Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah telah
diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, kemudian dilengkapi dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 Tahun
2005 dalam menjelaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2004-2009. Pada Bab 13 RPJMN dikenal dengan revitalisasi proses
desentralisasi dan otonomi daerah telah diamanatkan beberapa program yang harus
dilakukan oleh pemerintah yaitu (1) program penataan peraturan undang-undang
mengenai desentralisasi dan otonomi daerah; (2) program kerjasama antar
pemerintah daerah; (3) program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah
daerah; (4) program peningkatan profesionalisme aparat pemerintah daerah; (5)
program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah; dan (6) program
penataan Daerah Otonomi Baru (DOB).
Dalam (3) program peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah disebutkan masalah yang dihadapi pemerintah daerah
mengimplementasikan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) karena peraturan daerah (Perda) sudah mengatur pelaksanaan
restrukturisasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri. Esensi
kebijakan dalam PP No. 41 Tahun 2007 lebih menekankan pada tiga hal, yaitu: (1)
penyeragaman nomenklatur kelembagaan daerah; (2) penentuan jumlah kelembagaan
daerah yang berbasis pada hasil perhitungan atas variabel jumlah penduduk 40%,
luas wilayah 35% dan 25% untuk variabel jumlah APBD; dan (3) perumpunan
kelembagaan daerah dan lainnya mengatur perubahan eselonisasi pejabat daerah.
Untuk memperkuat pelaksanaan PP No. 41 Tahun 2007 di daerah, Menteri Dalam
Negeri menerbitkan Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sehingga dapat memberikan arah dan
pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif
dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah. Menurut PP No. 41
Tahun 2007 Struktur Organisasi Perangkat Daerah Provinsi di Jawa Barat terdiri
dari: (a) Sekretariat Daerah; (b) Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
(c) Inspektorat; (d) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; (e) Dinas Daerah,
dan (f) Lembaga Teknis Daerah.
Mengenai PP No. 41 Tahun 2007, telah dijalin
kerjasama antara Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran dalam kegiatan “Naskah Akademik Penataan
Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat”. Naskah ini memuat
dasar-dasar pertimbangan dalam penyusunan organisasi perangkat daerah dari
dimensi teoritik maupun normatif dengan mempertimbangkan kondisi empirik dan
kebutuhan di masa mendatang. Selain itu, naskah ini membuat desain organisasi
perangkat daerah Provinsi Jawa Barat sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan penataan kelembahaan perangkat daerah. Hasil kajian
kerjasama ini, sebagai berikut:
(a)
Penataan
organisasi perangkat daerah diharapkan kinerja pemerintah daerah menjadi lebih
efektif dan efisien;
(b)
Regulasi
yang luwes diperlukan dalam penataan organisasi perangkat daerah. Pengaturan
organisasi perangkat daerah untuk level Eselon I dan II dibentuk melalui
Peraturan Daerah (Perda), sedangkan untuk level Eselon III, IV dan seterusnya
diatur dalam bentuk Peraturan Gubernur, agar perubahan baik penambahan,
pengurangan maupun penggabungan fungsi OPD dapat terlaksana;
(c)
Desain
organisasi perangkat daerah harus mempertimbangkan kebutuhan daerah dan dapat
mengantisipasi berbagai kecenderungan perkembangannya di masa datang.
Dengan demikian, naskah akademik di atas sebagai
fenomena terjadinya perubahan organisasi perangkat daerah sebagai pengganti PP
No. 8 Tahun 2003.
Abdul Syani (2010), membuat analisis dampak
penerapan PP No. 41 Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yaitu: (a)
aspek material: struktur organisasi perangkat daerah (PP No. 41 Tahun 2007);
(b) aspek substantif: kontradiksi dan disharmoni penerapan PP No. 41/2007.
Kajian aspek material menjelaskan bahwa dengan diterbitkan PP No. 41/2007
secara umum lebih baik dan telah sesuai dengan faktor kelembagaan daerah yang
variatif. Pemerintahan daerah yang mengamanatkan bahwa kepala daerah (Gubernur,
Bupati, Walikota) perlu dibantu dengan perangkat daerah. Perangkat daerah lazim
disebut birokrasi daerah yang akan menjadi salah satu motor penggerak
pembangunan di daerah melalui kebijaksanaan kepala daerah baik bersifat umum
maupun yang dituangkan dalam bentuk anggaran. Disebutkan lebih baik karena
penyusunan dan penataan organisasi perangkat daerah dengan asas efisiensi dan
efektivitas, membutuhkan perhitungan dan pertimbangan yang seksama agar setiap
satuan organisasi yang didesain tidak memberatkan daerah dan sesuai dengan
kebutuhan daerah berdasarkan beban kerja dan analisis jabatan dengan
prinsip-prinsip penataan organisasi. Selanjutnya PP No. 41/2007 dalam kajian
aspek material telah mengadopsi pendekatan desentralisasi metris, paling tidak,
pembagian kluster untuk menjawab keragaman luas dan rentang kendali daerah
telah tampak yaitu terjadi perubahan radikal terhadap PP No. 8/2003 dari
kelembagaan bebas menuju kelembagaan sempit.
Kajian aspek substantif menjelaskan kontradiksi
terjadi dalam pelayanan publik, mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
antara Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 dengan PP No. 41/2007. Menurut
Permendagri, PTSP dapat membentuk kelembagaan berupa Badan, Dinas atau Kantor
sehingga dapat memangkas waktu dan biaya yang dibutuhkan dalam menyusun
perizinan, setelah PP No. 41/2007 menjelaskan bentuk pelayanan terpadi
diarahkan kepada UPTD yang tidak memiliki wewenang untuk menandatangani
izin-izin diberikan oleh kepala lembaga teknis, Sekretaris Daerah atau Kepala
Daerah. Perubahan ini adalah langkah mundur dalam pelayanan publik. Kajian
aspek substantif disharmoni bahwa PP No. 41/2007 tentang SOTK sudah diterapkan
oleh seluruh pemerintah daerah paling lambat Juni 2008, namun pemerintah
provinsi minta penundaan waktu implementasi hingga 2009. Alasan penundaan terkait
dengan APBD yang telah disusun karena akan ada penghilangan wakil kepala dinas
untuk beberapa SKPD. Disharmoni dan antar aparat pemerintah karena pemahaman
dan kemauan politik dari aparat pemerintah daerah atau organisasi. Kecemasan
birokrasi bahwa birokrasi yang besar akan berpianak jabatan yang banyak
sehingga kewenangan yang datang merupakan salah satu sumber pendapatan. Sisi
lain yang menimbulkan kecemasan birokrat adalah apabila Gubernur baru membuat
SOTK, yang ramping dan efisien sehingga kewenangan yang banyak tidak perlu
dipertahankan. Kecemasan di kalangan birokrat adalah terancam non job, mutasi
atau bahkan pensiun dini. Disharmoni dalam pelaksanaan tugas menyebabkan
karyawan (PNS) bekerja setengah hati, tidak bersemangat, saling curiga dan cenderung
mementingkan diri sendiri. Keberadaan unit organisasi tak akan terlepas dari
keberadaan hubungan timbal balik antara pimpinan dan karyawan yang efektif
dalam menjalankan roda organisasi perangkat daerah. Hubungan timbal balik ini
memerlukan komitmen organisasi.
Dengan demikian, kekuasaan pengelolaan keuangan dan
aset barang milik daerah dilimpahkan pelaksanaannya kepada: (a) Sekretaris
Daerah selaku Koordinator; (b) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPD) atau Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah dan Pembantu Pengelola
Barang Milik Daerah; (c) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku
pengguna anggaran dan pengguna barang milik daerah. Pejabat yang melakukan
pengelolaan keuangan pada SKPD adalah pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK). PPK
adalah Kepala Sub Bagian Keuangan (Kasubag Keuangan) pada SKPD.
Penelitian komitmen organisasi diperlukan dalam Organiasi
Pengelolaan Keuangan di pemerintah daerah karena:
(1)
Secara
afektif, pegawai memiliki keterikatan emosional, identifikasi pada, dan
keterlibatannya dalam organisasi;
(2)
Secara
kontinuans, pegawai mempertimbangkan keuntungan atau kerugian dalam
mempertahankan keinginan tetap bekerja;
(3)
Secara
normatif, pegawai memiliki komitmen tetap bekerjasama dan bertahan dalam
organisasi
Sebagai pembanding, Fadli (2009) melakukan
penelitian Pengaruh Komitmen Organisasi
Terhadap Senjangan Anggaran pada Dinas Pemerintah Kabupaten/ Kota di Nanggroe
Aceh Darussalam. Hasil penelitiannya negatif , artinya semakin tinggi
komitmen organisasi, para pejabat eselon pada dinas kabupaten/kota maka
senjangan anggaran dapat dikurangi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
penulis adalah hubungan variabel penelitian penelitiannya tidak sama, yaitu
komitmen organisasi berpengaruh terhadap pelaksanaan anggaran.
Dalam (4) program peningkatan profesionalisme aparat
pemerintah daerah pada RPJMN disebutkan masalah yang dihadapi adalah belum
adanya standar kompetensi, dalam pola karier dan mutasi. Prayitno dan Suprapto
dalam kertas kerjanya (2002:2) mengatakan bahwa standar kompetensi adalah
spesifikasi atau suatu yang dibakukan, memuat persyaratan minimal yang harus
dimiliki sesorang yang akan melakukan pekerjaan tertentu agar yang bersangkutan
mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang baik. Dihubungkan
dengan Pegawai Negeri Sipil, Suprapto (2002:3) mengatakan bahwa kompetensi
adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa
pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan
tugas jabatannya.
Standar kompetensi PNS menurut Keputusan Kepala BKN
No. 46A Tahun 2003 tanggal 21 November 2003 adalah persyaratan minimal yang
harus dimiliki PNS dalam pelaksanaan tugasnya yaitu:
1.
Kompetensi
Dasar. Kompetensi ini wajib dimiliki oleh setiap pejabat struktural Eselon II,
III dan I meliputi: (a) integritas, (b) kepemimpinan, (c) perencanaan dan
pengorganisasian, (d) kerjasama, dan (e) fleksibilitas. Analogi kompetensi ini
sama dengan treshold competency (Spencer
& Spencer, 1993).
2.
Kompetensi
Bidang. Kompetensi ini diperlukan setiap pejabat struktural dengan bidang
pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Analogi kompetensi ini sama dengan differentiating competency (Spencer
& Spencer, 1993).
Penelitian kompetensi pegawai pada organisasi
keuangan di Pemerintah Daerah Jawa Barat telah pernah dilakukan Asep Sudrajat
Hardipradja (2009), melakukan penelitian Pengaruh
Kompetensi PPK SKPD di Kabupaten/Kota Wilayah I Provinsi Jawa Barat. Hasil
penelitiannya menjelaskan kompetensi teknis yang berpengaruh terhadap kualitas laporan
keuangan sedangkan kompetensi sosial dan kompetensi konseptual tidak
berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis
adalah: (a) pengukuran kompetensi pegawai pemerintah daerah menggunakan kompetensi
dasar dan bidang menurut Badan Kepegawaian Negara; (b) hubungan variabel adalah
berbeda yaitu pengaruh kompetensi pegawai terhadap pelaksanaan anggaran.
Setelah dijelaskan mengenai komitmen organisasi dan
kompetensi pegawai, kini perlu dijelaskan mengapa diperlukan kepuasan kerja pada
Pejabat Penatausahaan Keuangan. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang
pekerjaannya (Handoko, 1992:193). Kepuasan kerja merupakan cerminan dari
perasaan pegawai terhadap pekerjaannya. Apabila terdapat sikap positif pegawai,
berarti pegawai puas akan pekerjanaanya, sebaliknya apabila terdapat sikap
negatif pegawai, berarti pegawai tidak puas akan pekerjaannya dan seharusnya
dapat diditeksi oleh organisasinya.
Untuk mengetahui kepuasan dan ketidakpuasan kerja
oleh pegawai, menurut Luthans (1997:431) adalah: (1) pembayaran seperti gaji
dan upah. Karyawan menginginkan sistem gaji dan upah serta promosi
dipersepsikan adil. Kepuasan muncul apabila tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu dan standar pembayaran adalah kemungkinan besar; (2)
pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan
yang memberikan kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilannya, kebebasan
dan umpan balik mengenai betapa baiknya mereka bekerja; (3) rekan kerja.
Apabila rekan kerja ramah dan mendukung maka kepuasan kerja meningkat; (4)
promosi pekerjaan. Promosi memungkinkan perusahaan untuk mendayagunakan
keahlian karyawan setinggi mungkin; (5) supervisi. Penyelia yang adil, terbuka
dan mau bekerjasama dan berhubungan langsung dengan karyawan dapat mempengaruhi
pekerjaannya.
Penelitian kepuasan kerja pada organisasi keuangan
di Pemerintah Daerah Jawa Barat belum pernah dilakukan. Sebagai pembanding
penelitian, Mohammad Abdul Mukhyi (2007) melakukan penelitian Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan
Komitmen dalam Lingkungan Institusi Pendidikan di Kota Depok. Hasil
penelitiannya menjelaskan terdapat korelasi kepuasan kerja dengan komitmen organisasi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tidak saja
menjelaskan korelasi kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, tapi mencari
pembuktian pengaruh kepuasan kerja terhadap pelaksanaan anggaran.
Penelitian dengan tema “Pengaruh Komitmen
Organisasi, Kompetensi Pegawai, Kepuasan Kerja terhadap Implementasi Keuangan
Daerah melalui Pelaksanaan Anggaran sebagai Variabel Intervening” adalah baru.
Kajian hubungan komitmen organisasi, kompetensi pegawai, kepuasan kerja,
meliputi:
(a)
Hubungan
komitmen organisasi dengan kompetensi pegawai.
Apabila kemampuan perusahaan dalam mengelola
karyawannya dengan baik, maka akan menimbulkan komitmen yang kuat dari
karyawannya terhadap perusahaan. Kondisi seperti ini sangat baik dalam rangka
mencapai tujuan perusahaan. Komitmen yang tinggi terhadap organisasinya
(komitmen organisasi) harus didukung juga oleh kompetensi yang dimiliki
karyawan (kompetensi pegawai). Hal ini sesuai dengan penelitian Ulrich (1998)
menjelaskan bahwa komitmen organisasi tanpa disertai kompetensi pegawai akan
berujung pada kegagalan organisasi tersebut dalam mempertahankan daya hidupnya
secara berkesinambungan.
(b)
Hubungan
komitmen organisasi dengan kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan antiseden komitmen
organisasi artinya terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen
organisasi. Dalam berbagai studi, pandangan tersebut memperoleh banyak dukungan
empiris bahwa terdapat hubungan kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Mathiu,
1991, Gregson, 1992; Clugston, 2000 dalam Sumarno Zain, 2009).
(c)
Hubungan
Kompetensi Pegawai dengan Kepuasan Kerja.
Beberapa
penelitian menjelaskan kompetensi guru tidak berkorelasi dengan kepuasan kerja.
Rao, R.B, 1998 dan Fontana D, 1986 dalam NVS. Suryanarayana Luciana M.Z.
menyatakan Rao, R.B (1989) say that
the
quality or effectiveness of teachers in considered to be associated with his
satisfaction towards his profession, his satisfaction with is values. Fontana,
D (1986) regarded that if the teacher is
to rigid or has doctrine belief of that his are right and those of anyone who
dissagree with him are wrong, then he will be depreving his children of a range
at possible learning experiences, to their disavantage and his own. Thus, is
clear that an effective and competent teacher will achieve the desired learning
outcomes provided if the satisfied in his profession.
Penelitian
di atas berbeda dengan penelitian Suryanarayana, Luciana, M.Z di India
menyatakan (2010): a study to find out
how teacher job satisfaction and competency are interelated to each other
especially in the context at school.
Setelah
penulis menjelaskan hubungan di antara komitmen organisasi, kompetensi pegawai
dan kepuasan kerja, kini akan dijelaskan bagaimana pengaruh komitmen
organisasi, kompetensi pegawai, kepuasan kerja terhadap pelaksanaan anggaran.
(a)
Pengaruh
Komitmen Organisasi terhadap Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan
anggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana
untuk tiap-tiap program dan aktivitas satuan moneter yang menggunakan daya
untuk rakyat (Bambang dan Osmand, 2007). Hal ini yang menjadi perbedaan dengan
anggaran sektor swasta karena tidak ada atau hubungan dengan pengalokasian dana
dari masyarakat. Pendanaan organisasi dalam pemerintah daerah berasal dari
pendapatan asli daerah berupa pajak dan retribusi, laba perusahaan milik
daerah, pinjaman pemerintah atau sumber dana lain yang sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Beberapa
penelitian mengenai pengganggaran telah dilakukan Supriyono (2005), hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif
dan secara statistik signifikan ter-hadap penganggaran partisipatif dan kinerja
manajerial. Begitu pula penelitian Brounell and McInnness (1986) menemukan
hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dan
kinerja manajerial. Sedangkan Milani (1975) menemukan hasil yang tidak
signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial
tergantung pada faktor situasional (variabel kontigensi). Peneliti lain, Ehrmann
Suhartono dan Mohammad Solihin (2006) mengganti variabel partispasi anggaran
dengan kejelasan sasaran anggaran, variabel moderatingnya tetap yaitu komitmen
organisasi dan variabel kinerja manajerial diganti dengan senjangan anggaran di
instansi pemerintah daerah Yogyakarta. Hasil penelitiannya menjelaskan tidak
terdapat pengaruh signifikan kejelasan sasaran anggaran terhadap senjangan
anggaran, pemoderasi komitmen organisasi.
Penelitian
penulis berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa variabel bebasnya adalah
komitmen organisasi sedangkan variabel interveningnya adalah pelaksanaan
anggaran karena organisasi keuangan pada pemerintah daerah yaitu PPK setelah
menyusun anggaran pendapatan, belanja, pembiayaan, komitmen dalam melaksanakan
anggaran pendapatan, belanja, pergeseran anggaran. Hal ini dapat dijelaskan
oleh Dedi Kuswandi, Anggota Komisi I DPRD Kota Cimahi (Radar Cimahi, Juni 2010)
bahwa Pemkot Cimahi hanya mengeluarkan anggaran 60% dari 100% pagu anggaran
belanja barang yang telah disusun dalam pelelangan tender program pemerintah.
Ini bahaya besar karena pengurangan pelaksanaan anggaran bukan menjadi efisien
tapi berupaya menaikkan sisa lebih pengguna anggaran (SILPA) untuk menutup
defisit pada tahun anggaran (TA) berikutnya.
(b)
Pengaruh
Kompetensi Pegawai terhadap Pelaksanaan Anggaran
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kompetensi
pegawai pada organisasi keuangan harus memenuhi persyaratan kompetensi dasar
dan kompetensi bidang. Kompetensi pegawai dalam pelaksanaan anggaran adalah
biro/kasubag keuangan yang mereka ini pejabat struktural Eselon II, III. Biro
atau Dinas berada pada pemerintah provinsi sedangkan Kasubag Keuangan berada
pada SKPD yang memenuhi syarat pejabat struktural. Penelitian pengaruh
kompetensi pegawai terhadap pelaksanaan anggaran di Pemda Jawa Barat belum
pernah dilakukan. Pengkajian ini perlu agar penyimpangan dalam pelaksanaan
anggaran tidak terjadi.
(c)
Pengaruh
Kepuasan Kerja terhadap Pelaksanaan Anggaran
Selain pegawai organisasi keuangan harus kompeten
dalam pelaksanaan anggaran, masih diperlukan apakah pegawai tersebut
melaksanakan anggaran adalah puas. Kepuasan kerja erat berkaitan dengan tujuan
manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam
pekerjaan. Bagaimana kepuasan kerja dapat dicapai dalam pelaksanaan anggaran?
Mohammad Ishak (2008) menyatakan sifat anggaran berpartisipatif lebih fokus
kepada teknik penyusunan anggaran, artinya dalam penyusunan anggaran berbagai
lapisan struktural dalam suatu instansi/organisasi ikut serta dilibatkan atau
berpartisipasi. Penyusunan anggaran demikian lebih memberikan kontribusi atas
kinerja anggaran, dikenal anggaran optimal. Lebih lanjut, Chhokar, et.al (2001)
anggaran optimal karena semua anggota organisasi dilibatkan sejak tahap
penyusunan dan pelaksanaan anggaran. Ketidakikutsertaan lapisan struktural membuat
anggota organisasi merasakan ketidakadilan yang akan mengganggu kepuasan kerja
mereka.
(d)
Pengaruh
Pelaksanaan Anggaran terhadap Implementasi Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah
Pelaksanaan
anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus anggaran yang dimulai dari
perencanaan anggaran, penetapan dan pengesahan anggaran oleh DPR, pelaksanaan
anggaran, pengawasan anggaran dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah terdiri dari:
1.
Penyusunan
Rancangan APBD
2.
Dokumen
Pelaksanaan APBD
3.
Pelaksanaan
dan Penatausahaan Penerimaan dan Pengeluaran
4.
Akuntansi
Keuangan Daerah
5.
Pelaporan
Pelaksanaan APBD
Apabila diperhatikan bahwa akuntasi keuangan daerah
diselenggarakan setelah pelaksanaan anggaran.
Penelitian mengenai pengaruh pelaksanaan anggaran
terhadap Akuntansi Keuangan Daerah, California
Department of Finance (2005) menjelaskan bahwa akunantasi dipengaruhi oleh
pelaksanaan anggaran:
Both budgeting
and accountung are fiscal system or process that involve the planing,
allocating and distribusing of monetery resources. Generally, budgeting is
regarded more in term of planing and enacting of fiscal plan. However, the planing and enactment process are dependent
upon the accounting at past-year and current year expenditires revenues.
Kenapa penelitian akuntansi pemerintahan dilakukan
pada Pemerintah Daerah Jawa Barat, karena BPK RI telah menyerahkan Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD Tahun Anggaran 2009. Hasil pemeriksaan BPK RI
menjelaskan pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat opini wajar dengan
pengecualian (WDP), tujuh LKPD mendapat opini WDP dan satu LKPD Kota Bandung
mendapat opini menolak memberikan pendapat (disclaimer).
Berdasarkan fenomena dan masalah penelitian di atas,
penulis menetapkan tema penelitian Pengaruh Komitmen Organisasi, Kompetensi
Pegawai, Kepuasan Kerja terhadap Penerapan Akuntansi Pemerintahan melalui
Pelaksanaan Anggaran sebagai Variabel Intervening (Penelitian pada Organisasi
Keuangan SKPD di Jawa Barat). Tema sentral dalam penelitian ini adalah Penerapan
Akuntansi Pemerintahan dilakukan setelah Pelaksanaan Anggaran dan memerlukan Komitmen
Organisasi, Kompetensi Pegawai, Kepuasan Kerja pada PPK SKPD.
1.1. Rumusan
Masalah
Sesuai
dengan latar belakang penelitian yang disajikan di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah
terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap pelaksanaan anggaran.
2.
Apakah
terdapat pengaruh kompetensi pegawai, kepuasan kerja terhadap pelaksanaan
anggaran
3.
Apakah
terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap pelaksanaan anggaran
4.
Apakah
terdapat pengaruh pelaksanaan anggaran terhadap penerapan akuntansi
pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar