahlian lain seperti pendidikan ketrampilan perlu diberikan kepada santri sebelum santri itu terjun ke tengah-tengah masyarakat yang sebenarnya. Di pihak lain, guna menunjang suksesnya pembangunan, diperlukan partisipasi semua pihak, termasuk pihak madrasah sebagai suatu lembaga yang cukup berpengaruh di tengah-tengah masyarakat ini merupakan potensi yang dimiliki oleh madrasah secara historis dan tradisi. Urgensi pengelolaan dan pengembangan mengingat banyaknya potensi ekonomi yang dimiliki oleh madrasah.
Kualitas SDM di Indonesia yang dinilai masih sangat minim, secara objektif harus diakui bahwa sebagian di antaranya adalah sumber daya manusia madrasah. SDM di sini tentu saja tidak hanya meliputi kemampuan dasar akademis, tetapi juga kemampuan skill individual-kolektif. Perpaduan antara kemampuan akademis dan skill individual-kolektif inilah yang pada saatnya sangat menentukan terhadap kualitas suatu produk. Terbatasnya sumber daya manusia madrasah inilah yang menjadi problem pengembangan wirausaha di madrasah.
Model kelembagaan integrated structural adalah semua unit/bidang yang ada dalam madrasah merupakan bagian tak terpisahkan dalam madrasah. Model seperti ini, sebenarnya tidak terlalu bermasalah, dengan syarat masing-masing bagian mempunyai job description yang jelas, termasuk hak dan kewenangannya. Sebaliknya, apabila tanpa adanya job description yang jelas, sementara kendali organisasi berpusat hanya pada satu orang, maka dapat dipastikan bahwa sistem keorganisasian dan kelembagaan sulit untuk berkembang.[1][30]
Model kelembagaan madrasah integrated non structural adalah unit atau bidang-bidang, misalnya bidang usaha ekonomi, bidang pengabdian masyarakat, dan bidang kesehatan yang dikembangkan madrasah terpisah secara struktural organisatoris. Artinya, setiap bidang mempunyai struktur tersendiri yang independen. Meski demikian, secara emosional dan ideologis tetap menyatu dengan madrasah. Pemisahan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya kemandirian lembaga, baik dalam pengelolaan atau pengembangannya. Model kelembagaan seperti ini biasanya mengadopsi sistem manajemen modern. Karenanya tolok ukurnya adalah profesionalisme.
Problem ketiga yang dirasa mendasar adalah kurangnya keberanian dari madrasah untuk melakukan terobosan ke luar, atau membuat jaringan, baik antara madrasah, maupun antara madrasah dengan institusi lain. Pentingnya madrasah untuk membina hubungan dengan institusi lain adalah untuk memahami eksistensinya sebagai agent of development. Sebab, untuk menjadi agen perubahan dan pemberdayaan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antar lain: wawasan, komunikasi, kekuasaan/kekuatan, politik, dan modalitas ekonomi. Dengan jaringan dan kerjasama yang dijalin, madrasah diharapkan mampu meningkatkan komunikasi, wawasan, dan kekuatan yang dimilikinya.
Secara umum dapat digambarkan bahwa lembaga pendidikan yang telah banyak berhasil dalam mengembangkan wirausaha dan mengelola berbagai bidang unit usaha adalah madrasah. Hal ini merupakan upaya nyata dari para pimpinan madrasah dalam menerapkan nilai-nilai wirausaha dalam mengelola lembaga pendidikannya seperti kemampuan melihat peluang, keberanian dan bertanggungjawab atas usaha yang dilakukan, serta memanfaatkan potensi yang dimiliki atau yang diupayakan oleh madrasah menjadi kegiatan ekonomi sehingga menghasilkan laba yang dapat digunakan untuk mendukung eksistensi madrasah. Inilah makna manajemen kewirausahaan dalam lembaga pendidikan
Beberapa model pengembangan usaha ekonomi madrasah di antaranya adalah; usaha ekonomi yang berpusat pada kiai, usaha ekonomi madrasah untuk memperkuat biaya operasional madrasah, usaha ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan dan kemampuan bagi santri agar kelak ketrampilan itu dapat dimanfaatkan selepas keluar dari madrasah, dan usaha ekonomi bagi para alumni madrasah.
Berpedoman pada anggapan dasar bahwa tidak semua lulusan atau alumni madrasah akan menjadi ulama atau kiai, dan memilih lapangan pekerjaan di bidang agama, maka keahlian-keahlian lain seperti pendidikan ketrampilan perlu diberikan kepada santri sebelum santri itu terjun ke tengah-tengah masyarakat yang sebenarnya. Di pihak lain, guna menunjang suksesnya pembangunan, diperlukan partisipasi semua pihak, termasuk pihak madrasah sebagai suatu lembaga yang cukup berpengaruh di tengah-tengah masyarakat ini merupakan potensi yang dimiliki oleh madrasah secara historis dan tradisi. Urgensi pengelolaan dan pengembangan mengingat banyaknya potensi ekonomi yang dimiliki oleh madrasah.
Kualitas SDM di Indonesia yang dinilai masih sangat minim, secara objektif harus diakui bahwa sebagian di antaranya adalah sumber daya manusia madrasah. SDM di sini tentu saja tidak hanya meliputi kemampuan dasar akademis, tetapi juga kemampuan skill individual-kolektif. Perpaduan antara kemampuan akademis dan skill individual-kolektif inilah yang pada saatnya sangat menentukan terhadap kualitas suatu produk. Terbatasnya sumber daya manusia madrasah inilah yang menjadi problem pengembangan wirausaha di madrasah.
Model kelembagaan integrated structural adalah semua unit/bidang yang ada dalam madrasah merupakan bagian tak terpisahkan dalam madrasah. Model seperti ini, sebenarnya tidak terlalu bermasalah, dengan syarat masing-masing bagian mempunyai job description yang jelas, termasuk hak dan kewenangannya. Sebaliknya, apabila tanpa adanya job description yang jelas, sementara kendali organisasi berpusat hanya pada satu orang, maka dapat dipastikan bahwa sistem keorganisasian dan kelembagaan sulit untuk berkembang.[1][30]
Model kelembagaan madrasah integrated non structural adalah unit atau bidang-bidang, misalnya bidang usaha ekonomi, bidang pengabdian masyarakat, dan bidang kesehatan yang dikembangkan madrasah terpisah secara struktural organisatoris. Artinya, setiap bidang mempunyai struktur tersendiri yang independen. Meski demikian, secara emosional dan ideologis tetap menyatu dengan madrasah. Pemisahan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya kemandirian lembaga, baik dalam pengelolaan atau pengembangannya. Model kelembagaan seperti ini biasanya mengadopsi sistem manajemen modern. Karenanya tolok ukurnya adalah profesionalisme.
Problem ketiga yang dirasa mendasar adalah kurangnya keberanian dari madrasah untuk melakukan terobosan ke luar, atau membuat jaringan, baik antara madrasah, maupun antara madrasah dengan institusi lain. Pentingnya madrasah untuk membina hubungan dengan institusi lain adalah untuk memahami eksistensinya sebagai agent of development. Sebab, untuk menjadi agen perubahan dan pemberdayaan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antar lain: wawasan, komunikasi, kekuasaan/kekuatan, politik, dan modalitas ekonomi. Dengan jaringan dan kerjasama yang dijalin, madrasah diharapkan mampu meningkatkan komunikasi, wawasan, dan kekuatan yang dimilikinya.
Secara umum dapat digambarkan bahwa lembaga pendidikan yang telah banyak berhasil dalam mengembangkan wirausaha dan mengelola berbagai bidang unit usaha adalah madrasah. Hal ini merupakan upaya nyata dari para pimpinan madrasah dalam menerapkan nilai-nilai wirausaha dalam mengelola lembaga pendidikannya seperti kemampuan melihat peluang, keberanian dan bertanggungjawab atas usaha yang dilakukan, serta memanfaatkan potensi yang dimiliki atau yang diupayakan oleh madrasah menjadi kegiatan ekonomi sehingga menghasilkan laba yang dapat digunakan untuk mendukung eksistensi madrasah. Inilah makna manajemen kewirausahaan dalam lembaga pendidikan
Beberapa model pengembangan usaha ekonomi madrasah di antaranya adalah; usaha ekonomi yang berpusat pada kiai, usaha ekonomi madrasah untuk memperkuat biaya operasional madrasah, usaha ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan dan kemampuan bagi santri agar kelak ketrampilan itu dapat dimanfaatkan selepas keluar dari madrasah, dan usaha ekonomi bagi para alumni madrasah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar