Senin, 28 November 2011

Kebijakan Pemerintah


2.1. Pentingnya Kebijakan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Lahirnya suatu pemerintahan dalam suatu negara karena adanya suatu komitmen bersama yang terjadi antara pemerintah dengan rakyatnya, sebagai pihak yang diperintah dalam satu posisi dan peran. Komitmen tersebut hanya dapat dipegang apabila rakyat masih merasakan, bahwa keberadaan pemerintah melalui berbagai kebijakannya, memang diperlukan untuk melindungi, memberdayakan dan menciptakan kesejahteraan rakyatnya sebagai wujud pelaksanaan fungsi pemerintah. Menurut Ndraha, (1997:73), bahwa pemerintah adalah badan yang memproduksi, mendistribusi atau menjual alat pemenuh kebutuhan rakyat yang berbentuk jasa publik dan layanan sipil. Selanjutnya Ndraha (2000:78) menyatakan bahwa ada dua macam fungsi  pemerintah, yaitu :
Pertama, pemerintah mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan sebagai provider jasa yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa pertahanan keamanan dan layanan civil termasuk layanan birokrasi;
Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan, sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana.

Luasnya peranan pemerintah dalam mengatur dan melayani masyarakat telah menjadikan pemerintah sebagai suatu jaringan organisasi atau institusi yang strategis terhadap kehidupan warganya. Kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah senantiasa didasarkan pada suatu format yang legal dalam bentuk kebijakan publik
2.2. Pengertian Kebijakan Publik
Dalam memahami konsep kebijakan publik (public policy), dipandang perlu untuk mempertanyakan, apa saja yang telah tercakup di dalamnya, karena kegiatan pemerintah mencakup seluruh aspek kehidupan warga masyarakat. Kebijakan publik pada dasarnya meliputi keseluruhan aspek kehidupan baik yang bersifat memberikan pelayanan, melakukan pengaturan mendistribusikan apa saja yang menjadi harta benda dan kekayaan negara, menggali sumber daya alam untuk memobilisasi dana untuk negara, melaksanakan kegiatan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat dan lain sebagainya. Kegiatan pembuatan kebijaksanaan mencakup beberapa hal seperti dikemukakan oleh Rasyid dkk (2002:239) yaitu :
1.    Kegiatan membuat kebijaksanaan yang bersifat distributive
2.    Kebijakan yang mengatur kompetisi
3.    Kebijaksanaan yang mengatur perlindungan
4.    Kebijaksanan yang menyangkut redistribusi kekayaan masyarakat
5.    Kebijaksanaan yang bersifat ekstratif
6.    Kebijaksanaan strategis
7.    Kebijaksanaan karena krisis

Dalam pembuatan kebijakan publik tersebut membutuhkan pemahaman yang jelas tentang apa sesungguhnya kebijakan publik. Untuk memahami kebijakan publik, para ahli memberikan pengertian tentang kebijakan diantaranya Thomas R. Dye (dalam Islamy, 2000:18) mengemukakan bahwa “Is whatever governments choose to do or not to do”.
Selanjutnya kebijakan publik/kebijakan negara dikemukakan juga oleh Anderson (dalam Wahab, 1990:5) bahwa Kebijakan publik atau kebijakan negara memberikan implikasi:
1.             Kebijakan negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau dengan kata lain bahwa kebijakan itu harus berorientasi pada tujuan
2.             Kebijakan itu berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3.             Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan atau akan menyatakan sesuatu.
4.             Kebijakan negara itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif----dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk melakukan sesuatu; dan
5.             Bahwa kebijakan pemerintah merupakan-setidak-tidaknya dalam arti yang positif----didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundangan yang bersifat memaksa.

Kebijakan publik selain dapat menentukan arah umum yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah dalam masyarakat dapat pula menentukan ruang lingkup permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk, cara bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan tertentu. Konsep kebijakan publik (public policy) menurut Sulaeman (1998:24) adalah :
Sebagai suatu proses yang mengandung pola aktivitas tertentu dan merupakan seperangkat keputusan yang bersangkutan dengan tindakan untuk mencapai tujuan dalam beberapa cara yang khusus. Dengan demikian, konsep public policy berhubungan dengan pola aktifitas pemerintahan mengenai sejumlah masalah serta mengandung tujuan 

Kebijakan negara sebagai suatu kebijakan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti parlemen, kepresidenan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai politik, mempunyai kekuatan untuk selalu dapat memaksa setiap anggota  masyarakat agar selalu tunduk dan mengikutinya dan lembaga-lembaga itupun berhak memaksakan kewajibannya. David Easton (dalam Islamy, 2000:19) memberikan arti kebijakan negara sebagai “The authoritative alocation of values for the whole society”
Santoso (1988:50) berpendapat bahwa kebijakan publik dapat diartikan :
Serangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan juga petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut terutama dalam bentuk peraturan-peraturan atau dekrit-dekrit pemerintah.

Pendapat itu menyiratkan bahwa kebijakan publik berhubungan dengan keputusan dan masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Kebijakan ini dapat dalam bentuk berupa aturan-aturan sebagai petunjuk bagi pelaksana kebijakan. Menurut Soewargono (1997:12), kebijakan publik merupakan arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam yurisdiksi nasional, regional, municipal maupun lokal.
Dalam memahami pendapat yang dikemukakan oleh para pakar, dapat ditemukan dua kubu tentang kebijakan publik. Ada yang memandang kebijakan publik sebagai suatu keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, ada pula yang menganggap kebijakan publik memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Namun suatu hal yang hampir dapat dipastikan bahwa apapun isi rumusan kebijakan publik, semuanya bermuara pada satu tujuan yaitu demi memenuhi kepentingan publik. Dengan kata lain, kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi pemerintah kepada kepentingan publik. “Sehubungan dengan fungsi “regeren” pemerintah yaitu menetapkan kebijakan dalam rangka memimpin kekuatan-kekuatan kemasyarakatan menuju masyarakat yang dicita-citakan” (Soerwargono, 1997:45). Hal ini tentunya berkenaan dengan keberadaan pemerintah sebagai personifikasi dari negara dimana pada negara melekat apa yang disebut kekuatan memaksa yang absah, yang bertugas menyiapkan, menentukan dan menjalankan kebijakan atas nama dan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.
Hoogerwerf, (1983:10) mengemukakan pendapatnya:
Meskipun upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat juga menjadi sasaran atau tujuan yang diburu oleh berbagai organisasi swasta baik secara langsung maupun melalui pemerintah, namun kebijakan yang dikeluarkan oleh instansi publik adalah berbeda, oleh karena pemerintah mampunyai kekuasaan tertinggi terhadap tujuan-tujuan tersebut yaitu kedaulatan.

Selanjutnya menurut Wibawa dkk (1994:4) bahwa untuk mengopersionalisasikan kebijkaan publik, birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan tersebut menjadi program. Jadi program dapat dipandang sebagai kebijakan birokratis karena dirumuskan oleh birokrasi.  Parker (dalam Sunggono, 1994:22) mengatakan bahwa :
Kebijaksanaan publik adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian prinsip, atau tindakan yang dilakukan oleh suatu lembaga pemerintah pada periode tertentu dalam hubungan dengan beberapa subjek atau sebagai tanggapan terhadap beberapa krisis.

Dari beberapa pengertian di atas, pada dasarnya kebijakan pemerintah itu harus mengabdi kepada kepentigan masyarakat. Islamy (2000:20) mengemukakan pendapatnya bahwa kebijakan pemerintah (public policy) adalah serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
Dalam proses kebijakan publik, pemerintah harus memperhatikan serangkaian tahap atau beberapa langkah, yang menurut para ahli kebijakan publik berbeda-beda dalam mengelompokkan tahap-tahap tersebut. Tjokroamidjojo (1991:14) menyatakan bahwa:
Dalam proses kebijakan terdiri dari beberapa langkah yaitu ; policy germination (kebijakan bertunas), policy recomendation (tahap rekomendasi), policy analysis (penganalisaan kebijakan), policy formulation (perumusan kebijakan), policy decision (tahap pengambilan keputusan), policy implementation (pelaksanaan kebijakan), dan policy evaluation (penilaian kebijakan).

Sedangkan Hamdi (1999:3) menjelaskan bahwa umumnya proses pembuatan kebijakan publik dapat dibedakan ke dalam enam tahap sebagai berikut :
1.    Pendefinisian masalah (policy formulation).
2.    Penentuan agenda (agenda setting).
3.    Perumusan alternatif kebijakan (policy formulation).
4.    Pemilihan alternatif kebijakan (policy adoption).
5.    Pelaksanaan kebijakan (policy implementation).
6.    Penilaian kebijakan (policy evaluation).

Dari tahapan-tahapan tersebut di atas yang akan menjadi fokus dalam pembahasan ini tulisan ini adalah pada tahap pelaksanaan kebijakan (policy implementation). Sebuah kebijakan yang tersusun dengan baik akan lebih terarah, namun memerlukan waktu untuk berkembang dan seharusnya tetap memperhatikan hal-hal seperti yang dikemukakan oleh Winardi (1990:120) sebagai berikut :
1.    Memungkinkan penafsiran terbuka dan penilaian.
2.    Bersifat konsisten dan tidak boleh ada dua kebijakan yang saling bertentangan dalam suatu organisasi.
3.    Harus sesuai dengan keadaan yang berkembang.
4.    Harus membantu pencapaian sasaran dan harus dibantu dengan fakta-fakta yang objektif .
5.    Harus sesuai dengan kondisi-kondisi eksternal.
 Disamping kebijakan tersebut perlu disusun dengan baik, ada pula beberapa faktor yang turut memperbaiki kualitas suatu kebijakan, seperti yang disampaikan Tjokroamidjojo : (1991:116), yaitu :
1.    Jangan didasarkan pada selera seketika (whims) tetapi harus melalui proses yang rasional berdasarkan akal sehat.
2.    Penyempurnaan informasi dan sistem informasi bagi analisa dan pembentukan kebijakan.
3.    Dikembangkan unified approach dalam perumusan kebijakan.
4.    Peka terhadap kebutuhan objektif masyarakat. 

Pada dasarnya rumusan kebijakan memang harus bersifat objektif baik sebagai dasar analisisnya maupun kondisi kebutuhan masyarakat atau objek yang akan terkena dampak dari kebijakan yang akan diambil serta dapat memudahkan penentu kebijakan untuk mengadakan revisi atau perbaikan jika ternyata pelaksanaannya tidak sesuai dengan kondisi objektifnya. Sebagaimana dikatakan Wibawa (1994:6) bahwa:
Pendekatan kebijakan ini tekanannya pada pendekatan kelembagaan, yaitu pendekatan pada pengukuran terhadap keberadaan demokrasi tidak hanya melalui ada tidaknya institusi perwakilan dan pemerintah tetapi lebih menekankan pada seberapa jauh fungsi dari lembaga perwakilan itu sendiri.

Kebijakan negara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti parlemen, kepresidenan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai politik, mempunyai kekuatan untuk dapat selalu tunduk dan mengikutinya dan lembaga-lembaga itu pun berhak untuk memaksakan kebijakannya.

Kamis, 17 November 2011

Sejarah KB di Dunia


A.  Perkembangan Keluarga Berencana di Dunia
Dalam sejarah peradaban manusia, keluarga dikenal sebagai suatu persekutuan terkecil, pertama dan utama dalam masyarakat. Dari persekutuan inilah manusia berkembang biak menjadi suatu komunitas masyarakat dalam wujud marga, kabilah dan suku yang seterusnya menjadi umat dan bangsa-bangsa yang bertebaran di muka bumi. Keluarga adalah inti dari suatu bangsa. Kemajuan dan keterbelakangan suatu bangsa menjadi cermin dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada bangsa tersebut.
Manusia diperkirakan hidup di dunia sudah sekitar dua juta tahun yang lalu. Pada waktu itu jumlahnya masih sangat sedikit. Bahkan pada 10.000 tahun sebelum masehi, penduduk dunia diperkirakan baru sekitar 5 juta jiwa. Namun demikian, pada tahun pertama setelah masehi, jumlah penduduk dunia telah berkembang hampir mencapai 250 juta jiwa. Dari tahun pertama setelah masehi, sampai kepada masa permulaan revolusi industri di sekitar tahun 1750, populasi dunia telah meningkat dua kali lipat menjadi 728 juta jiwa. Selama 200 tahun berikutnya (1750 – 1950) tambahan penduduk sebanyak 1,7 milyar jiwa. Tetapi dalam 25 tahun berikutnya (1950 – 1975), ditambah lagi dengan 1,5 milyar jiwa, yang jika dijumlahkan seluruhnya pada akhir tahun 1975 telah mencapai hampir 4 milyar jiwa. Pada tahun 1986, populasi dunia sudah mendekati angka 5 milyar, yang diperingati secara simbolis dengan kelahiran salah satu bayi di negara Yugoslavia tepat pada tanggal 11 Juli 1987. Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sudah mencapai angka 6,45 milyar (Duran, 1967, Todaro 1983, UN, 2001 dan 2005).
Cikal bakal lahirnya Keluarga Berencana di dunia tidak terlepas dari adanya kekhawatiran akan terjadinya ledakan penduduk. Dengan demikian, adanya pendapat yang menyatakan bahwa Keluarga Berencana adalah suatu hal yang baru adalah tidak benar, sebab Keluarga Berencana sudah ada sejak jaman dahulu walaupun di Indonesia kehadirannya dianggap masih baru dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat, sudah ada usaha-usaha untuk mencegah kelangsungan hidup seorang bayi/anak yang karena tidak diinginkan, atau pencegahan kelahiran/kehamilan karena alasan-alasan ekonomi, sosial dan lain-lain.
Sebelum ada teknologi modern seperti saat ini, terdapat beberapa cara yang dilakukan manusia untuk menolak anak yang tidak diinginkan. Pada zaman dahulu cara-cara untuk menolak anak yang tidak diiinginkan ada 3 cara yaitu :
Pertama, dengan membunuh anak yang sudah lahir. Cara yang demikian ini adalah paling kuno dan paling biadab, karena orang membunuh anaknya sendiri. Latar belakang orang mau melakukan pembunuhan hidup-hidup terhadap anak sendiri adalah untuk menutup malu, tekanan ekonomi, kepentingan lain (mengambil yang diperlukan dan membuang yang tidak perlu). Negara-negara yang mengalami peristiwa ini antara lain Yunani Kuno, Arab Jahiliah, Tiongkok Kuno dan Mesir Kuno.
Kedua, dengan cara pengguguran kandungan (abortus provacatus). Cara ini lebih lunak bila dibandingkan dengan cara membunuh anak yang sudah lahir. Namun cara ini banyak mengakibatkan ibu-ibu yang melakukan pengguguran kandungan juga ikut mati, karena menjadi korban dari perbuatan yang dilakukan. Cara yang dipergunakan untuk menggugurkan kandungan yaitu dengan jalan meminum ramuan atau dengan jalan dipijat oleh seorang dukun. Karena perkembangan jaman dan juga karena ditentang agama atau adat maka kedua cara tersebut di atas sudah ditinggalkan orang dan merupakan suatu perbuatan yang dilarang.
Ketiga, dengan cara mencegah atau mengatur kehamilan. Dalam mencegah dan mengatur kehamilan ini dengan menggunakan alat. Ada dua cara yang dilakukan orang untuk mencegah dan mengatur terjadinya kehamilan yaitu dengan alat kontrasepsi, dan tanpa alat, misalnya dengan azal, pantang berkala. Usaha ketiga ini yang banyak dilakukan orang sampai sekarang, yaitu dengan cara mencegah atau mengatur kehamilan.
1.   Keluarga Berencana di Inggris
Keluarga Berencana mula-mula timbul dari kelompok orang-orang yang menaruh perhatian kepada masalah KB, yaitu pada awal abad XIX di Inggris, Keluarga Berencana mulai dibicarakan orang.
Pada masa abad XIX sebagian besar kaum pekerja buruh di kota-kota besar di Inggris mengalami kesulitan dan keadaan hidupnya sangat buruk. Mereka sangat kekurangan, miskin dan melarat. Hal ini sebagai akibat dari adanya undang-undang perburuhan yang belum sempurna, jaminan sosial buruh tidak mendapatkan perhatian dan jam kerja buruh tidak dibatasi, sehingga hal ini menambah keadaan keluarga buruh sangat menderita. Di samping itu yang sangat menyolok adanya waktu untuk istirahat dan rekreasi atau hiburan pada buruh sama sekali hampir tidak ada. Salah satu hiburannya di waktu istirahat di rumah hanyalah ketemu keluarganya. Dengan kata lain bahwa hiburan para buruh ketika itu satu-satunya hanyalah dengan istri.
Keadaan keluarga kaum pekerja buruh seperti di atas banyak dijumpai oleh seorang yang bernama Marie Stoppes. Marie Stoppes banyak mengetahui keadaan keluarga kaum buruh di Inggris itu karena ia seorang bidan di Inggris dan pekerjaannya mengadakan kunjungan-kunjungan rumah keluarga untuk buruh-buruh, sehingga ia benar-benar mengetahui dan mengalami sendiri keadaan keluarga yang sangat menyedihkan itu ditambah lagi banyak anak.
Melihat kenyataan ini timbullah ide dari Maria Stoppes untuk memperbaiki keadaan keluarga-keluarga buruh tersebut. Salah satu jalan yang ditempuh memberikan pertolongan pada keluarga. Stoppes yang hidup pada kurun 1880 – 1950 merasa prihatin dengan kehidupan kaum buruh di Inggris saat itu. kehidupan kaum buruh di Inggris kala itu sungguh jauh dari standar layak.
Sungguh menyedihkan, selain kemiskinan, mereka pun memiliki banyak anak. Itu yang dilihat oleh Marie Stoppes yang juga seorang bidan. Keprihatinan Stoppes membuahkan pemikiran bahwa salah satu jalan yang bisa memperbaiki keadaan dan kehidupan para buruh tersebut adalah dengan melakukan pengaturan kelahiran. Saat itu di Inggris sudah dikenal pemakaian kondom. Selain itu, Stoppes juga memberikan pengetahuan kepada para buruh tersebut tentang cara pantang berkala.

2.   Keluarga Berencana di Amerika Serikat
Adalah Margareth Sanger, seorang juru rawat di Amerika yang pertama kali menggagas program pengendalian penduduk. Margareth yang hidup antara rentang waktu 1883-1966 mencanangkan program Birth Control. Pada tahun 1912, Margareth bertemu dengan sebuah kasus menghadapi seorang ibu muda yang berusia 20 tahun bernama Saddie Sachs. Saddie adalah seorang yang sengaja menggugurkan kandungannya karena dia tidak menginginkan anak lagi. 
Karena adanya perasaan putus asa dalam merasakan derita pahit getirnya kehidupan dan juga ketidak-tahuannya, Saddie Sachs telah nekad melakukan pengguguran kandungannya dengan paksa, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Atas perawatan dokter dan juru rawat (termasuk Margareth Sanger), maka Saddie Sachs sembuh, dan dokter menganjurkan supaya ia jangan hamil lagi, sebab bila hamil lagi akan membahayakan jiwanya. Mendengar nasehat dokter yang demikian itu Saddie Sachs menjadi bingung apa yang harus dilakukan, pada hal ia sudah tidak ingin hamil lagi.
Suatu ketika Saddie Sachs memberanikan diri bertanya kepada dokter yang merawatnya mengenai bagaimana caranya agar supaya ia tidak hamil lagi. Dengan nada sendau gurau dokter menjawab bahwa Jack Sachs (suami Saddie) disuruh tidur di atas atap. Mendengar jawaban dari dokter tersebut ia merasa tidak puas, dan ia bertanya kepada Margareth Sanger, tetapi sayang Margareth Sanger tidak dapat memenuhi permintaan serupa itu selain hanya menghibur saja, karena memang ia sendiri tidak tahu apa yang harus diperbuat.
Tiga bulan kemudian suami Saddie Sachs memanggil Margareth Sanger karena istrinya sakit kembali dan dalam keadaan yang sangat kritis. Ternyata penederitaan Saddie Sachs seperti yang lalu bahkan lebih berat lagi, sehingga sebelum dokter datang menolong, ia meninggal dunia di atas pangkuan Margareth Sanger sebagai akibat pengguguran kandungan yang disengaja yang ia lakukan sendiri secara nekad.
Dengan rasa sedih dan kecewa Margareth Sanger menyampaikan kata-kata kepada beberapa dokter yang sempat ia kumpulkan, lebih kurang demikian: “Wahai para dokter yang budiman, lihatlah dengan penuh perhatian apa yang ada dipangkuan ini. Ia adalah seorang ibu, seorang istri yang sah dari seorang suami. Ia telah menjadi korban dari ketidak mengertian dari pihak suami maupun dari pihak orang-orang yang lebih mengerti terutama anda sekalian para dokter. Sebagai ibu mustahil ia akan melakukan perbuatan nekat yang membahayakan jiwanya, apabila tidak dilandasi oleh suatu motif yang kuat.
Motif tersebut ialah ia tidak menghendaki suatu kehamilan atau kelahiran yang ia tidak ingini. Hal ini ia telah kemukakan pada waktu persalinan terdahulu, sebagai seorang manusia, ia berhak untuk mengatur sedemikian rupa. Namun ketidak acuhan dan ketidak mengertianlah akhirnya merenggut jiwanya. Marilah, wahai para dokter, berbuatlah sesuatu sejak saat ini belajar dari pengalaman yang pahit ini”.
Sejak peristiwa tersebut ia bergerak hatinya untuk lebih giat memperjuangkan cita-citanya dibidang emansipasi wanita khususnya di sektor pengaturan kehamilan. Dari pengalaman-nya sebagai juru rawat, Margaret Sanger cukup mengetahui kebutuhan  ibu-ibu untuk tidak memiliki anak banyak karena alasan ekonomi, kesehatan dan sosial.
Terkadang, ibu-ibu yang dia hadapi tersebut putus asa dan kemudian menemui ajalnya sebagai akibat aborsi yang dilakukan mereka. Dari pengalamannya tersebut, kemudian ia terjun dalam gerakan Birth Control di Amerika.
Program Birth Control yang digagasnya banyak mengalami tentangan dari beberapa pihak. Namun Margareth tetap gigih dan tidak putus asa. Ia mengajak para dokter dan juga bidan untuk bergabung dalam pergerakan tersebut. Ia pun kemudian belajar ke eropa mengenai alat kontrasepsi, dan menerbitkan sebuah buku berjudul “Family Limitation”. Penerbitan buku tersebut mendapat tentangan dari berbagai kalangan. Margareth kemudian ditangkap (meskipun akhirnya dibebaskan kembali) setelah menerbitkan buku tersebut.
Margareth Sanger terus memperjuangkan program Birth control di Amerika. Dia membuka klinik birth control pertama disana. Hal ini mendapat tentangan dari tokoh-tokoh setempat. Namun Margareth tidak putus asa. Meskipun dia ditangkap beberapa kali, Margareth terus berjuang. Hingga akhirnya perjuangan Margareth mulai menampakkan hasil.
Pada tahun 1921, kongres nasional pengaturan kelahiran pertama akhirnya diselenggarakan di Amerika. Hasilnya dibentuklah American Birth Control League. Dan Margareth Sanger diangkat sebagai ketuanya. Selanjutnya pada tahun 1923 mulai dibuka biro klinik pengaturan kelahiran. Hal ini membuka jalan terhadap pembukaan ratusan klinik sejenis di Amerika.
Margareth Sanger tidak membatasi perjuangan di dalam Birth Control di America saja, tetapi ia mengembangkan dan mengorbankan gagasannya dengan terus menerus ke seluruh dunia. Di samping keberaniannya yang luar biasa sebagai pembaharuan sosial, ia mempunyai pandangan jauh ke depan dan kemampuan mengorganisasi yang besar. Terbukti ia mengorganisasikan konferensi internasional pada tahun 1925 di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control Leagues. Atas inisiatifnya juga mengadakan World Population Conference di Jenewa pada tahun 1927. Dari konferensi yang bersejarah ini timbul dua organisasi keilmuan, yaitu; International Women for Scientific Study for Population dan International Medical Group for the Investigation of Contraception.
Pada tahun 1948 ia turut aktif di dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood. Sebagai kelanjutannya di dalam konferensi di New Delhi dalam tahun 1952 diresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF) di bawah pimpinan Margareth Sanger dan Lady Rama Rau dari India.
Margareth Sanger terus berusaha mencapai tujuan dan melanjutkan ide-idenya. Ia selalu mengajak rekan-rekannya yang berada di dalam negerinya sendiri dari dari para bidan-bidan sampai dokter yang sesuai dengan usaha-usahanya itu. Sehingga dari hasil kerja sama itu, usaha Margareth Sanger berkembang terus sampai ke seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Minggu, 13 November 2011

Rekam Kemiskinan



A.   Kemiskinan
Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun non makanan. Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2005).
Dalam konteks pembangunan, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

B.   Penduduk Miskin di Kota Bandung
Mengacu pada batasan garis kemiskinan yang digunakan BPS, jumlah penduduk miskin di Kota Bandung pada Tahun 2008 sebanyak 82.432 KK atau sekitar 13.21 % dari Jumlah penduduk Kota Bandung. Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di Jawa Barat, maka jumlah penduduk  miskin di Kota Bandung adalah sebesar 2.81 % dari jumlah penduduk miskin provinsi Jawa Barat.

Indikator yang erat kaitannya dengan kemiskinan adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.  Intervensi kebijakan dalam hal menaikkan IPM dari indikator di atas secara simultan akan memberikan penyelesaian yang lebih memungkinkan masyarakat lebih sejahtera. Keterkaitan peran antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang bukan hanya pada dataran kebijakan, tapi implementasi yang jelas dalam hal keterpaduan atau terkoordinasi dan sinergitas akan menciptakan pelayanan terhadap warga miskin menjadi lebih efisien, transparan dan akuntabel.

Beberapa program Pemerintah Kota Bandung dalam usaha pengentasan kemiskinan antara lain dengan bergulirnya program Bawaku Makmur, Bawaku Sehat, Bawaku Pangan, Bawaku Pendidikan, dan bantuan dari kelompok masyarakat non-pemerintah serta pengusaha, namun belum menunjukkan hasil yang optimal.

C.   Penanggulangan Kemiskinan
Penanggulangan  Kemiskinan  adalah  kebijakan  dan  program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi  jumlah  penduduk  miskin  dalam  rangka  meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh  pemerintah,  pemerintah  daerah,  dunia  usaha,  serta masyarakat untuk  meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat  miskin  melalui bantuan  sosial,  pemberdayaan  masyarakat,  pemberdayaan  usaha ekonomi  mikro  dan  kecil,  serta  program  lain  dalam  rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan menurut Perpres No. 15 Tahun 2010 dilakukan dengan: 
1.  mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;
2.  meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin;
3.  mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil;
4.  mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Sasaran penanggulangan kemiskinan terkait dengan sasaran pembangunan. Sasaran penanggulangan kemiskinan adalah menurunnya jumlah penduduk dan terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin. Secara rinci, sasaran tersebut adalah:
1.    Menurunnya persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan 
2.    Terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau
3.    Terpenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu
4.    Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan merata
5.    Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha
6.    Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan sehat
7.    Terpenuhinya kebutuhan air bersih dan aman bagi masyarakat miskin
8.    Terbukanya akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan SDA dan terjaganya kualitas lingkungan hidup.
9.    Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah
10. Terjaminnya rasa aman dari tindak kekerasan
11. Meningkatnya partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan


D.   Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Human Development Index (HDI) atau IPM mengukur tingkat pencapaian secara keseluruhan di suatu negara untuk tiga dimensi pokok pembangunan manusia yaitu umur panjang (Kesehatan), pengetahuan (Pendidikan) dan standar kehidupan yang layak (Ekonomi).

1.     Kesehatan
Masalah utama yang menyebabkan rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin adalah rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi.

Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin adalah 4x (empat kali) lebih tinggi dari golongan terkaya.

Pada umumnya tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah.  Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat miskin juga disebabkan oleh (1) perilaku hidup mereka yang tidak sehat, (2) jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh dan (3) biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Masalah lainnya adalah rendahnya mutu layanan kesehatan dasar yang disebabkan oleh terbatasnya tenaga kesehatan, kurangnya peralatan, dan kurangnya sarana kesehatan. Rendahnya layanan kesehatan juga disebabkan oleh mahalnya alat kontrasepsi sehingga masyarakat miskin tidak mampu mendapatkan layanan kesehatan reproduksi. Peranan swasta cukup besar dalam layanan kesehatan reproduksi. Rendahnya mutu dan terbatasnya ketersediaan layanan kesehatan reproduksi mengakibatkan tingginya angka kematian ibu dan tingginya angka aborsi.

2.     Pendidikan
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya pembangunan pendidikan yang dilakukan secara signifikan telah memperbaiki tingkat pendidikan penduduk Indonesia. Hal tersebut antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya rata-rata lama sekolah. Meskipun demikian pembangunan pendidikan ternyata belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat.  

Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain di luar iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya.   

3.  Standar Hidup Layak (Ekonomi)
Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Pada umumnya kesulitan pemenuhan pangan ini disebabkan oleh (1) rendahnya daya beli, (2) tata niaga yang tidak efisien, dan (3) kesulitan stok pangan di beberapa daerah yang terjadi pada musim tertentu. Masalah kecukupan pangan bukan hanya terkait dengan produksi bahan pangan, tetapi juga masalah peningkatan pendapatan karena mayoritas petani miskin harus membeli bahan makanan mereka.

Permasalahan kecukupan pangan antara lain tercermin dari rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengkonsumsi 1.571 kkal per hari atau 75 persen dari kebutuhan agar dapat bertahan hidup secara baik. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh penduduk berpenghasilan terendah. Kekurangan asupan kalori yang terjadi pada saat ketersediaan pangan nasional cukup memadai menunjukkan adanya masalah dalam distribusi pangan.

E.   Rekam Miskin (Poorness Records) sebagai Alternatif Pengentasan Kemiskinan di Kota Bandung
Penanggulangan kemiskinan di Kota Bandung tidak dapat dilakukan secara singkat dan sekaligus, hal ini terkait dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin dan keterbatasan sumberdaya untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar. Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan tidak dapat ditangani sendiri oleh satu sektor tertentu secara sepihak namun perlu juga memobilisasi stakeholder terkait untuk mengefektifkan program yang dijalankan.

Sebuah langkah awal untuk dapat mengefektifkan program pengentasan kemiskinan yang dijalankan pemerintah Kota Bandung yaitu melalui rekam miskin (poorness records). Rekam miskin adalah upaya untuk mengidentifikasi jumlah penduduk miskin melalui tiga cara, yaitu mengetahui nama-mana penduduk miskin dalam suatu wilayah (by name), mengetahui alamat atau tempat tinggalnya (by address), dan mengetahui penyebab kemiskinan mereka (by problem).

Dengan mengindentifikasi kemiskinan berdasarkan tiga cara tersebut maka akan dapat diketahui secara nyata jumlah penduduk miskin dan cara melakukan intervensi terhadap mereka melalui program-program pengentasan kemiskinan dengan mengacu kepada indikator Indeks Pembangunan Manusia.

Untuk melaksanakan Rekam Miskin, peran Ketua RT dan RW sangat urgen, mengingat mereka secara langsung mengetahui kondisi masyarakat dalam lingkungannya. Klasifikasi penduduk miskin berdasarkan nama, alamat dan masalah yang menjadi penyebabnya akan lebih akurat jika diperoleh langsung dari pendataan oleh Ketua RT maupun Ketua RW di tiap kelurahan. Dalam hal ini peran Ketua RT dan RW sebagai leader sekaligus surveyor kegiatan pendataan masyarakat miskin di wilayahnya.

Agar pelaksanaan rekam miskin berjalan maksimal, diperlukan monitoring dan evaluasi yang dapat dilaksanakan setiap tahun. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui data dan informasi mengenai perkembangan jumlah warga miskin, untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan.

Untuk mendukung kegiatan rekam miskin ini, diperlukan perangkat komputer dan internet yang disediakan untuk setiap RW, agar mempermudah dalam meng-update data dan informasi warga miskin di wilayahnya. Dengan website yang terintegrasi, data-data warga miskin baik nama, alamat maupun penyebabnya, dapat diketahui secara lebih cepat dan praktis. Kondisi semacam ini juga akan mendukung layanan  pemerintahan yang lebih efektif karena berbasis e-government.

Berdasarkan data rekam miskin inilah selanjutnya pemerintah daerah dapat melakukan upaya pemberdayaan masyarakat miskin dengan upaya-upaya enabling, empowering dan protecting.

Pertama, Enabling. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa masyarakat miskin sebenarnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat miskin yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong (encourage), memotivasi, dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

Kedua, Empowering.  Yaitu menciptakan iklim dan suasana  yang meliputi langkah-langkah nyata penyediaan berbagai masukan (input), dan membuka akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat miskin menjadi berdaya. Upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses kepada sumber-sumber ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah, dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat di akses oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di tempat terkonsentrasinya penduduk miskin yang keberdayaannya amat kurang.

Ketiga, Melindungi (Protecting). Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, karena kurang berdaya dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, dalam konsep pemberdayaan masyarakat masyarakat miskin, perlindungan dan pemihakan kepada mereka amat mendasar sifatnya. Dalam rangka ini, adanya peraturan perundangan yang secara jelas  dan tegas melindungi  golongan miskin sangat diperlukan. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melemahkan mereka. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbangan, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Pemberdayaan masyarakat miskin bukan membuat masyarakat miskin menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian karena pada dasarnya setiap yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri, dan hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain. Peran dan tanggung  jawab semua pihak terkait, alokasi anggaran belanja dan sistem koordinasi serta komunikasi  antar SKPD perlu diperjelas sehingga tim yang memfasilitasi pengentasan masyarakat miskin terdiri dari tim lintas SKPD.

Rekam miskin merupakan salah satu alternatif yang mungkin dapat membawa perubahan dalam pengentasan kemiskinan di Kota Bandung, karena hal tersebut dimulai dari dasar dan menyentuh pada sasaran. Sebagai sebuah alternatif, pendekatan ini dapat dilakukan untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dan penyebarluasannya secara lebih menyeluruh dapat diaplikasikan setelah dampaknya terealisasi.  

KONTRIBUSI PEMIKIRAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA

Lembaga Bahtsul Masail ialah sebuah Lembaga yang berfungsi sebagai forum diskusi antara para ulama serta kaum intelektual guna membahas pe...