c. Tertawa
Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad Saw tidak saja menjadi contoh
dalam persoalan-persoalan yang besar, tetapi dalam hal-hal yang dianggap tidak
begitu penting oleh sebagian besar manusia.
Rasulullah tetap saja merupakan sosok yang patut diteladani. Dalam berbagai
riwayat diceritakan bahwa Rasulullah adalah sosok manusia yang tidak pernah tertawa
terbahak-bahak seperti layaknya kebanyakan orang, apabila menemui sesuatu yang
lucu atau dalam keadaan gembira suka tertawa terbahak-bahak dalam waktu yang
cukup lama, sampai-sampai sakit perutnya karena tertawa tersebut.
Rasulullah tidak pernah tertawa kecuali terseyum,
senyum Rasulullah sangat mempesona, penuh dengan makna dan menjadikan dirinya
semakin berkharisma, jika ia terlanjur tertawa maka Rasulullah segera menutupkan
tangan ke mulutnya.Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir ibn Samurah ra. ia
berkata: “Adalah Rasulullah SAW. Itu lama diamnya, sedikit tertawanya”
d. Senda Gurau Rasulullah
Sebagai manusia biasa yang bergaul dengan
masyarakat luas, Rasulullah tidak bisa melepaskan diri untuk tidak menyesuaikan
suasana kehidupan bermasyarakat. Nabi Muhammad Saw bukanlah seorang pemimpin yang kaku dan
serba formal dalam bergaul, justru sebaliknya ia dapat hidup dengan sangat
luwes dengan berbagai kalangan. Salah satu warna kehidupan bermasyarakat adalah
suasana rileks dengan bersenda gurau, dalam hal demikian Nabi Muhammad ternyata
pandai bersenda gurau, bahkan gurauan Nabi Muhammad adalah gurauan yang penuh
dengan makna pendidikan.
Diriwayatkan oleh
Al-Turmuzi dari Hasan al-Bisri, ia berkata:” pada suatu hari ada seorang
perempuan tua datang menghadap kepada Nabi lalu berkata;” Ya Rasulallah,
mohonkanlah kepada Allah, supaya Dia memasukan aku ke dalam sorga.”, mendengar
permohonan itu, beliau bersabda ”hai
ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak akan dimasuki oleh seorang perempuan
tua”. Perempuan itu lalu berpaling dan menangis,
oleh karenannya Nabi mengerti bahwa perempuan tadi salah mengerti terhadap
perkataan beliau, maka beliau memerintahkan kepada para sahabat (yang kebetulan
ada waktu itu): “Beritahukanlah olehmu pada perempuan
itu, sesungguhnya ia tidak akan masuk surga, karena ia seorang perempuan tua,
karena Allah berfirman: bahwa sanya Kami menjadikan mereka (para perempuan)
itu dengan kejadian yang baru ; maka Kami menjadikan mereka itu
gadis-gadis remaja putri, berkasih-kasihan dengan suami serta bersamaan usia”
Rasulullah
adalah seorang yang bersifat ramah, sewaktu-waktu ia bersenda gurau dengan
orang disekelilingnya, akan tetapi senda gurau Rasulullah adalah, tidak hanya
sekedar melucu yang menyebabkan pendengarnya tertawa terbahak bahak, melainkan
dalam senda gurau itu terdapat pesan-pesan kebenaran sebagai mana sabdanya “
bahwasanya aku, sekalipun suka bersenda gurau dengan kamu, tetapi aku tidak akan
berkata melainkan yang benar” (HR. Turmuzi dari Abi Hurairah ra.)
Biasanya para raja dan para pemimpin
besar yang sangat dihormati dan disegani orang banyak, tidaklah meraka suka
tertawa dan bergura dengan rakyat atau orang yang di bawah pimpinannya, karena
untuk menjaga kehormatan dan kehebatannya, tetapi Rasulullah sebagai pemimpin umat yang
hakiki, tidaklah demikian, beliau tidak khawatir akan hilangnya
kehormatan dan kehebatan dirinya lantaran tertawa dan senda gurau itu. Bahkan
senda gurau yang bersih, yang benar, yang pantas dan yang sopan itu menambahkan
keeratan perhubungan beliau dengan para sahabatnya.
e. Pergaulan
Nabi Rasulullah
Rasulullah adalah manusia ideal yang patut dijadikan teladan dalam segala
hal. Sebagai seorang pemimpin ia tidak pernah menyombongkan diri walaupun
kepada orang yang lebih rendah darinya. Dalam pergaulan, Rasulullah tidak pernah membedakan
orang lain dari kedudukannya, ia memberikan penghormatan kepada semua orang, ia
menghargai pendapat semua orang, ia bebicara lemah lembut kepada semua orang,
baginya kemuliaan orang itu hanya akan dibedakan dihadapan Allah.
Dalam pergaulan dengan orang lain Rasulullah tidak pernah
mengucapkan perkataan-perkataan yang kurang sedap didengar dan mungkin
menyinggung perasaan orang lain. Seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
dari Anas ibn Malik ra., ia berkata:
“Aku melayani
Rasulullah dalam waktu sepuluh tahun, demi Allah sekali kali beliau belum
pernah berkata kepadaku: ”uff” dan
tidak pula beliau pernah berkata kepadaku yang ku kerjakan; “mengapa kamu
mengerjakan demikian dan mengapa kamu tidak mengerjakan demikian?”
Hadits di atas sebagai bukti
bahwa Rasulullah tidak pernah menyakiti orang lain dengan perkataannya,
sekalipun kepada orang yang lebih rendah daripadanya, Anas ibn Malik merasa
sangat tersanjung, karena Rasulullah tidak pernah mencela pekerjaannya.
2. Mendidik dengan Targhib dan Tarhib
Kata targhib berasal dari kata kerja ragghaba
yang berarti; menyenangi, menyukai dan mencintai, kemudian kata itu diubah
menjadi kata benda targhib yang mengandung makna suatu harapan untuk
memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan. Semua itu dimunculkan dalam
bentuk janji-janji berupa keindahan dan kebahagiaan yang dapat
merangsang/mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk
memperolehnya. Secara psikologi, cara itu akan menimbulkan daya tarik yang kuat
untuk menggapainya. Sedangkan istilah tarhib berasal dari kata rahhaba
yang berarti; menakut nakuti atau mengancam. Lalu kata itu diubah menjadi kata
benda tarhib yang berarti ancaman hukuman.
Untuk kedua istilah itu, Al-Nahlawi
mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan targhib adalah janji yang
disertai dengan bujukan yang membuat senang terhadap suatu yang maslahat,
terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti serta
suka kepada kebersihan, yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal
saleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya dan perbuatan
buruk. Sementara tarhib ialah suatu ancaman atau siksaan sebagai akibat
melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah atau akibat lengah dalam
menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar