Kamis, 29 September 2011

Pengaruh Komitmen Organisasi


Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kemudian dilengkapi dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 Tahun 2005 dalam menjelaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009. Pada Bab 13 RPJMN dikenal dengan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah telah diamanatkan beberapa program yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu (1) program penataan peraturan undang-undang mengenai desentralisasi dan otonomi daerah; (2) program kerjasama antar pemerintah daerah; (3) program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah; (4) program peningkatan profesionalisme aparat pemerintah daerah; (5) program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah; dan (6) program penataan Daerah Otonomi Baru (DOB).
Dalam (3) program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah disebutkan masalah yang dihadapi pemerintah daerah mengimplementasikan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) karena peraturan daerah (Perda) sudah mengatur pelaksanaan restrukturisasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri. Esensi kebijakan dalam PP No. 41 Tahun 2007 lebih menekankan pada tiga hal, yaitu: (1) penyeragaman nomenklatur kelembagaan daerah; (2) penentuan jumlah kelembagaan daerah yang berbasis pada hasil perhitungan atas variabel jumlah penduduk 40%, luas wilayah 35% dan 25% untuk variabel jumlah APBD; dan (3) perumpunan kelembagaan daerah dan lainnya mengatur perubahan eselonisasi pejabat daerah. Untuk memperkuat pelaksanaan PP No. 41 Tahun 2007 di daerah, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sehingga dapat memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah. Menurut PP No. 41 Tahun 2007 Struktur Organisasi Perangkat Daerah Provinsi di Jawa Barat terdiri dari: (a) Sekretariat Daerah; (b) Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; (c) Inspektorat; (d) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; (e) Dinas Daerah, dan (f) Lembaga Teknis Daerah.
Mengenai PP No. 41 Tahun 2007, telah dijalin kerjasama antara Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran dalam kegiatan “Naskah Akademik Penataan Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat”. Naskah ini memuat dasar-dasar pertimbangan dalam penyusunan organisasi perangkat daerah dari dimensi teoritik maupun normatif dengan mempertimbangkan kondisi empirik dan kebutuhan di masa mendatang. Selain itu, naskah ini membuat desain organisasi perangkat daerah Provinsi Jawa Barat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan penataan kelembahaan perangkat daerah. Hasil kajian kerjasama ini, sebagai berikut:
(a)           Penataan organisasi perangkat daerah diharapkan kinerja pemerintah daerah menjadi lebih efektif dan efisien;
(b)          Regulasi yang luwes diperlukan dalam penataan organisasi perangkat daerah. Pengaturan organisasi perangkat daerah untuk level Eselon I dan II dibentuk melalui Peraturan Daerah (Perda), sedangkan untuk level Eselon III, IV dan seterusnya diatur dalam bentuk Peraturan Gubernur, agar perubahan baik penambahan, pengurangan maupun penggabungan fungsi OPD dapat terlaksana;
(c)           Desain organisasi perangkat daerah harus mempertimbangkan kebutuhan daerah dan dapat mengantisipasi berbagai kecenderungan perkembangannya di masa datang.
Dengan demikian, naskah akademik di atas sebagai fenomena terjadinya perubahan organisasi perangkat daerah sebagai pengganti PP No. 8 Tahun 2003.
Abdul Syani (2010), membuat analisis dampak penerapan PP No. 41 Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yaitu: (a) aspek material: struktur organisasi perangkat daerah (PP No. 41 Tahun 2007); (b) aspek substantif: kontradiksi dan disharmoni penerapan PP No. 41/2007. Kajian aspek material menjelaskan bahwa dengan diterbitkan PP No. 41/2007 secara umum lebih baik dan telah sesuai dengan faktor kelembagaan daerah yang variatif. Pemerintahan daerah yang mengamanatkan bahwa kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) perlu dibantu dengan perangkat daerah. Perangkat daerah lazim disebut birokrasi daerah yang akan menjadi salah satu motor penggerak pembangunan di daerah melalui kebijaksanaan kepala daerah baik bersifat umum maupun yang dituangkan dalam bentuk anggaran. Disebutkan lebih baik karena penyusunan dan penataan organisasi perangkat daerah dengan asas efisiensi dan efektivitas, membutuhkan perhitungan dan pertimbangan yang seksama agar setiap satuan organisasi yang didesain tidak memberatkan daerah dan sesuai dengan kebutuhan daerah berdasarkan beban kerja dan analisis jabatan dengan prinsip-prinsip penataan organisasi. Selanjutnya PP No. 41/2007 dalam kajian aspek material telah mengadopsi pendekatan desentralisasi metris, paling tidak, pembagian kluster untuk menjawab keragaman luas dan rentang kendali daerah telah tampak yaitu terjadi perubahan radikal terhadap PP No. 8/2003 dari kelembagaan bebas menuju kelembagaan sempit.
Kajian aspek substantif menjelaskan kontradiksi terjadi dalam pelayanan publik, mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) antara Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 dengan PP No. 41/2007. Menurut Permendagri, PTSP dapat membentuk kelembagaan berupa Badan, Dinas atau Kantor sehingga dapat memangkas waktu dan biaya yang dibutuhkan dalam menyusun perizinan, setelah PP No. 41/2007 menjelaskan bentuk pelayanan terpadi diarahkan kepada UPTD yang tidak memiliki wewenang untuk menandatangani izin-izin diberikan oleh kepala lembaga teknis, Sekretaris Daerah atau Kepala Daerah. Perubahan ini adalah langkah mundur dalam pelayanan publik. Kajian aspek substantif disharmoni bahwa PP No. 41/2007 tentang SOTK sudah diterapkan oleh seluruh pemerintah daerah paling lambat Juni 2008, namun pemerintah provinsi minta penundaan waktu implementasi hingga 2009. Alasan penundaan terkait dengan APBD yang telah disusun karena akan ada penghilangan wakil kepala dinas untuk beberapa SKPD. Disharmoni dan antar aparat pemerintah karena pemahaman dan kemauan politik dari aparat pemerintah daerah atau organisasi. Kecemasan birokrasi bahwa birokrasi yang besar akan berpianak jabatan yang banyak sehingga kewenangan yang datang merupakan salah satu sumber pendapatan. Sisi lain yang menimbulkan kecemasan birokrat adalah apabila Gubernur baru membuat SOTK, yang ramping dan efisien sehingga kewenangan yang banyak tidak perlu dipertahankan. Kecemasan di kalangan birokrat adalah terancam non job, mutasi atau bahkan pensiun dini. Disharmoni dalam pelaksanaan tugas menyebabkan karyawan (PNS) bekerja setengah hati, tidak bersemangat, saling curiga dan cenderung mementingkan diri sendiri. Keberadaan unit organisasi tak akan terlepas dari keberadaan hubungan timbal balik antara pimpinan dan karyawan yang efektif dalam menjalankan roda organisasi perangkat daerah. Hubungan timbal balik ini memerlukan komitmen organisasi.
Dengan demikian, kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset barang milik daerah dilimpahkan pelaksanaannya kepada: (a) Sekretaris Daerah selaku Koordinator; (b) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPD) atau Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah dan Pembantu Pengelola Barang Milik Daerah; (c) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran dan pengguna barang milik daerah. Pejabat yang melakukan pengelolaan keuangan pada SKPD adalah pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK). PPK adalah Kepala Sub Bagian Keuangan (Kasubag Keuangan) pada SKPD.
Penelitian komitmen organisasi diperlukan dalam Organiasi Pengelolaan Keuangan di pemerintah daerah karena:
(1)          Secara afektif, pegawai memiliki keterikatan emosional, identifikasi pada, dan keterlibatannya dalam organisasi;
(2)          Secara kontinuans, pegawai mempertimbangkan keuntungan atau kerugian dalam mempertahankan keinginan tetap bekerja;
(3)          Secara normatif, pegawai memiliki komitmen tetap bekerjasama dan bertahan dalam organisasi
Sebagai pembanding, Fadli (2009) melakukan penelitian Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Senjangan Anggaran pada Dinas Pemerintah Kabupaten/ Kota di Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil penelitiannya negatif , artinya semakin tinggi komitmen organisasi, para pejabat eselon pada dinas kabupaten/kota maka senjangan anggaran dapat dikurangi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah hubungan variabel penelitian penelitiannya tidak sama, yaitu komitmen organisasi berpengaruh terhadap pelaksanaan anggaran.
Dalam (4) program peningkatan profesionalisme aparat pemerintah daerah pada RPJMN disebutkan masalah yang dihadapi adalah belum adanya standar kompetensi, dalam pola karier dan mutasi. Prayitno dan Suprapto dalam kertas kerjanya (2002:2) mengatakan bahwa standar kompetensi adalah spesifikasi atau suatu yang dibakukan, memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki sesorang yang akan melakukan pekerjaan tertentu agar yang bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang baik. Dihubungkan dengan Pegawai Negeri Sipil, Suprapto (2002:3) mengatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Standar kompetensi PNS menurut Keputusan Kepala BKN No. 46A Tahun 2003 tanggal 21 November 2003 adalah persyaratan minimal yang harus dimiliki PNS dalam pelaksanaan tugasnya yaitu:
1.        Kompetensi Dasar. Kompetensi ini wajib dimiliki oleh setiap pejabat struktural Eselon II, III dan I meliputi: (a) integritas, (b) kepemimpinan, (c) perencanaan dan pengorganisasian, (d) kerjasama, dan (e) fleksibilitas. Analogi kompetensi ini sama dengan treshold competency (Spencer & Spencer, 1993).
2.        Kompetensi Bidang. Kompetensi ini diperlukan setiap pejabat struktural dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Analogi kompetensi ini sama dengan differentiating competency (Spencer & Spencer, 1993).
Penelitian kompetensi pegawai pada organisasi keuangan di Pemerintah Daerah Jawa Barat telah pernah dilakukan Asep Sudrajat Hardipradja (2009), melakukan penelitian Pengaruh Kompetensi PPK SKPD di Kabupaten/Kota Wilayah I Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitiannya menjelaskan kompetensi teknis yang berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan sedangkan kompetensi sosial dan kompetensi konseptual tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah: (a) pengukuran kompetensi pegawai pemerintah daerah menggunakan kompetensi dasar dan bidang menurut Badan Kepegawaian Negara; (b) hubungan variabel adalah berbeda yaitu pengaruh kompetensi pegawai terhadap pelaksanaan anggaran.
Setelah dijelaskan mengenai komitmen organisasi dan kompetensi pegawai, kini perlu dijelaskan mengapa diperlukan kepuasan kerja pada Pejabat Penatausahaan Keuangan. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaannya (Handoko, 1992:193). Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pegawai terhadap pekerjaannya. Apabila terdapat sikap positif pegawai, berarti pegawai puas akan pekerjanaanya, sebaliknya apabila terdapat sikap negatif pegawai, berarti pegawai tidak puas akan pekerjaannya dan seharusnya dapat diditeksi oleh organisasinya.
Untuk mengetahui kepuasan dan ketidakpuasan kerja oleh pegawai, menurut Luthans (1997:431) adalah: (1) pembayaran seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem gaji dan upah serta promosi dipersepsikan adil. Kepuasan muncul apabila tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pembayaran adalah kemungkinan besar; (2) pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilannya, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baiknya mereka bekerja; (3) rekan kerja. Apabila rekan kerja ramah dan mendukung maka kepuasan kerja meningkat; (4) promosi pekerjaan. Promosi memungkinkan perusahaan untuk mendayagunakan keahlian karyawan setinggi mungkin; (5) supervisi. Penyelia yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dan berhubungan langsung dengan karyawan dapat mempengaruhi pekerjaannya.
Penelitian kepuasan kerja pada organisasi keuangan di Pemerintah Daerah Jawa Barat belum pernah dilakukan. Sebagai pembanding penelitian, Mohammad Abdul Mukhyi (2007) melakukan penelitian Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen dalam Lingkungan Institusi Pendidikan di Kota Depok. Hasil penelitiannya menjelaskan terdapat korelasi kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tidak saja menjelaskan korelasi kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, tapi mencari pembuktian pengaruh kepuasan kerja terhadap pelaksanaan anggaran.
Penelitian dengan tema “Pengaruh Komitmen Organisasi, Kompetensi Pegawai, Kepuasan Kerja terhadap Implementasi Keuangan Daerah melalui Pelaksanaan Anggaran sebagai Variabel Intervening” adalah baru. Kajian hubungan komitmen organisasi, kompetensi pegawai, kepuasan kerja, meliputi:
(a)      Hubungan komitmen organisasi dengan kompetensi pegawai.
Apabila kemampuan perusahaan dalam mengelola karyawannya dengan baik, maka akan menimbulkan komitmen yang kuat dari karyawannya terhadap perusahaan. Kondisi seperti ini sangat baik dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Komitmen yang tinggi terhadap organisasinya (komitmen organisasi) harus didukung juga oleh kompetensi yang dimiliki karyawan (kompetensi pegawai). Hal ini sesuai dengan penelitian Ulrich (1998) menjelaskan bahwa komitmen organisasi tanpa disertai kompetensi pegawai akan berujung pada kegagalan organisasi tersebut dalam mempertahankan daya hidupnya secara berkesinambungan.
(b)     Hubungan komitmen organisasi dengan kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan antiseden komitmen organisasi artinya terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Dalam berbagai studi, pandangan tersebut memperoleh banyak dukungan empiris bahwa terdapat hubungan kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Mathiu, 1991, Gregson, 1992; Clugston, 2000 dalam Sumarno Zain, 2009).
(c)      Hubungan Kompetensi Pegawai dengan Kepuasan Kerja.
Beberapa penelitian menjelaskan kompetensi guru tidak berkorelasi dengan kepuasan kerja. Rao, R.B, 1998 dan Fontana D, 1986 dalam NVS. Suryanarayana Luciana M.Z. menyatakan Rao, R.B (1989) say that
the quality or effectiveness of teachers in considered to be associated with his satisfaction towards his profession, his satisfaction with is values. Fontana, D (1986) regarded that if the teacher is to rigid or has doctrine belief of that his are right and those of anyone who dissagree with him are wrong, then he will be depreving his children of a range at possible learning experiences, to their disavantage and his own. Thus, is clear that an effective and competent teacher will achieve the desired learning outcomes provided if the satisfied in his profession.

Penelitian di atas berbeda dengan penelitian Suryanarayana, Luciana, M.Z di India menyatakan (2010): a study to find out how teacher job satisfaction and competency are interelated to each other especially in the context at school.
Setelah penulis menjelaskan hubungan di antara komitmen organisasi, kompetensi pegawai dan kepuasan kerja, kini akan dijelaskan bagaimana pengaruh komitmen organisasi, kompetensi pegawai, kepuasan kerja terhadap pelaksanaan anggaran.
(a)           Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas satuan moneter yang menggunakan daya untuk rakyat (Bambang dan Osmand, 2007). Hal ini yang menjadi perbedaan dengan anggaran sektor swasta karena tidak ada atau hubungan dengan pengalokasian dana dari masyarakat. Pendanaan organisasi dalam pemerintah daerah berasal dari pendapatan asli daerah berupa pajak dan retribusi, laba perusahaan milik daerah, pinjaman pemerintah atau sumber dana lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Beberapa penelitian mengenai pengganggaran telah dilakukan Supriyono (2005), hasil penelitiannya menjelaskan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan secara statistik signifikan ter-hadap penganggaran partisipatif dan kinerja manajerial. Begitu pula penelitian Brounell and McInnness (1986) menemukan hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Sedangkan Milani (1975) menemukan hasil yang tidak signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial tergantung pada faktor situasional (variabel kontigensi). Peneliti lain, Ehrmann Suhartono dan Mohammad Solihin (2006) mengganti variabel partispasi anggaran dengan kejelasan sasaran anggaran, variabel moderatingnya tetap yaitu komitmen organisasi dan variabel kinerja manajerial diganti dengan senjangan anggaran di instansi pemerintah daerah Yogyakarta. Hasil penelitiannya menjelaskan tidak terdapat pengaruh signifikan kejelasan sasaran anggaran terhadap senjangan anggaran, pemoderasi komitmen organisasi.
Penelitian penulis berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa variabel bebasnya adalah komitmen organisasi sedangkan variabel interveningnya adalah pelaksanaan anggaran karena organisasi keuangan pada pemerintah daerah yaitu PPK setelah menyusun anggaran pendapatan, belanja, pembiayaan, komitmen dalam melaksanakan anggaran pendapatan, belanja, pergeseran anggaran. Hal ini dapat dijelaskan oleh Dedi Kuswandi, Anggota Komisi I DPRD Kota Cimahi (Radar Cimahi, Juni 2010) bahwa Pemkot Cimahi hanya mengeluarkan anggaran 60% dari 100% pagu anggaran belanja barang yang telah disusun dalam pelelangan tender program pemerintah. Ini bahaya besar karena pengurangan pelaksanaan anggaran bukan menjadi efisien tapi berupaya menaikkan sisa lebih pengguna anggaran (SILPA) untuk menutup defisit pada tahun anggaran (TA) berikutnya.
(b)          Pengaruh Kompetensi Pegawai terhadap Pelaksanaan Anggaran
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kompetensi pegawai pada organisasi keuangan harus memenuhi persyaratan kompetensi dasar dan kompetensi bidang. Kompetensi pegawai dalam pelaksanaan anggaran adalah biro/kasubag keuangan yang mereka ini pejabat struktural Eselon II, III. Biro atau Dinas berada pada pemerintah provinsi sedangkan Kasubag Keuangan berada pada SKPD yang memenuhi syarat pejabat struktural. Penelitian pengaruh kompetensi pegawai terhadap pelaksanaan anggaran di Pemda Jawa Barat belum pernah dilakukan. Pengkajian ini perlu agar penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran tidak terjadi.
(c)           Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Pelaksanaan Anggaran
Selain pegawai organisasi keuangan harus kompeten dalam pelaksanaan anggaran, masih diperlukan apakah pegawai tersebut melaksanakan anggaran adalah puas. Kepuasan kerja erat berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Bagaimana kepuasan kerja dapat dicapai dalam pelaksanaan anggaran? Mohammad Ishak (2008) menyatakan sifat anggaran berpartisipatif lebih fokus kepada teknik penyusunan anggaran, artinya dalam penyusunan anggaran berbagai lapisan struktural dalam suatu instansi/organisasi ikut serta dilibatkan atau berpartisipasi. Penyusunan anggaran demikian lebih memberikan kontribusi atas kinerja anggaran, dikenal anggaran optimal. Lebih lanjut, Chhokar, et.al (2001) anggaran optimal karena semua anggota organisasi dilibatkan sejak tahap penyusunan dan pelaksanaan anggaran. Ketidakikutsertaan lapisan struktural membuat anggota organisasi merasakan ketidakadilan yang akan mengganggu kepuasan kerja mereka.
(d)          Pengaruh Pelaksanaan Anggaran terhadap Implementasi Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah
Pelaksanaan anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus anggaran yang dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan pengesahan anggaran oleh DPR, pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah terdiri dari:
1.        Penyusunan Rancangan APBD
2.        Dokumen Pelaksanaan APBD
3.        Pelaksanaan dan Penatausahaan Penerimaan dan Pengeluaran
4.        Akuntansi Keuangan Daerah
5.        Pelaporan Pelaksanaan APBD
Apabila diperhatikan bahwa akuntasi keuangan daerah diselenggarakan setelah pelaksanaan anggaran.
Penelitian mengenai pengaruh pelaksanaan anggaran terhadap Akuntansi Keuangan Daerah, California Department of Finance (2005) menjelaskan bahwa akunantasi dipengaruhi oleh pelaksanaan anggaran:
Both budgeting and accountung are fiscal system or process that involve the planing, allocating and distribusing of monetery resources. Generally, budgeting is regarded more in term of planing and enacting of fiscal plan. However, the  planing and enactment process are dependent upon the accounting at past-year and current year expenditires revenues.

Kenapa penelitian akuntansi pemerintahan dilakukan pada Pemerintah Daerah Jawa Barat, karena BPK RI telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD Tahun Anggaran 2009. Hasil pemeriksaan BPK RI menjelaskan pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), tujuh LKPD mendapat opini WDP dan satu LKPD Kota Bandung mendapat opini menolak memberikan pendapat (disclaimer).
Berdasarkan fenomena dan masalah penelitian di atas, penulis menetapkan tema penelitian Pengaruh Komitmen Organisasi, Kompetensi Pegawai, Kepuasan Kerja terhadap Penerapan Akuntansi Pemerintahan melalui Pelaksanaan Anggaran sebagai Variabel Intervening (Penelitian pada Organisasi Keuangan SKPD di Jawa Barat). Tema sentral dalam penelitian ini adalah Penerapan Akuntansi Pemerintahan dilakukan setelah Pelaksanaan Anggaran dan memerlukan Komitmen Organisasi, Kompetensi Pegawai, Kepuasan Kerja pada PPK SKPD.

1.1.       Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang penelitian yang disajikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.        Apakah terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap pelaksanaan anggaran.
2.        Apakah terdapat pengaruh kompetensi pegawai, kepuasan kerja terhadap pelaksanaan anggaran
3.        Apakah terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap pelaksanaan anggaran
4.        Apakah terdapat pengaruh pelaksanaan anggaran terhadap penerapan akuntansi pemerintahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...