Sabtu, 03 Desember 2011

Asal-Usul Negara


Beberapa abad sebelum Masehi, para filsuf Yunani seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles sudah mengajarkan beberapa teori tentang negara. Telaah mereka tentang ilmu negara dan hukum masih berpengaruh hingga saat ini walau sesungguhnya pengertian mereka tentang negara pada waktu itu hanya meliputi lingkungan kecil, yakni lingkungan kota atau negara kota yang disebut “polis”. Plato menamai bukunya Politeia (soal-soal negara kota) dan bukunya yang lain Politicos (ahli polis, ahli negara kota). Aristoteles menamai bukunya Politica (ilmu tentang negara kota). Dari kata itulah asal kata “politik” yang berarti hal-ihwal dan seluk beluk negara.  
Istilah negara mulai dikenal pada masa Renaissance di Eropa dalam abad XV melalui Niccolo Machiavelli yang mengenalkan istilah Lo Stato dalam bukunya yang berjudul Il Principe. Semula istilah itu digunakan untuk menyebut sebagian dari jabatan negara, kemudian diartikan juga sebagai aparat negara, dan “orang-orang yang memegang tampuk pemerintahan beserta staf-stafnya”, maupun “susunan tata pemerintahan atas suatu masyarakat di wilayah tertentu” (Miriam Budiardjo, 2005:13). Lo Stato pada masa itu juga digunakan untuk menyebut pihak yang diperintah (dependent). Namun pada masa pemerintahan absolut raja-raja, state (negara) diartikan sebagai pemerintah. Istilah ini kemudian disepadankan dengan: L’Etat (Prancis), The State (Inggris), Der Staat (Jerman), De Staat (Belanda), dan Negara (Indonesia).
Beberapa definisi negara sebagaimana dikutip oleh Inu Kencana (1994:55) adalah sebagai berikut:
1.      Menurut Benedictus de Spinoza: “Negara adalah susunan masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis).”
2.      R.M. MacIver: The state is an association which, acting through law as promugated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external conditions of order. (Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat di suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa).
3.      Max Weber: The state is a human society that (succesfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory. (Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah).
4.      Prof. Miriam Budiardjo: Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa negara merupakan: suatu organisasi kekuasaan yang teratur; kekuasaannya bersifat memaksa dan monopoli; suatu organisasi yang bertugas mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat; dan persekutuan yang memiliki wilayah tertentu dan dilengkapi alat perlengkapan negara.
Negara merupakan integrasi kekuasaan politik, organisasi pokok kekuatan politik, agency (alat) masyarakat yang memegang kekuasaan mengatur hubungan antarmanusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala kekuasaan di dalamnya. Dengan demikian negara mengintegrasikan dan membimbing berbagai kegiatan sosial penduduknya ke arah tujuan bersama.
Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoretis ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1.        Teori Ketuhanan
Dasar pemikiran teori ini adalah suatu kepercayaan bahwa segala sesuatu yang ada atau terjadi di alam semesta ini adalah semuanya kehendak Tuhan, demikian pula negara terjadi karena kehendak Tuhan. Sisa–sisa perlambang teori theokratis nampak dalam kalimat yang tercantum di berbagai Undang–Undang Dasar negara, seperti: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”.
Penganut teori theokrasi modern adalah Frederich Julius Stahl (1802–1861), ia menyatakan bahwa negara secara berangsur-angsur tumbuh melalui proses evolusi dari Keluarga-Bangsa-Negara. Negara bukan tumbuh disebabkan berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan disebabkan perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh disebabkan kekuatan manusia, melainkan disebabkan kehendak Tuhan. Dalam dunia modern seperti sekarang ini, teori theokratis tidak dipratekkan lagi, sudah tertinggal jauh.
2.        Teori Perjanjian
Teori ini berpendapat, bahwa negara terbentuk karena antara sekelompok manusia yang tadinya masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.  Teori ini didasarkan pada suatu paham kehidupan manusia dipisahkan dalam dua jaman yaitu pra negara (jaman alamiah) dan negara.
Penganjur teori perjanjian masyarakat antara lain Hugo de Groot (Grotius)  yang menyatakan bahwa negara merupakan ikatan manusia yang insaf akan arti dan panggilan kodrat. Negara berasal dari suatu perjanjian yang disebut “pactum” dengan tujuan untuk mengadakan ketertiban dan menghilangkan kemelaratan. Grotius merupakan orang yang pertama kali memakai hukum kodrat yang berasal dari rasio terhadap hal-hal kenegaraan. Dan ia menganggap bahwa perjanjian masyarakat sebagai kenyataan sejarah yang sungguh-sungguh pernah terjadi.
Selain de Groot, Thomas Hobbes juga menyatakan bahwa suasana alam bebas dalam status naturalis merupakan keadaan penuh kekacauan, kehidupan manusia tak ubahnya seperti binatang buas di hutan belantara (Homo homini lupus) sehingga menyebabkan terjadinya perkelahian atau perang semua lawan semua. Keadaan tersebut diakibatkan adanya pelaksanaan natural rights (yaitu hak dan kekuasaan yang dimiliki setiap manusia untuk berbuat apa saja untuk mempertahankan kehidupannya) yang tanpa batas. Dalam keadaan penuh kekacauan, lahirlah natural law dari rasio manusia untuk mengakhiri pelaksanaan natural rights secara liar dengan jalan mengadakan perjanjain.
Menurut Thomas Hobbes, perjanjian masyarakat hanya ada satu yaitu “Pactum Subjectionis”, dalam perjanjian ini terjadi penyerahan natural rights (hak kodrat) kepada suatu badan yang dibentuk (yaitu body politik) yang akan membimbing manusia untuk mencapai kebahagiaan umum, hak yang sudah diserahkan kepada penguasa (raja) tidak dapat diminta kembali dan raja harus berkuasa secara mutlak. Melalui teorinya, Thomas Hobbes menghendaki adanya bentuk monarki absolut.
Penganjur ketiga dalam aliran ini adalah John Locke yang menyatakan bahwa suasana alam bebas bukan merupakan keadaan penuh kekacauan (Chaos) karena sudah ada hukum kodrat yang bersumber pada rasio manusia yang mengajarkan bahwa setiap orang tidak boleh merugikan kepentingan orang lain. Untuk menghindari anarkhi maka manusia mengadakan perjanjian membentuk negara dengan tujuan menjamin suasana hukum individu secara alam. Melalui teorinya John Locke menghendaki adanya bentuk monarkhi konstituisonal,dan ia anggap sebagai peletak dasar teori hak asasi manusia.
Jean Jacques Rousseau merupakan salah seorang pengikut aliran ini yang menyatakan bahwa menurut kodratnya manusia sejak lahir sama dan merdeka, tetapi agar kepentingannya terjamin maka tiap-tiap orang dengan sukarela menyerahkan hak dan kekuasaannya itu kepada organisasi (disebut negara) yang dibentuk bersama–sama dengan orang lain. Kepada negara tersebut diserahkan kemerdekaan alamiah dan di bawah organisasi negara, manusia mendapatkan kembali haknya dalam bentuk hak warga negara (civil rights).
Negara yang dibentuk berdasarkan perjanjian masyarakat harus dapat menjamin kebebasan dan persamaan serta menyelenggarakan ketertiban masyarakat yang berdaulat dalam negara adalah rakyat, sedangkan pemerintah hanya merupakan wakilnya saja, sehingga apapila pemerintah tidak dapat melaksanakan urusannya sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat dapat mengganti pemerintah tersebut dengan pemerintah yang baru karena pemerintah yang berdaulat dibentuk berdasarkan kehendak rakyat. Melalui teorinya tersebut, J.J. Rousseau menghendaki bentuk negara yang berkedaulatan rakyat. Itulah sebabnya ia dianggap sebagai Bapak Demokrasi.

3.        Teori Kekuasaan
Menurut teori ini negara terbentuk karena adanya kekuasaan, sedangkan kekuasaan berasal dari mereka yang paling kuat dan berkuasa, sehingga dengan demikian negara terjadi karena adanya orang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan menaklukkan yang lemah. Gambaran bahwa negara terbentuk karena kekuasaan antara lain dikemukakan Voltaire bahwa Raja yang pertama ialah pahlawan yang menang perang. Sedangkan Karl Marx mengemukakan bahwa negara adalah hasil pertarungan antar kekuatan-kekuatan ekonomis dan negara merupakan alat pemeras bagi mereka yang lebih kuat terhadap yang lemah dan negara akan lenyap kalau perbedaan kelas tidak ada lagi. Negara adalah kesatuan yang dilengkapi dengan kekuasaan memerintah bagi orang-orang yang ada di dalamnya yaitu kemampuan memaksakan kemauan sendiri terhadap orang-orang lain tanpa tawar menawar.
4. Teori Kedaulatan
Setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat menjadi penguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi: a) Teori kedaulatan Tuhan, yang  mengemukakan bahwa teori ini kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah berasal dari Tuhan, b) Teori kedaulatan hukum; menurut teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan, c) Teori kedaulatan rakyat; teori ini berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada suatu badan, yaitu pemerintah, dan d) Teori kedaulatan Negara; Teori ini berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatan dalam negara.  

Urusan Pemerintahan Desa


Desa menjadi tumpuan pemerintah dan masyarakat dalam menjadikan fungsi pemerintahan, gerak pembangunan dan dinamika masyarakat di desa. Berbagai urusan pemerintahan baik pemerintahan umum, teknis dan daerah serta otonomi desa berada dan dilaksanakan di desa seperti urusan keamanan dan ketertiban desa, urusan pertanian dan perkebunan, urusan kehutanan, urusan pendidikan, urusan kesehatan, urusan tenaga kerja dan urusan lainnya yang menjadi wewenang desa. Desa pada prinsipnya mempunyai kewenangan kegiatan pengaturan, pembinaan, pelayanan, dan fasilitasi pada masyarakat desa. Kesemuanya dalam kewenangan urusan pemerintahan di desa tersebut bersifat tugas pembantuan atau medebewind dari pemerintah Pusat, Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) dan otonomi desa.
Menurut Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa (1981:81) bahwa desa melalui pemerintah desa mempunyai urusan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, yang secara umum terdapat dua (2) urusan yaitu urusan dekonsentratif dan partisipatif. Khusus bagi desa yang berotonomi desa adanya jenis ketiga yaitu urusan rumah tangga desa. Pandangan tersebut pada berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang desa berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2004 adalah mencakup urusan sebagai berikut:
1.        Urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa (otonomi desa);
2.        Urusan pemerintah yang menjadi wewenang kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa (desentralisasi);
3.        Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota (medebewind);
4.        Urusan pemrerintah lainya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa (desentralisasi).

Dengan demikian urusan pemerintahan yang dilakukan di desa adalah urusan otonomi desa/rumah tangga desa, urusan desentralisasi (dari daerah otonomi) dan urusan medebewind atau pembantuan  dari pemerintah pusat maupun daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota), sehingga wewenang pemerintah desa sangat strategis, secara kelembagaan, kebijakan dan administratif pemerintahan dalam menjalankan urusan pemerintahan tersebut.
a)             Urusan Rumah Tangga/Otonomi Desa
Urusan otonomi desa atau rumah tangga desa kewenangan yang melekat pada pemerintah desa. Urusan otonomi atau rumah tangga desa merupakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat dan budaya desa yang dijaga, diatur dan dipelihara serta dikembangkan dalam kehidupan masyarakat desa. Urusan rumah tangga atau otonomi desa bersifat adat, tradisi dan budaya yang melekat di desa yang setiap daerah berbeda, karena perbedaan adat dan budayanya, sehingga urusan rumah tangga desa sangat dipengaruhi oleh kapasitas pemerintah desa, kemampuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan peran serta masyarakat maupun pembinaan dalam pemerintah desa bersifat decision (keputusan politik) dan responsible (administrasi pemerintah desa).
Pemerintahan desa dalam kewenangan politiknya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di desanya salah satu bentuknya dalam mengatur pemerintahan dan masyarakatnya melalui kebijakan pemerintahan desa berbentuk Peraturan Desa (Perdesa), misalnya, pungutan desa, dan lain sebagainya. Sedangkan, pemerintah desa dalam kewenangan administratif untuk menyelenggarakan administrasi pemerintah desa bagi kepentingan pelayanan masyarakat melalui pengaturan, mengelola dan pembinaan organisasi perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Badan Usaha Milik desa  (BUMD), Perancanaan Pembangunan Desa dan APB desa.
b)       Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota yang Disertakan Pengaturannya kepada Desa
Pemerintah desa dalam melaksanakan kewenangan untuk melaksanakan berdasarkan kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. Urusan pemerintah daerah tersebut yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat di desa melalui Peraturan Daerah dan penyerahannya dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupten/Kota kepada Desa, pada prinsipnya mengatur jenis dan rincian urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang serahkan kepada desa, tata cara penyerahan urusan, pelaksanaan urusan, pembiayaan serta pembinaan dan pengawasan.
Jenis urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang diserahkan kepada desa adalah sebagai berikut:
1.        Bidang pertanian dan ketahanan pangan;
2.        Bidang pertambangan dan energi serta sumberdaya mineral
3.        Bidang kehutanan dan perkebunan;
4.        Bidang perindustrian dan perdagangan
5.        Bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah;
6.        Bidang penanaman modal;
7.        Bidang tenaga kerja dan transmigrasi;
8.        Bidang kesehatan;
9.        Bidang pendidikan dan kebudayaan;
10.    Bidang sosial
11.    Bidang penataan ruang
12.    Bidang pemukiman/perumahan;
13.    Bidang pekerjaan umum;
14.    Bidang perhubungan;
15.    bidang lingkungan hidup
16.    Bidang politik dalam negeri dan administrasi publik;
17.    Bidang otonomi desa;
18.    bidang perimbangan keuangan;
19.    Bidang tugas pembantuan;
20.    Bidang pariwisata;
21.    Bidang pertanahan;
22.    Bidang kependudukan dan catatan sipil;
23.    Bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat dan pemerintah umum;
24.    Bidang perencanaan;
25.    Bidang penerangan/informasi dan komunikasi;
26.    Bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
27.    Bidang keluarga berencana dan keluarga sehat;
28.    Bidang pemuda dan olah raga;
29.    Bidang pemberdayaan masyarakat desa;
30.    bidang statistik;
31.    Bidang arsip dan perpustakaan;

Penyerahan jenis urusan pemerintahan kabupaten/kota kepada desa dengan mempertimbangkan aspek letak geografis, kemampuan personil, kemampuan keuangan, efisiensi dan efektivitas pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Penetapan jenis urusan pemerintahan kabupaten/kota pada masing-masing desa, dengan memperhatikan keputusan kepala desa dan menyerahkan secara serentak yang disaksikan oleh Camat dan dihadiri oleh seluruh kepala Dinas/Badan/Kantor Kabupaten/Kota. Urusan yang telah diserahkan harus dilaksanakan oleh pemerintah desa.
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menambah penyerahan urusan pemerintahan kepada desa atas permintaan pemerintah desa. Bahkan pemerintah Kabupaten/Kota dapat menarik urusan pemrintah yang telah diserahkan pada pemerintahan desa. Pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten/ Kota yang telah diserahkan kepada desa dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan kabupaten/kota kepada desa, mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pemerintahan desa dan dapat didelegasikan dan Bupati/Walikota kepada Camat.
c)        Urusan Tugas Pembantuan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Pemerintahan desa dalam melaksanakan kewenangannya mengembangkan tugas pembantuan urusan pemerintahan dari Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Tugas pembantuan kepada desa, di mana pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota berkewajiban memberikan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana serta  sumberdaya manusianya.
Mengingat tugas pembantuan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan desa dalam sistem pemerintahan pada dasarnya, turut serta melaksanakan urusan pemerintahan yang rencana, biaya, saran dan prasarana serta sumberdaya manusianya dari yang menugaskannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti dalam jenis urusan pemerintahn tersebut. Namun demikian, pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya mempunyai hak untuk menolak tugas pembantuan urusan pemerintahan tersebut, apabila tidak disertai dengan pembiayaan, saran dan prasarana serta sumberdaya manusianya.
d)       Urusan Pemerintahan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Diserahkan kepada Desa
Pemerintah desa dalam kewenangannya melaksanakan urusan pemerintahan pusat berupa urusan pemerintahan baik urusan pemerintahan umum dan teknis dari Pemerintah Pusat suatu Depertemen, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Depertemen (LPND) yang diserahkan kepada desa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan urusan pemerintahan dalam rangka ikut serta melaksanakan sebagian urusan guna mewujudkan kelancaran tugas-tugas yang menjadi kewenangan pemerintah pusat yang ada di desa, misalnya urusan agama, keamanan, peradilan di desa, dan lain sebagainya.

Kompetensi Guru


A.        Pengertian Kompetensi
Menurut Purwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Kompetensi yang ada dalam Bahasa Inggris adalah competency atau competence merupakan kata benda, yang diartikan: 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.
Kompetensi dapat digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, apakah seseorang bekerja dengan baik atau buruk. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi merupakan suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran atau situasi tertentu.
Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang. Kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari proses belajar. Selama proses belajar stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Apabila individu sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaaan yang kompleks dari sebelumnya, maka pada diri individu tersebut pasti sudah terjadi perubahan kompetensi.
Perubahan kompetensi tidak akan tampak apabila selanjutnya tidak ada kepentingan atau kesempatan untuk melakukannya. Dengan demikian bisa diartikan bahwa kompetensi adalah berlangsung lama yang menyebabkan individu mampu melakukan kinerja tertentu.
Kompetensi diartikan oleh Cowell, sebagai suatu keterampilan atau kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan bahan atau pengalaman belajar, yang lazimnya terdiri dari: (1) penguasan minimal kompetensi dasar, (2) praktik kompetensi dasar, dan (3) penambahan penyempurnaan atau pengembangan terhadap kompetensi atau keterampilan. Ketiga proses tersebut dapat terus berlanjut selama masih ada kesempatan untuk melakukan penyempurnaan atau pengembangan kompetensinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.
Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
Ciri seseorang yang memiliki kompetensi apabila dapat melakukan sesuatu. Kompetensi merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kompetensi, yakni  (a) faktor bawaan, seperti bakat, dan (b) faktor latihan, seperti hasil belajar.
Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Semua hal yang disebutkan diatas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi guru.

B.        Kompetensi Guru
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 dinyatakan bahwa: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Mengingat bahwa dalam era global, pendidikan nasional harus pula memperhatikan perkembangan yang terjadi secara internasional, maka kajian kompetensi guru sebagai unsur pokok dalam penyelenggaraan pendidikan formal, perlu pula mempertimbangkan bagaimana kompetensi guru dibina dan dikembangkan pada beberapa negara lain. Kajian empirik ini dilakukan untuk memperkaya rincian kompetensi serta upaya pembinaannya.
Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Semua hal yang disebutkan diatas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi guru.
Kompetensi profesional dapat diduga berpengaruh pada proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan keluaran pendidikan yang bermutu. Keluaran yang bermutu dapat dilihat pada hasil langsung pendidikan yang berupa nilai yang dicapai siswa dan dapat juga dilihat dari dampak pengiring, yakni dimasyarakat. Selain itu, salah satu unsur pembentuk kompetensi profesional guru adalah tingkat komitmennya terhadap profesi guru dan didukung oleh tingkat abstraksi atau kemampuan menggunakan nalar.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
  1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
  2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
  3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
  4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1.    Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
  1. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
  2. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
  3. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.
  4. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Di samping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Sementara itu, Usman membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekolah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.
Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi, guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran. Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun, sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat satuan pelajaran, maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Akadum menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya kompetensi profesional guru disebabkan oleh antara lain:
1.    Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
2.    Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju;
3.    Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;
4.    Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Akadum juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru yaitu:
a.    Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
b.    Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
c.    Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,
d.    Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
e.    Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.

Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...