Beberapa abad sebelum Masehi, para filsuf Yunani seperti Socrates, Plato,
dan Aristoteles sudah mengajarkan beberapa teori tentang negara. Telaah mereka
tentang ilmu negara dan hukum masih berpengaruh hingga saat ini walau sesungguhnya
pengertian mereka tentang negara pada waktu itu hanya meliputi lingkungan
kecil, yakni lingkungan kota atau negara kota yang disebut “polis”. Plato menamai
bukunya Politeia (soal-soal negara
kota) dan bukunya yang lain Politicos
(ahli polis, ahli negara kota). Aristoteles menamai bukunya Politica (ilmu tentang negara kota).
Dari kata itulah asal kata “politik” yang berarti hal-ihwal dan seluk beluk negara.
Istilah negara
mulai dikenal pada masa Renaissance
di Eropa dalam abad XV melalui Niccolo Machiavelli yang mengenalkan istilah Lo Stato dalam bukunya yang berjudul Il Principe. Semula istilah itu digunakan
untuk menyebut sebagian dari jabatan negara, kemudian diartikan juga sebagai
aparat negara, dan “orang-orang yang memegang tampuk pemerintahan beserta
staf-stafnya”, maupun “susunan tata pemerintahan atas
suatu masyarakat di wilayah tertentu” (Miriam Budiardjo, 2005:13). Lo Stato pada masa itu juga digunakan
untuk menyebut pihak yang diperintah (dependent).
Namun pada masa pemerintahan absolut raja-raja, state (negara) diartikan sebagai
pemerintah. Istilah ini kemudian disepadankan dengan: L’Etat (Prancis), The State
(Inggris), Der Staat (Jerman), De Staat (Belanda), dan Negara (Indonesia).
Beberapa definisi negara sebagaimana dikutip oleh Inu Kencana (1994:55)
adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Benedictus de Spinoza: “Negara adalah susunan
masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari
seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis).”
2.
R.M. MacIver: The
state is an association which, acting through law as promugated by a government
endowed to this end with coercive power, maintains within a community
territorially demarcated the external conditions of order. (Negara adalah
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat di suatu
wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah
yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa).
3.
Max Weber: The
state is a human society that (succesfully) claims the monopoly of the
legitimate use of physical force within a given territory. (Negara adalah
suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam
suatu wilayah).
4.
Prof. Miriam Budiardjo: Negara adalah suatu daerah
teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil
menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya
melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa negara
merupakan: suatu organisasi kekuasaan yang teratur; kekuasaannya bersifat
memaksa dan monopoli; suatu organisasi yang bertugas mengurus kepentingan
bersama dalam masyarakat; dan persekutuan yang memiliki wilayah tertentu dan
dilengkapi alat perlengkapan negara.
Negara
merupakan integrasi kekuasaan politik, organisasi pokok kekuatan politik, agency (alat) masyarakat yang memegang
kekuasaan mengatur hubungan antarmanusia dalam masyarakat dan menertibkan
gejala kekuasaan di dalamnya. Dengan demikian negara mengintegrasikan dan
membimbing berbagai kegiatan sosial penduduknya ke arah tujuan bersama.
Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoretis ada
beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1.
Teori
Ketuhanan
Dasar pemikiran teori ini adalah suatu kepercayaan bahwa segala sesuatu
yang ada atau terjadi di alam semesta ini adalah semuanya kehendak Tuhan,
demikian pula negara terjadi karena kehendak Tuhan. Sisa–sisa perlambang teori
theokratis nampak dalam kalimat yang tercantum di berbagai Undang–Undang Dasar
negara, seperti: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”.
Penganut teori theokrasi modern adalah Frederich Julius Stahl (1802–1861),
ia menyatakan bahwa negara secara berangsur-angsur tumbuh melalui proses
evolusi dari Keluarga-Bangsa-Negara. Negara bukan tumbuh disebabkan
berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan disebabkan perkembangan dari dalam.
Ia tidak tumbuh disebabkan kekuatan manusia, melainkan disebabkan kehendak
Tuhan. Dalam dunia modern seperti sekarang ini, teori theokratis tidak
dipratekkan lagi, sudah tertinggal jauh.
2.
Teori
Perjanjian
Teori ini berpendapat,
bahwa negara terbentuk karena antara sekelompok manusia yang tadinya
masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk mengadakan
suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama. Teori ini didasarkan pada suatu paham
kehidupan manusia dipisahkan dalam dua jaman yaitu pra negara (jaman alamiah)
dan negara.
Penganjur teori perjanjian
masyarakat antara lain Hugo de Groot (Grotius)
yang menyatakan bahwa negara merupakan ikatan manusia yang insaf akan
arti dan panggilan kodrat. Negara berasal dari suatu perjanjian yang disebut
“pactum” dengan tujuan untuk mengadakan ketertiban dan menghilangkan
kemelaratan. Grotius merupakan orang yang pertama kali memakai hukum kodrat
yang berasal dari rasio terhadap hal-hal kenegaraan. Dan ia menganggap bahwa
perjanjian masyarakat sebagai kenyataan sejarah yang sungguh-sungguh pernah
terjadi.
Selain de Groot,
Thomas Hobbes juga menyatakan bahwa suasana alam bebas dalam status naturalis
merupakan keadaan penuh kekacauan, kehidupan manusia tak ubahnya seperti
binatang buas di hutan belantara (Homo
homini lupus) sehingga menyebabkan terjadinya perkelahian atau perang semua
lawan semua. Keadaan tersebut diakibatkan adanya pelaksanaan natural rights
(yaitu hak dan kekuasaan yang dimiliki setiap manusia untuk berbuat apa saja
untuk mempertahankan kehidupannya) yang tanpa batas. Dalam keadaan penuh
kekacauan, lahirlah natural law dari
rasio manusia untuk mengakhiri pelaksanaan natural rights secara liar dengan
jalan mengadakan perjanjain.
Menurut Thomas Hobbes,
perjanjian masyarakat hanya ada satu yaitu “Pactum Subjectionis”, dalam
perjanjian ini terjadi penyerahan natural rights (hak kodrat) kepada suatu
badan yang dibentuk (yaitu body politik) yang akan membimbing manusia untuk
mencapai kebahagiaan umum, hak yang sudah diserahkan kepada penguasa (raja)
tidak dapat diminta kembali dan raja harus berkuasa secara mutlak. Melalui
teorinya, Thomas Hobbes menghendaki adanya bentuk monarki absolut.
Penganjur ketiga dalam
aliran ini adalah John Locke yang menyatakan bahwa suasana alam bebas bukan
merupakan keadaan penuh kekacauan (Chaos) karena sudah ada hukum kodrat yang
bersumber pada rasio manusia yang mengajarkan bahwa setiap orang tidak boleh
merugikan kepentingan orang lain. Untuk menghindari anarkhi maka manusia
mengadakan perjanjian membentuk negara dengan tujuan menjamin suasana hukum
individu secara alam. Melalui teorinya John Locke menghendaki adanya bentuk
monarkhi konstituisonal,dan ia anggap sebagai peletak dasar teori hak asasi
manusia.
Jean Jacques Rousseau
merupakan salah seorang pengikut aliran ini yang menyatakan bahwa menurut
kodratnya manusia sejak lahir sama dan merdeka, tetapi agar kepentingannya
terjamin maka tiap-tiap orang dengan sukarela menyerahkan hak dan kekuasaannya
itu kepada organisasi (disebut negara) yang dibentuk bersama–sama dengan orang
lain. Kepada negara tersebut diserahkan kemerdekaan alamiah dan di bawah
organisasi negara, manusia mendapatkan kembali haknya dalam bentuk hak warga
negara (civil rights).
Negara yang dibentuk
berdasarkan perjanjian masyarakat harus dapat menjamin kebebasan dan persamaan
serta menyelenggarakan ketertiban masyarakat yang berdaulat dalam negara adalah
rakyat, sedangkan pemerintah hanya merupakan wakilnya saja, sehingga apapila
pemerintah tidak dapat melaksanakan urusannya sesuai dengan kehendak rakyat,
maka rakyat dapat mengganti pemerintah tersebut dengan pemerintah yang baru
karena pemerintah yang berdaulat dibentuk berdasarkan kehendak rakyat. Melalui
teorinya tersebut, J.J. Rousseau menghendaki bentuk negara yang berkedaulatan
rakyat. Itulah sebabnya ia dianggap sebagai Bapak Demokrasi.
3.
Teori
Kekuasaan
Menurut teori ini negara terbentuk karena adanya kekuasaan, sedangkan kekuasaan
berasal dari mereka yang paling kuat dan berkuasa, sehingga dengan demikian
negara terjadi karena adanya orang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan
menaklukkan yang lemah. Gambaran bahwa negara terbentuk karena kekuasaan antara
lain dikemukakan Voltaire bahwa Raja yang pertama ialah pahlawan yang menang
perang. Sedangkan Karl Marx mengemukakan bahwa negara adalah hasil pertarungan
antar kekuatan-kekuatan ekonomis dan negara merupakan alat pemeras bagi mereka
yang lebih kuat terhadap yang lemah dan negara akan lenyap kalau perbedaan
kelas tidak ada lagi. Negara adalah kesatuan yang dilengkapi dengan kekuasaan
memerintah bagi orang-orang yang ada di dalamnya yaitu kemampuan memaksakan
kemauan sendiri terhadap orang-orang lain tanpa tawar menawar.
4. Teori Kedaulatan
Setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat
menjadi penguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi: a) Teori kedaulatan
Tuhan, yang mengemukakan bahwa teori ini
kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah berasal dari Tuhan, b) Teori kedaulatan
hukum; menurut teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit
dari kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan, c) Teori
kedaulatan rakyat; teori ini berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan
mewakili kekuasaannya kepada suatu badan, yaitu pemerintah, dan d) Teori kedaulatan
Negara; Teori ini berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatan dalam
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar